juga malu mengaku-aku sebagai sastrawan hebat, hehehehe....
gg

--- On Fri, 12/19/08, agung priyo wibowo <udanda...@gmail.com> wrote:

From: agung priyo wibowo <udanda...@gmail.com>
Subject: Re: [ac-i] Tahun Budaya Malu 2009
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Date: Friday, December 19, 2008, 12:24 PM







Untuk Pak Luluk Sumiarso
 
Pengajuan usulan tahun 2009 sebagai Tahun Budaya  berdasarkan hasil Kongres 
Kebudayaan  2008 cukup menarik. Lebih menarik lagi diusulkan tahun 2009 
sebagai: 
 
Tahun Budaya Malu 2009
 
Malu:
 

melakukan pembongkaran bangunan kuno bersejarah,
tak melestarikan  kesenian tradisi,
berbuat korupsi,
melakukan penebangan pohon secara liar,
melakukan penyelewengan hokum,
mengkerdilkan arti pendidikan,
melakukan penyimpangan politik,
mengerdilkan keberagaman
dan lain-lain.
 
 
Sampai kini kata 'budaya' belum menjadi sebuah kata kerja yang tepat di negeri 
ini. Kata budaya selalu disikapi dengan gegap gempita seremonial belaka. Dengan 
menambahkan kata sifat 'malu' menjadi sebuah kata kerja pada tiap individu di 
negeri ini akan mempunyai dampak besar. Adakah keberanian pemerintah dan kita 
semua Indonesia mendukung Tahun Budaya Malu 2009? 
 
Salam takzim,
Agung PW
 
 
 


2008/12/18 agung kurniawan <agungleak2005@ yahoo.com>










saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah contoh bagaimana 
selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak dalam iklim 
parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah kongres kebudayaan 
persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan nasional" yaitu homogenisasi 
pola pikir tidak diangkat. Bahkan dianggap semata-mata persoalan kesenian.
Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara tentang banyak hal, akan 
tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres kebudayaan tentang UU 
pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah satu agama tertentu, dan 
jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan nasional" (negara indonesia 
berdasarkan atas keberagaman) menyisakan pertanyaan besar.

Mengapa ketika kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak ada satu 
rekomendasipun mengenai hal itu? Mengapa justru yang muncul rekomendasi tentang 
tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta tidak bisa memilih mana yang 
urgent dan mana yang tidak?

Kalau itu tak terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan intelektual kampus 
tak lebih dari budak-budak kepentingan orang lain (pemilik modal, teknokrat 
pemerintah, politisi busuk dan lain sebagainya).

Tolong pertanyaan yang terus saya persoalankan dijawab; bagaimana respon resmi 
dari kongres kebudayaan tentang homogenisasi indonesia melalui cara-cara 
pemberlakuan hukum yang bertentangan dengan tujuan dan kepentinga nasional?

kalau itu tidak terjawab mengapa kita harus mendukung tahun kebudayaan 2009?

agung kurniawan 
  
--- On Wed, 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki <elrob...@yahoo. com> wrote:

From: mangoenpoerojo roch basoeki <elrob...@yahoo. com>
Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH
To: "budaya art" <artculture-indonesi a...@yahoogroups. com>
Cc: "artculture-indonesi a moderator" <artculture-indonesi a-ow...@yahoogro 
ups.com>
Date: Wednesday, December 17, 2008, 12:15 AM






Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya tahun kebudayaan" yang 
dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 

1. mari kita akhiri budaya saling menyalahkan dengan menyadari bahwa semua 
kesalahan yang sedang berjalan (berkenaan dengan penyelenggaraan negara) adalah 
SALAH KAPRAH yang membudaya. Siapapun yang memimpin negeri ini akan terjebak 
oleh kesalah-kaprahan itu. Kita ingin perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah, 
diubah menjadi seperti apa, dan dimulai dari mana. 

2. menurut saya, dari segi pola pikir, harus dimulai dari pola "penggunaan ilmu 
pengetahuan" (lihat saran mas profesor bambang hidayat). Ilmu pengetahuan yang 
semakin spesialissasi, hendaknya tidak digunakan untuk memaksakan perilaku 
masyarakat agar melakukan sesuatu sesuai tuntutan spesialis.  IP hendaknya 
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti kemampuan dan 
tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So, dengan IP itu kita harus 
berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya kemampuan masyarakat kita yang tidak 
banyak tuntutan itu. Ilmu manakah yang harus kita gunakan..... (menurut 
pengembaraan saya, antropologi adalah ilmu utama untuk masyarakat kita). 

3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue KIRI VS KANAN, mas Agung), 
kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL. Untuk kita sadari bahwa kita 
sebagai sebuah bangsa yang katanya besar, ternyata tidak punya tujuan (makanya 
sering kita dengar "mau kemana negara ini"). Mari kita baca baik-baik apa kata 
pendiri negara "kenapa kita harus merdeka" di dalam Pembukaan UUD. 

4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional adlah TIDAK PUNYA "KEPENTINGAN 
NASIONAL". Dalam segala kasus, kita dihadapkan pada tarik-menarik kekuatan 
antar sesama. Contohnya, demokrasi dan HAM apakah benar-benar merupakan 
kepentingan nasional. Pemihakan pada pemilik modal dalam kasus krisi global, 
apakah kepentingan nasional? OK, contoh yang tidak berkonotasi politik yaitu 
soal ROKOK. Asap rokok adalah racun kehidupan manusia perokok maupun 
non-perokok ; tetapi industri rokok juga menghidupi jutaan keluarga manusia dan 
negara (pajak). Bagaimanakah negara ini bersikap terhadap rokok, manakah yang 
disebut KEPENTINGAN NASIONAL?

Begitulah sekedar masukan.
salam, robama. 



 














      

Kirim email ke