Catatan Tahun Baru 1426 Hijriyah

Umat Islam tidak memilih hari lahir atau kematian Nabi Muhamad SAW sebagai awal mula (tetenger) tahun Islam. Umat Islam, atas usulan Ali bin Abu Thalib RA, kemudian memilih peristiwa Hijrah, satu diantara beberapa peristiwa penting dalam sejarah umat Islam, sebagai tetenger tahun Islam. Memilih hari lahir atau kematian Nabi Muhamad SAW sebagai tetenger ditakutkan akan menumbuhsuburkan kultus individu kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak disangkal lagi penghormatan mendalam umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW, namun penghormatan itu selayaknya diwujudkan dengan mencontoh perilaku beliau dan menaati segala perintah beliau, bukan dengan mengagungkan hari lahir, memperingati hari kematiaannya atau memuja makam dan sebagainya. Karena segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. 

Mengapa umat Islam kemudian memilih peristiwa hijrah sebagai tetenger Tahun Islam. Bukankah masih banyak peristiwa penting lain seperti Isra’ Mi’raj, Perang Badar, Fathul Mekkah dan peristiwa-peristiwa lain yang layak juga dijadikan tetenger tahun Islam. Salah satu alasannya adalah peristiwa Hijrah adalah milestone sejarah umat Islam. Hijrah Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya dari Mekkah ke Madinah adalah titik balik dalam sejarah penyebaran Islam.
 
Nabi Muhammad telah berdakwah di Mekkah selama 11 tahun dengan penuh cobaan dan tantangan dari Kaum Quraisy. Saat itu pengikut Nabi Muhammad tidak lebih dari 40 orang. Nabi Muhammad berulang-ulang kali hanya mengajarkan ajaran Tauhid (mengesakan Allah) sebagai pondasi terpenting dalam ajaran Islam. Karena kondisi yang tidak memungkinkan lagi untuk berdakwah dan ancaman keselamatan Nabi Muhammad dan pengikutnya maka diputuskan untuk hijrah (pindah) dari Mekkah ke Yaztrib (nama kota Madinah saat itu). Setelah pindah ke Madinah, hanya perlu beberapa tahun untuk Nabi Muhammd kembali lagi ke Mekkah dalam peristiwa yang dikenal sebagai Fathul Mekkah (Pembukaan Mekkah) dengan membawa ribuan pengikutnya dan menguasai kota Mekkah tanpa setetes darahpun tertumpah. Setelah itu hanya butuh 13 tahun untuk Nabi Muhammad dan umat Islam untuk menyebarkan ajaran Islam sampai ke 2/3 dunia. Bagaimana umat Islam mampu menancapkan dan menyebarkan peradabannya begitu cepat telah menjadi topik yang banyak dipelajari baik oleh ilmuwan barat dan ilmuwan Islam. 
 
Begitu pentingnya tonggak sejarah ini, sehingga setiap tahun kita perlu peringati semangatnya. Semangat untuk tidak berputus asa dalam menghadapi setiap permasalahan betapapun beratnya dan menghindarkan diri dari situasi yang pelik ke sebuah kondisi yang lebih longgar adalah dibenarkan. Islam mendorong adanya continoues improvement.  Selalu berpindah dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik, dari keadaan yang baik menjadi keadaan yang lebih baik lagi. Hari ini harus selalu lebih baik dari hari kemarin. Selain pengertian hijrah secara non fisik, Islam juga menganjurkan hijrah secara fisik. Menuntut ilmu dan mencari rejeki ke seluruh penjuru dunia. Maka tak heran pedagang-pedagang Arab dahulu adalah pedagang yang suka menjelajah sampai ke ujung dunia, termasuk Indonesia.
Selayaknya tiap pergantian tahun baru, biasanya kita membuat catatan-catatan apa saja yang sudah kita lakukan (evaluasi) dan apa saja yang akan kita lakukan di tahun yang akan datang (resolusi). Penulis akan menguraikan beberapa hal, yang penulis kutip dari pengajian menyambut 1 Muharam di Taman Firdaus, Masjid Al-Azhar yang disampaikan oleh ustadz Satria Hadi Lubis, MM, MBA.
 
