fyi.... mudah2an bermanfaat.
  buat yang mo weekend.... Have a nice holiday. 
   
   
  Riya Menjelma Syirik
   
   
  Riya adalah sifat tercela, ia sangat membahayakan perjalanan seorang salik 
(pejalan menuju Allah), karena bisa memberangus nilai ibadahnya. Bahkan riya 
dikatagorikan syirik khafi (tersembunyi).
   
              Hasrat mendapatkan sesuatu dari makhluk, sebagai wujud riya yang 
dapat mengotori niat ibadah seseorang. Riya juga dapat membuat seseorang jadi 
munafik bahkan menjadi musyrik. Karena itu berhati-hatilah dengan sifat riya 
yang sangat membahayakan.
   
   “Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah 
mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliE (An Nisaa': 142)
   
  Bahaya riya
   
              Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan 
keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang. Sifat 
riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan asap yang memenuhi jiwa dan 
mengalir kesegenap pembuluh darah, dampaknya dapat menutup pandangan akal dan 
iman seseorang. Bila sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka 
sudah dapat dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik. Sabda 
Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi.
   
  “Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena sessungguhnya riya itu adalah 
menyekutukan (syirik) kepada AllahE
   
              Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan ibadah, 
karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan pangkal dari murni 
tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang tidak mencerminkan kemurnian 
(keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya 
untuk berbuat ibadah, kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni). 
Sesungguhnya setiap amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi 
lahiriahnya, melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas.
              Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan 
nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah segala amal 
ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah. Mengapa masih mengharap 
sesuatu selain Allah. 
   
  “Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti batu licin yang 
diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, Allah menjadikan 
dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )
   
              Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah 
setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti 
terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap perbuatan yang tercela, 
walau berusaha mencari pujian dan sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah 
pasti, Allah tidak menerima amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat 
Yang Suci. Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah memakai 
busana yang suci lahir dan batin. 
              Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti 
popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan dan tidak 
peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya. 
              Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimaduE(didua-kan). Allah 
adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba yang 
menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai riya, berarti telah 
menyekutukan Allah alias syirik. 
   
  Riya dalam Shalat
   
              Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi 
mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan harapan 
dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau mendirikan shalat 
karena ingin dikenang sebagai orang yang mendekatkan diri kepada Allah 
(taqarrub). 
              Seseorang tidak akan mengetahui  riya yang tumbuh pada jiwa orang 
lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup dalam diri setiap 
manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri orang yang bersifat riya.
              Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari 
awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu' dan tidak 
bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan murni karena 
panggilan Allah.
              Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan riya. 
Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan pandangan dan 
bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang mengotori niat shalatnya dan 
melalaikan seruan Rasulullah saw.
   
  ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas 
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri 
dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan 
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142).
   
  Rasulullah saw. bersabda :
   “Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat manusia dan 
menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah penghinaan terhadap Tuhannya 
(Allah)E (HR. At Thabrani dan Al Baihaqi)
   
  Riya saat zakat
   
              Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat 
tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah yang 
ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan sedekah baginya, 
kecuali hasrat dipuji dan disanjung. 
              Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai 
kata-kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta, zakat 
infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang dari ketetapkan 
syari'at Islam.
              Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk 
golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bahkan mereka 
termasuk golongan orang  yang merugi. Karena mereka telah mengambil setan-setan 
dari jenis manusia sebagai temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman 
bagi manusia.
   
   “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya 
kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari 
kemudian. Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu 
adalah teman yang seburuk-buruknyaE (An Nisaa': 38).
   
  Riya saat ibadah
   
   “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya 
dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi 
(orang) dari  jalan  AllahE  Dan  (ilmu)  Allah meliputi apa yang mereka 
kerjakan. (Al Anfaal: 47).
   
              Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan 
ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya akan dapat 
hasilnya sesuai dengan niatannya.
   
  Sebagaimana Nabi saw bersabda:
   “Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari popularitas), maka 
Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa yang beramal karena ingin dilihat 
(mencari puji dan penghormatan), maka Allah akan memperlihatkannya.E (HR. 
Muslim bersumber dari Ibnu ’Abbas. ra.)
   “Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan mendapatkan apa yang 
diniatkan". (HR. Bukhari bersumber dari Umar bin Khaththab ra.)
   
              Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan 
dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di lingkungan santri, 
dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama besar dan terhormat yang disegani 
masyarakat. Bukan bercita-cita menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi 
cenderung menginginkan kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat.
              Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan 
lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di setiap 
desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk mempercepat zikir 
bahkan menuntut keistimewaan atau “karomahE  Bagi ahli zikir, tak ada hijab 
yang menjelma syirik, kecuali riya'. Karena itu ikhlaskan niat agar benar-benar 
bersih dari noda syirik. 
   
   “Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu barangsiapa yang 
mengamalkan suatu amalan, lalu dia menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan 
selain-Ku, maka Aku tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis 
Riwayat Muslim. Dari Abu Hurairah ra). 
   
  Penawar sifat riya
   
              Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang 
bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang bersifat duniawi 
maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan bagi orang yang sedang menuju 
Allah.
   
  ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan 
memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya 
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama 
yang lurus" (Al Bayyinah: 5).
              Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas 
diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan cara 
senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan.
   
  ”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya 
dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi 
(orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka 
kerjakan.E(Al Anfaal: 47).
   
              Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan 
dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang yang memiliki 
kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang  baik yang menyadari 
bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan menerima pujian dari setiap makhluk. 
Hanya Dia-lah Dzat yang patut dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di 
dalam hati dan sulit dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan 
niat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. 
              Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran Tuhannya 
di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-amalan yang baik (shaleh) 
dengan memurnikan akidahnya dalam beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan 
sesuatu apapun. Allah adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada 
hamba-hamba-Nya yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang 
diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati 
tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.
   
   "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni 
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. 
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang 
besar." (An Nisaa': 48)
   
   
  Kalam Hikmah :
   
  1.        Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan 
itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang.
  2.      Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma 
jadi syirik.
  3.      Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah 
setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti 
terpuji dan tersanjung.
  4.      Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan 
susah payah.
   
   
  Dikutip dari Majalah "KASYAF"
  KASYAF adalah majalah Kajian Tauhid dan Hakikat yang terbit setiap dua bulan 
sekali. 
  Saat ini sedang beredar Edisi 5 yang mengangkat tema
  "HIJRAH MENGGAPAI MA’RIFATULLAHE  
  Akan beredar KASYAF Edisi 6 dengan mengusung TEMA :
  "CAHAYA MUHAMMAD SAWE  
  KASYAF dapat diperoleh di toko buku atau lapak-lapak koran terdekat atau 
dapat langsung menghubungi Bagian Marketing/Sirkulasi (Sdr. Ahmad Rivai) Telp 
(021)87710094 atau kunjungi websitenya : www.akmaliah.com dan [EMAIL PROTECTED]
   
   
   





===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke