Budaya    

      Ditulis oleh Administrator     
      Friday, 15 September 2006 


     
            Pengaruh budaya Kerajaan Mataram dan Agama Islam begitu kuat 
terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat Kabupaten Pemalang. Asimilasi dua 
budaya itu melahirkan budaya Pemalang yang tersimpan secara turun temurun.
            Hal ini dapat dilihat pada sikap masyarakat Pemalang melalui 
karya-karya budaya mereka dalam bentuk benda-benda purbakala, upacara-upacara 
adat, tari-tarian dan kesenian, kerajinan tangan dan sebagainya. 
              
            Baritan 
              
                 Baritan atau sedekah laut adalah prosesi melarung Jolen ke 
tengah laut yang dilaksanakan para nelayan sebagai upacara rasa syukur atas 
hasil usaha menangkap ikan di laut. Sedekah laut diselenggarakan tiap tahun 
sekali pada Maulud, setiap Selasa atau Jumat Kliwon.
            Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang 
dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait 
dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil 
menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan 
lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama. 
              
            Krangkeng 
              
                  Kesenian tradisional ini dikenal masyarakat Pemalang sejak 
tiga abad silam. Berawal dari peristiwa penyerbuan Batavia oleh laskar Mataram. 
Pemalang yang saat itu termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar Sultan 
Agung dengan mengirim prajurit-prajurit terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit 
tangguh saat itu ialah melatih para pemuda dengan ilmu kanuragan dan olah 
keprajuritan. Caranya setiap latihan olah kanuragan selalu diiringi musik atau 
tetabuhan.
            Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih 
terus berlangsung, bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian berkembang 
dan diperkaya berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi kekebalan 
tubuh dan ketrampilan akrobatik. Olah kanuragan kini telah beralih fungsi 
menjadi sebuah kegiatan kesenian dan tontonan yang menarik. Inilah cikal bakal 
lahirnya kesenian krangkeng. 
                    
            Sintren 
                    
                 Sintren merupakan kesenian rakyat yang cukup populer di 
wilayah Karesidenan Pekalongan terutama di kalangan masyarakat pantura. 
            Sintren konon berasal dari legenda Sularsih-Sulandono. Sulandono 
adalah putera ari pasangan suami-istri Joko Bahu dan Ratnasari yang menurut 
kisah adalah pendiri Kota Batang, Pekalongan dan wilayah sekitarnya. Sintren 
menggambarkan perjalanan hidup dan kesucian seorang gadis yang diperankan 
seorang gadis belia yang masih suci, belum akil-balik dan tidak pernah terjamah 
tangan lelaki. 
            Pertunjukan sintren diawali tembang yang menarik perhatian para 
penonton yakni "Kukus Gunung". Berikutnya gadis calon sintren yang mengenakan 
pakaian biasa dimasukkan ke dalam kurungan dalam keadaan tangan terikat. 
Setelah si gadis berada dalam kurungan, kemenyan pun dibakar sementara para 
pelantun lagu mengalunkan tembang "Yu Sintren" yang bertujuan memanggil 
kekuatan dari luar. Kekuatan inilah yang nantinya mengganti busana calon 
sintren. 
            Selanjutnya akan tampak sesosok bidadari yang mengenakan pakaian 
kebesaran lengkap dengan kacamata hitam, berdiri anggun lalu 
berienggang-lenggok mengikuti irama gamelan yang dimainkan para penabuh. 
            Pada zaman dulu, selain sebagai sarana hiburan dan ajang komunikasi 
muda-mudi untuk cari jodoh, sintren juga digunakan sebagai mediasi untuk 
meminta turun hujan. Sekarang, sintren pun dipentaskan untuk memeriahkan 
hari-hari besar nasional, acara hajatan atau pun untuk menyambut tamu resmi. 
              
            Jaran Kepang 
              
                 Jaran kepang atau Kuda Lumping adalah jenis kesenian 
tradisional yang umumnya dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kesenian ini 
merupakan jenis permainan yang menyertakan unsur magis karena pada adegan 
tertentu pemainnya memainkan atraksi yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa 
seperti adegan makan pecahan kaca. Dari sejumlah kesenian Jaran Kepang yang ada 
di Jawa Tengah, Pemalang mungkin memiliki beberapa kelebihan berupa inovasi 
seperti adanya adegan cukup unik dimana dua atau tiga orang pemain dijadikan 
manusia setengah robot yang bisa duduk atau berdiri mematung berjam-jam 
lamanya. 
            Kesenian Jaran Kepang biasanya dipentaskan pada acara hajatan, 
upacara hari besar nasional atau pun menyambut kunjungan tamu resmi. 
              
            Kuntulan 
              
                  Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang pada sekitar 
awal abad 20 yaitu pada saat di tanah air banyak muncul pergerakan kebangsaan. 
Tokoh-tokoh masyarakat Pemalang saat itu tak mau ketinggalan ikut dalam kancah 
perjuangan nasional. Dibentuklah perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat. 
Kegiatan bela diri ini ketika itu selalu diiringi rebana dan pukulan bedug 
serta dikumandangkan pula doa-doa salawat Nabi sehingga terkesan sebagai 
kegiatan kesenian dan keagamaan. 

            Setelah kemerdekaan kegiatan ini yang kemudian di -kenalkan dengan 
nama kuntulan tetap berlangsung dan berubah dari alat perjuangan menjadi sarana 
hiburan. Kesenian ini biasanya dipentaskan para acara peringatan hari besar 
nasional, hajatan atau pun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak 
menarik karena memadukan jurus-jurus bela diri yang nampak artistik, 
demonstrasi akrobatik dan keindahan musik rebana dan bedug. 
     


www.pemalangkab.go.id 

Please add my Facebook: 
Radityo Indonesia
Mediacare Indonesia

<<printButton.png>>

Kirim email ke