DARI PEDAGANG
GORENGAN, JADI RELAWAN RUMAH DUNIA, WARTAWAN SEKALIGUS LOPER KORAN BANTEN RAYA
POST, KENAPA TIDAK?

Catatan Harir
Baldan

 

“Alhamdulillah...” itulah kata syukur yang terucap dari
mulut saya usai menggelar rapat evaluasi Pesta Anak Rumah Dunia, Minggu (25/7)
lalu. Ucapan rasa syukur dan terima kasih itu saya haturkan kepada para donatur
Rumah Dunia yang sudah membantu berlangsungnya kegiatan di Rumah Dunia yang
mengusung visi “mencerdaskan dan membentuk generasi baru di Banten” ini.
Alhasil, bantuan tersebut juga dirasakan oleh saya sendiri. Saya adalah Miftah
Udin alias Harir Baldan, salah satu relawan Rumah Dunia. Saya bergbung di Rumah
Dunia tahun 2007. Saat itu saya berjualan gorengan dan sering dating ke Rumah
Dunia untuk membaca tabloid “Bola”.

 

Saya bertemu Gol A Gong dan ditawari bergabung di tabloid “Kaibon”
(sekarang almarhum) sebagai office boy. Saya terima. Lalu Mas Gong menyuruh
saya ikut KelasMenulis pada 2009. Saya disuruhnya menulis tentang laporan 
sepakbola.
Saya juga ditawri Mas Gong jadi
kurir kaset berita ke Banten TV dari relawan Rumah Dunia sejak 2000 – 2010. Sat
itu Mas Gong membentuk divisi film Gong Media Cakrawala. Para relawan Rumah 
Dunia yang tertarik ke
jurnalisme TV menjadi VJ (video jurnalis)-nya.

 

Kemudian saya digembleng Mas Gong sejak awal 2010. Pada Februari 2010, saya 
diajak menemani
Mas Gong terapi di Cipanas, perbatasan Jasinga, Bogor. Mas Gong mengidap
penyakit pengapuran di tulang belakang, dari lumbar hingga ke leher. Mas Gong
harus terapi berenang air panas. Mas Gong mengontrak sebuah rumah di pertigaan
Cipanas, persis di depan pemandian Cipanas. Rumah itu diserahkah ke 
mahasiswa-mahasiswa
yang tergabung di Ikatan Keluarga Mahasiswa Cipanas.

 

Kesempatan itu
tidak saya sia-siakan. Saya
makan dan tidur bareng dengan Mas Gong. Ilmu-ilmu jurnalistiknya saya serap. 
Saya
praktek langsung. Setiap laporan hard news saya langsung dikoreksi Mas
Gong. Awalnya saya hendak menyerah,
tak kuat dengan cara Mas Gong menggembleng saya. Tapi, Mas Gong
terus  membimbing saya, hingga muncul rsa
percaya diri saya. Jika mental kita
tidak kuat, pasti akna runtuh saat dikritik Mas Gong. Terasa pedas kritikannya,
tapi selalu memberi jawabannya. Inilah yang disebut kritik membangun.

 

Pada April 2010,
saya ditinggal sendirian di Cipanas oleh Mas Gong. ”Kamu hijrah, ya!” kata Mas
Gong. ”Ini motor inventaris Rumah Dunia dari para donatur dan kamera dari saya.
Manfaatkan untuk pekerjaan kamu sebagai wartawan Banten Raya Post. Rawaty, agar
para donatur mengalir pahalanya.” 

 

Seperti mimpi. Saya
jadi wartawan. Mas Gong memberi amanah kepada saya untuk menulis berita tentang
Cipanas di Banten Raya Post. Namanya ”Pojok Cipanas”. Pesan lain dari Mas Gong,
saya harus seperti agen minyak. ”Jika kita datang ke gaen minyak, beli
minyaknya, pasti ada. Nah, sekarang kamu jadi ’agen perubahan’ di Cipanas. Mka,
ktika orang-orang kampung Cipanas datang beli ’perubahan’, kamu harus sediakan.”

 

Maka terhitung
Februari 2010 hingga sekarang, saya menggunakan motor inventaris Rumah Dunia
(yang kreditannya didanai oleh para donatur) sebagai sarana untuk mencari
berita di Cipanas dan kamera dari Mas Gong. Saya betul-betul dibantu Rumah
Dunia. ”Kamu harus mendoakan para donatur Rumah Dunia, karena berkat mrekalah
kamu bisa meningkatkan kualitas hidup,” Mas Gong setiap saat selalu
mengingatkan itu.

 

Ya, seperti
mimpi. Dari pedagang gorengan menjadi wartawan. Dari nama ”Miftah Udin” ke 
”Harir
Baldan”. Keberadaan saya di Cipanas, Lebak, Banten adalah buah dari rekomendasi
Mas Gol A Gong, pendiri Rumah Dunia untuk menjadikan saya sebagai agen
reportase harian Banten Raya Post (Baraya Post) di wilayah Kecamatan Cipanas. 
Saya
malah disarankan untuk menetap di Cipanas. ”Cari perempuan di Cipanas untuk
dijadikan istri,” kata Mas Gong. ”Kamu jangan ke Serang, saingannya terlalu
berat!”

 

Selain itu, saya
juga diamanatkan untuk melakukan pendampingan terhadap teman-teman Ikatan
Keluarga Mahasiswa Cipanas (IKMC). IKMC sudah mendirikan TBM Kosala Library
yang berakronim Komunitas Sastra Lebak di rumah yang Mas Gong kontrak. Taman
Bacaan Masyarakat Kosala Library diresmikan oleh Wabup Amir Hamzah pada 27
Februari 2010. Mas Gong yang saat itu terpilih jadi Ketua Forum Taman Bacaan
Masyarakat Indonesia di Yogya memulai program ’gempa literasi” di Kosala
Library. Nama Cipanas mulai menggaung kemana-mana. 

 

Beberapa kegiatan
Rumah Dunia juga diadopsi oleh TBM Kosala Library, seperti kelas menulis Gol A
Gong, diskusi 2 mingguan IKMC yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, wisata
gambar, wisata dongeng, dan wisata baca dan berita seputar Pojok Cipanas di
Baraya Post yang hadir setiap Senin, Rabu, dan Jum’at. 



Keberadaan kolom Pojok Cipanas di Baraya Post merupakan relasi solid Mas Gong
dengan pihak Baraya Post. Mas Gong bermaksud untuk memandirikan rekan-rekan
IKMC dalam mencari dana operasional untuk menjalankan program kerjanya. Sebagai
barternya IKMC mencari pelanggan untuk koran Baraya Post sebanyak mungkin. Dari
sana saya juga dapat insentif sebesar Rp. 300 ribu/bulan. Bulan Juli ini
pelanggan Barayapost sebanyak 41 orang. 



Dalam sirkulasi atau penyebaran Baraya Post IKMC memperkerjakan jasa loper
koran. Upah loper setiap bulannya Rp. 500 ribu. Mengapa upah loper intensifnya
besar, lantaran tugas loper setiap hari dan jaraknya pun terbilang cukup jauh,
bahkan ada satu pelanggan yang berada di kaki gunung Panggo, Luhur Jaya,
Cipanas. 



Sejak berita-berita Cipanas menghiasi Koran Baraya Post, yang menjadi loper
koran adalah rekan-rekan dari IKMC: Ahmad Nurjani alis Obet dan Cucu Nuryadin. 
Tapi, mereka hanya bertahan selama dua
bulan saja. Alasan mereka berhenti menjadi loper lantaran ingin fokus kuliah. 
Untuk
sementara ini, posisi loper kosong. 

 

Sekarang IKMC
sedang mencari pengganti loper baru, yang mau bekerja keras, jujur, dan amanah.
Tapi, Mas Gong menyarankan saya agar menggantikan posisi loper itu. Katanya,
bila saya yang mengisi posisi itu kemungkinan motor inventaris yang sedang saya
pakai, tidak akan ditarik lagi ke Rumah Dunia. Sebab, kata Mas Gong, jika saya
menjadi loper, honornya bisa untuk menyicil kreditan motor Rumah Dunia (nopol A
6274 BD) sebesar Rp 450 ribu/bulan berikut cicilan DP Rp 5 juta dan tunggakan 7
bulan sebelumnya. Setelah saya pikir-pikir, kenapa tidak dicoba? Menjadi loper
sekaligus mencari berita, kenapa tidak?  Subhanallah, saya punya motor  
sendiri? Saya tidak percaya. Ini anugrah
terindah!



Saya pun menyangupi tawaran dan tantangan dari Mas Gong ini. Meski biaya
pelunasannya mencapai 36 bulan atau 3 tahun. Saya siap mencoba menjalankan dua 
amanah
ini dengan baik. Saya pun akan selalu mengingat pesan dari Mas Gong, yang
mengatakan, ”Jangan jadikan kreditan motor dan ngeloper ini menjadi beban kamu.
Tapi, jadikan itu sebuah pengalaman untuk peningkatan kemandirian dan
tantangan!” Kata Mas Gong lagi, “Yang terpenting tingkatkan kualitas menulismu,
karena saya sudah merekomendasikan kamu ke Baraya Post tahun depan.” 

 

Ya, Allah! Andai
saya jadi wartawan betulan! Karena sekarang saya masih magang. Saya bersyukur
dan senang mendengar ucapan Mas Gong ini. Sekali lagi, terima kasih para
donatur Rumah Dunia, insya Allah, rezekinya melimpah-ruah, karena membuat orang
lain seperti saya merasakan manfaatnya! Terima kasih Banten Raya Post! Juga Mas 
Gong serta keluarga besar
Rumah Dunia. (*)

 



 



  






      

Kirim email ke