Mari kita buat catatan untuk keadaan umat Islam saat ini. Umat Islam di beberapa sisi telah menunjukkan kebangkitan. Umat Islam dipandang sebagai kekuatan potensial untuk menyaingi dominansi barat di millennium ketiga. Tak kurang John Naisbit dan Alvin Tofler menyiratkan akan adanya kebangkitan spiritualisme sebagai gaya hidup post modernisme menggantikan konsep materialisme yang diusung barat selama ini. Materialisme telah membuktikan dirinya tidak dapat memberikan kebahagiaan hakiki bagi manusia, maka banyak orang kembali berpaling pada ajaran timur, termasuk Islam. Tak heran sekarang ini perkembangan umat Islam di Amerika adalah tercepat dari semua agama yang ada. Begitu juga di Eropa, umat Islam lambat laun telah menunjukkan peran yang semakin signifikan. Kalau kita melihat perkembangan Islam di Indonesia, betapa kondisi sudah sangat terbalik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Saat itu umat Islam benar-benar dikungkung dan dikekang untuk berkembang dan menjalankan syariatnya. Kita masih ingat tentang pelarangan pemakaian jilbab dan penangkapan dai-dai yang dianggap membahayakan pemerintah. Sekarang tokoh-tokoh Islam telah mampu menduduki berbagai jabatan di eksekutif maupun legislatif. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintahpun senada dengan aspirasi umat Islam, yang notabene adalah warga terbesar republic ini. Kita bisa melihat dukungan pemerintah dalam hal ekonomi syariah, penerapan hukum syariah di beberapa daerah tertentu, Undang-undang Sisdiknas, serta yang baru ini terbitnya Perda tentang pelarangan merokok di sembarang tempat di Jakarta.
 
Selain catatan-catatan positif tak kurang juga kita perlu merangkum catatan-catatan menyedihkan tentang umat Islam. Selain masalah klasik seperti kemiskinan, keterbelakangan dalam pendidikan dan teknologi, perpecahan internal dan permasalahan lainnya, kita sekarang dihadapkan pada tantangan global yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Di picu oleh tesis Clash of Civilization-nya Samuel L Huntington, umat Islam sekarang telah dijadikan target sebagai pihak yang menggantikan komunis dalam merongrong dominasi barat. Dimulai dari peristiwa pemboman WTC, yang sampai saat ini pun belum jelas dan terbukti apakah benar dilakukan oleh Osama bin Laden ataukah hanya rekayasa Amerika Serikat saja, dunia serempak menyatakan permusuhannya yang selangit kepada terorisme yang sayannya ditafsirkan dengan standar ganda. Korea Utara yang jelas-jelas mempunyai senjata Nuklir dan berkali-kali meneriakkan ancaman kepada negara-negara sekitar, didiamkan saja. Hanya karena mereka bukan umat Islam. Kita lihat Afghanistan, Iraq, Palestina, dan terakhir warga Pathani di Thailand setiap harinya berada dalam ketakutan. Hanya karena mereka berusaha menjalankan apa yang diperintahkan oleh agama mereka sendiri. Semua pergerakan Islam di seluruh dunia sekarang sedang tiarap. Dana-dana keuangan  mereka dibekukan. Mereka harus bermuka manis, atau kalau tidak di cap sebagai teroris, dan pihak barat dengan pembenaran mereka sendiri bisa melakukan pre-emptive strike tanpa perlu legalitas apapun. Disisi lain propaganda dan serangan gencar yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya telah menimbulkan semangat kebersamaan yang luar biasa. Belum pernah dalam sejarah modern, umat Islam bisa bersatu seperti sekarang ini.
 
Menurut Ustadz Satria Hadi Lubis, MM, MBA ada dua hal yang perlu kita lakukan mencermati permasalahan-permasalahan diatas. Pertama kita harus mampu meningkatkan upaya Islamisasi diri sendiri dan yang kedua kita harus konsisten menerapkan perilaku hidup sukses.
 
Omong kosong, bila ada yang bilang bahwa kejayaan Islam bisa dicapai dengan cara lain selain mengamalkan ajaran Islam secara kaffah. Umat Islam terpuruk seperti saat ini sebenarnya karena salah umat Islam sendiri yang sering lupa dalam mengamalkan ajaran Islam yang jelas termaktub dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Hadits. Maka langkah pertama adalah mengislamkan diri kita (mulai dari diri sendiri), mendakwahkannya kepada orang-orang terdekat, dan mulai dari saat ini.
 
Kemudian yang kedua adalah konsisten menerapkan perilaku hidup sukses. Sebelum membahas bagaimana caranya kita harus tahu dulu apa yang dimaksud hidup sukses itu. Kalau kita ditanya siapakah orang dimuka bumi ini yang paling sukses, maka kita akan menjawab Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Mereka sukses dunia akhirat. Selanjutnya bagaimana kharakteristik kesuksesan mereka?
 
1. Hidup yang seimbang
Mereka mempunyai kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Mereka memiliki keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani maupun intelektualitas. Kebahagian manusia akan tercapai kalau manusia mampu memenuhi kebutuhan kodrati mereka. Kalau kita melihat diri kita sendiri apakah hidup kita sudah seimbang? Apakah bekal kita ke akhirat sudah sebanding dengan bekal yang kita kumpulkan untuk hidup di dunia ini? Apakah kita telah mengalokasikan waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jasmani dengan makan, istirahat dan berolahraga yang teratur, memenuhi kebutuhan rohani dengan mendekatkan diri kita pada Allah dan memenuhi kebutuhan intelektualitas dengan diskusi, membaca buku atau mengikuti majelis-majelis taklim?
 
2. Tidak mendasarkan diri pada materialisme
Kesalahan mendasar manusia saat ini adalah mendasarkan segala sesuatu pada materialisme. Banyak orang menganggap bahwa orang yang paling sukses adalah orang yang paling kaya. Memilih jodoh misalnya, sekarang ini selalu dikaitkan dengan kepribadian, misalnya mobil pribadi, rumah pribadi dan tabungan pribadi, padahal bukannya Islam mendasarkan pada agama sebagai criteria utama dalam memilih pasangan hidup. Mendasarkan diri pada materialisme sama dengan mengkungkung diri kita dengan belenggu. Setiap hari kita hanya dipenuhi pikiran bagaimana mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Kita lupa mengejar dunia seperti meminum air laut, semakin banyak kita meminumnya justru akan semakin haus.
 
3. Selalu bersyukur dan memberi manfaat kepada orang lain
Ciri orang yang bersyukur adalah kala kita merasa dunia ini adalah surga, bagaimanapun keadaan kita. Selalu saja ada alasan untuk tidak bersyukur dengan tidak terbatasnya keinginan kita, namun selalu saja ada alasan untuk bersyukur karena selalu saja ada yang lebih tidak lebih beruntung dari kita. Kharakteristik yang lemah lembut dan menerima segala sesuatu dengan lapang dada dan senang hati adalah ciri penghuni surga. Di surga segala sesuatunya sangat tenang dan teratur, maka orang yang suka mengomel, mengeluh dan tidak bersyukur tidak cocok untuk tinggal disitu. Maka kalau kita ingin tinggal di surga nantinya maka kita harus membiasakan diri untuk mempunyai kharakteristik para penghuni surga, yaitu orang yang berhati lemah lembut dan selalu bersyukur.
 
Selain selalu bersyukur, tingkat kesuksesan seharusnya diukur dari seberapa besar kita bisa memberi manfaat kepada orang lain. Kalau kita kaya, baru bisa disebut sukses, kalau dari kekayaan tersebut kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Kalau kita kaya, namun tidak ada manfaat yang bisa didapat oleh orang lain, atau justru menambah kesulitan bagi orang lain, maka kita tidak bisa disebut sukses.
 
4. Konsisten mengejar cita-cita mulia
Apabila kita melihat kesuksesan diukur dari pencapaian suatu hasil. Maka dengan kurang ajar kita bisa menyebut para nabi sebagai orang yang tidak sukses. Tengoklah Nabi Nuh setelah berdakwah kurang lebih 950 tahun yang dia peroleh adalah 70 orang pengikut. Bahkan beliau tidak bisa mengajak Istri dan Anaknya sendiri untuk menyembah Allah. Begitu juga Nabi Luth yang selalu mengajak umatnya untuk beribadah kepada Allah, namun umatnya justru semakin tenggelam pada perilaku nista cinta sejenis, sehingga Allah meng-azhab Kota Sodom dan Gommorah dengan membenturkan kedua bukit di samping kiri dan kananya, sehingga kedua kota itu tertimbun tanah. Kalau kita hitung-hitung hanya Nabi Sulaeman, Nabi Muhammad dan beberapa Nabi lain yang berhasil mempunyai banyak pengikut, namun apakah kita bisa menyebut Nabi-Nabi lain adalah manusia yang tidak sukses? Tentu saja tidak karena Nabi adalah pilihan Allah dari jutaan manusia, tidak mungkin mereka tidak sukses. Maka kesuksesan bukan diukur dari keberhasilan meraih sesuatu namun dari konsistensi untuk memperjuangkan cita-cita mulia, berhasil atau tidak itu terserah Allah semata.
 
5. Khusnul Khotimah
Khusnul khotimah adalah meninggal dalam keadaan baik atau taqwa, lawannya adalah Su’ul khotimah atau meninggal dalam keadaan tidak baik atau kafir. Menjadi keinginan kita semua bahwa kita mengakhiri hidup dalam keadaan lebih baik dari pada keadaan sebelumnya, karena kita tidak tahu kapan kita mati maka mau tidak mau kita harus selalu menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin.
 
Ustadz Satria Hadi Lubis, MM, MBA dalam penutupnya ustadz mengingatkan agar kita tidak terpedaya oleh cinta dunia, termasuk cinta pada lawan jenis. Kita harus bisa menempatkan cinta pada dunia secara proportional. Dalam Islam hal yang wajib kita cintai adalah Allah SWT, kemudian Rasul, kemudian Jihad, baru setelahnya kita bisa menempatkan orang tua, istri, anak dan lain sebagainya.
 
 

 


                                                                                       
Please visit my blog
For a better picture of me!
----------------------------------------------------------------------------------------


Do you Yahoo!?
Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'
Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke