~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hot Spot: Kamis, 20 Oktober 2005

radio68h.com
[Wawancara]

"JI Punya 500 Calon Pengebom"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kepala Kepolisian Sulawesi Selatan Irjen (Pol) Drs Saleh Saaf, Selasa 
(18/10), menyebut ada 30 orang calon pengebom bersembunyi di wilayahnya. 
Mereka merupakan jaringan komplotan pengebom Jimbaran dan Kuta 1 Oktober. 
Orang-orang itu siap meledakkan diri dengan bom yang dibawa pada tubuhnya. 
Aksi yang sering disebut bom bunuh diri.

Juru Bicara Darul Islam, Al Chaidar, sempat menyebut sesungguhnya ada 400 
hingga 500 orang di Indonesia yang bersiap melakukan aksi seperti di Bali 
(2002), JW Marriott (2003), Kedubes Australia di Jakarta (2004) dan Bali 
(2005). Keterangan itu sempat disiarkan dalam Saga (program narasi tentang 
nama, peristiwa dan pengalaman manusia). Acara Sarapan Pagi (Rabu, 19/10) 
lantas mewawancarai kembali Al Chaidar. Wawancara dilakukan Alif Imam dari 
studio 68H:

Alif Imam (AI): Angka 30 yang di Sulawesi Selatan (seperti disebut Kapolda) 
itu berarti kecil ya, bila menyimak pernyataan Anda kemarin (dalam program 
Saga) bahwa masih ada sekitar 400-an?

Al Chaidar (AC): Itu di Sektor 3, saya kira.

AI: Sulawesi Selatan Sektor 3, maksudnya?

AC: Ya.

AI: Sektor 1, 2-nya?

AC: Sumatera dan Jawa.

AI: Pengertian sektor ini basis atau sasaran?

AC: Ini merupakan re-organisasi terbaru dari strategi Jamaah Islamiyah.

AI: Jadi kalau tadinya disebut mantiqi dan waqalah, kalau sekarang 
sektor-sektor?

AC: Ya.

AI: Di Indonesia ada berapa sektor ?

AC: Di Indonesia ada lima.

AI: Itu minus Sabah dan Filipina?

AC: Ya, sekarang lebih konsentrasi ke domestik Indonesia

AI: Apa gerangan yang membuat perubahan ini ?

AC: Perubahan itu biasanya bersifat sangat situasional dan lebih mudah 
terjadi karena, misalnya, kondisi di lapangan yang mengharuskan mereka untuk 
berubah. Dan kita tahu bahwa organisasi ini lebih adaptif dari organisasi 
militer manapun.

AI: Tapi Amir-nya --atau yang disebut-sebut sebagai Amir Jamaah Islamiyah 
(Abu Bakar Baasyir)-- sedang berada di penjara. Bagaimana keputusan ini bisa 
diambil?

AC: Sebenarnya ada proses otomatisasi dari keputusan-keputusan jika terjadi 
keadaan-keadaan darurat tertentu. Kita jangan memandang bahwa seorang 
pemimpin dapat memberi komando secara reguler ataupun secara agak mendadak. 
Kalau dalam sistem organisasi yang bersifat gerilya atau teroris, mereka 
mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya sudah syar'i. Syar'i disini 
adalah bahwa -misalnya-- ketika pemimpinnya ditangkap ataupun ketika 
pemimpinnya meninggal, dengan cepat terjadi proses peralihan ke 
pemimpin-pemimpin lain yang sifatnya darurat atau alternatif.

AI: Kalau demikian siapa pemimpin tertinggi Jamaah Islamiyah saat ini ?

AC: Pemimpin tertinggi untuk Jamaah Islamiyah bisa jadi antara dua (nama). 
Antara Abu Fatih dan Zulkarnaen.(Zulkarnaen atau Aris Sumarsono -red)

AI: Abu Fatih yang diduga terlibat bom Marriot dan kini ada di Sumatera? Dan 
Zukarnaen yang disebut-sebut sebagai Panglima laskar militer Jamaah 
Islamiyah?

AC: Ya. Yang pada tahun 2002-2003 menurut pihak berwenang katanya sudah 
meninggal.

AI: Tapi keduanya disebut-sebut berbeda pandangan dalam aksi jihad di 
Indonesia?

AC: Ya berbeda pandangan.

AI: Apakah keduanya memimpin masing-masing faksi JI, atau dalam soal 
keamiran ini, salah satunya lebih dihormati ketimbang yang lain? Misalnya 
mungkin Abu Fatih menegasikan Zulkarnaen.

AC: Mungkin kalau 'menegasikan' terlalu kasar bahasanya. Tapi, dalam 
pengertian bahwa ada beberapa karakterisktik yang membedakan cara-cara 
bertindak mereka. Kalau Zukarnaen itu lebih konservatif dan lebih 
konvensional cara-caranya. Sedangkan Abu Fatih dan Imam Samudra sebagaimana 
pernah berdialog dengan saya ketika di Malaysia, mereka lebih ilmiah dan 
lebih yakin dengan cara-cara yang disebut dengan perfect crime.
Perfect crime yang mereka maksudkan adalah mata manusia itu mudah dikelabui 
dan kita bisa terus menerus belajar dari kesalahan-kesalahan aksi yang 
sebelumnya. Jadi saya melihat bahwa ternyata aksi bom Bali I, misalnya, 
mereka menggunakan kendaraan. Kendaraan itu mudah diidentifikasi dan dirunut 
dan kemudian diketahui siapa pelakunya. Mereka kemudian mengubah strategi 
dan sebagainya. Nah sekarang yang bom bali II bisa dilihat dari wajah yang 
masih utuh.
Mungkin bisa jadi nanti bom Bali jilid III ataupun jilid IV, mereka akan 
meledakkannya langsung sambil menghilangkan sidik jari ataupun wajah. Bomnya 
bisa jadi diledakkan di depan dan sebagainya.
Jadi mereka terus menerus melakukan improvisasi sehinggak bisa mengelabui 
mata manusia. Dan mereka yakin, sebenarnya secara teoritis kejahatan itu 
memang benar --seperti yang tertulis di Al Quran-- memang benar tidak bisa 
disembunyikan dari mata Tuhan. Tapi bisa disembunyikan dari mata manusia.

AI: Anda mengindikasikan mungkin ada bom berikutnya. Ini berarti tersangkut 
dengan siapnya beberapa orang, anda sebut kemarin ada 400-an sampai 500-an
orang?

AC: Itu dari satu faksi saja. Yaitu faksinya Zulkarnaen.

AI: Faksinya Abu Fatih bagaimana ?

AC: Faksi Abu Fatih mungkin sekitar 100 atau 200 orang

AI: Besar sekali kalau ditotal. Artinya Abu Fatih juga termasuk orang yang 
merestui berbagai aksi atau mengambil jalan yang sama. Maka perbedaan dengan 
Zukarnaen letaknya dimana?

AC: Setahu saya kalau Zukarnaen tidak peduli apakah bisa diidentifikasikan 
ataupun bisa diikuti. Yang penting bahwa aksi tersebut sudah selesai, 
paripurna. Kalaupun ada yang tertangkap ataupun ada yang terpegang itu sudah 
nggak menjadi persoalan. Karena baginya itu sudah merupakan janji Tuhan 
bahwa jika tertangkap atau dikejar-kejar atau kemudian dibunuh itu nggak 
jadi soal. Dan paling banter khan terbunuh. Makanya mereka juga melakukan 
aksi-aksi yang sifatnya 'syahid' itu berimplikasi pada terbunuhnya berapa 
orang, termasuk pelaku bom sendiri. Dan mereka tidak menyebutnya sebagai bom 
bunuh diri karena itu adalah bom syahid. Kalau bom bunuh diri tujuannya 
untuk membunuh diri sendiri. Kalau bom syahid adalah bom untuk membunuh 
orang lain yang dianggap wakil ataupun representasi dari penduduk suatu 
negara yang dianggap syaitan ataupun musuh. Dan konsekuensi dirinya ikut 
terbunuh.

AI: Basis dari calon-calon "martir" itu mungkin bisa diketahui?

AC: Sebenarnya bisa diketahui kalau kita cukup rajin mengikuti perkembangan 
mereka. Tidak begitu susah, kok. Dan mereka tidak menggunakan teknologi yang 
terlalu canggih.

AI: Artinya dimana saja Abu Fatih dan Zulkarnaen siap sedia bisa memanggil 
orang-orang itu. Apakah mereka memang berbasis di pesantren seperti disebut 
(Wapres) Jusuf Kalla hari Sabtu (15/10) kemarin. (Pada saat berbuka puasa 
dengan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam/HMI, Jusuf Kalla menyatakan 
akan mengawasi pesantren-pesantren untuk menangani terorisme-red) Atau 
justru mereka bukan orang-orang yang pernah punya pendidikan pesantren?

AC: Ya. Itu salah satu kesalahan umum, common error, dari pejabat 
pemerintah. Tapi nggak apa-apa. Karena memang dunia terorisme ini adalah 
dunia bawah tanah. Mereka tidak tahu sama sekali. Karena ini adalah dunia 
yang terpisah sama sekali. Dunia kaum teror dengan dunia kaum duniawan yaitu 
orang-orang pemerintah, pejabat, para koruptor-koruptor yang mulia, dan 
sebagainya. Itu dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia para teroris 
yang sangat agamis, sangat ukhrowi, sangat "akhirati".

AI: Tapi ketika keduanya beraksi baik para koruptor dan teroris sama-sama 
publik umum (awam) yang menjadi korban.

AC: Ya mereka yang menjadi korban. Itu yang kita sayangkan, memang.

AI: Berarti di mana mereka?

AC: Ya posisi-posisinyanya seperti yang sudah pernah saya sebutkan (dalam 
program Saga-red) bahwa mereka ada di berbagai lokasi yang sebenarnya di 
luar pesantren. Pesantren itu hanyalah basis-basis awal. Misalnya kita punya 
rumah, ya rumah itu kita pakai. Tapi kalau kemudian rumah itu menjadi tidak 
aman lagi, tidak akan dipakai lagi. Jadi, pesantren itu justru sangat jarang 
dipakai. Indoktrinasi lebih banyak berlangsung di tempat-tempat 
non-pesantren. Dan di dalam ajaran Islam pun sebagaimana mereka pahami, 
proses transformasi keilmuwan dan keimanan itu terjadi di rumah "Arqam bin 
Abil Arqam" (Nabi Muhammad SAW sering menyelenggarakan pengajian di rumah 
milik seorang kaya raya di Mekkah di dekat kaki Bukit Syafaa, Arqam bin Abil 
Arqam. Dari sini muncul istilah Darul Arqam - red). Artinya sistem Arqamiyah 
ini yang lebih membuat mereka tertarik untuk melakukan kegiatan-kegiatan 
transformasi ilmu dan transformasi keyakinan terorisme.

AI: Mereka bisa jadi sekarang masih berlatih di beberapa tempat yang sering 
disebut. Mungkin di Mindanao dan tempat lain?

AC: Mindanao justru menjadi tidak lebih aman dari Indonesia. Malah Indonesia 
yang sangat aman karena kondisi-kondisi seperti luasnya wilayah, sistem 
keamanan yang rapuh, pejabat yang korup, dan sebagainya. Itu merupakan lahan 
yang sangat empuk untuk berimprovisasi, untuk bermain di sini ketimbang di 
wilayah lain. Mungkin Mindanao juga masih jadi salah satu wilayah alternatif 
karena kondisi sosial politik dan budaya birokrasinya relatif hampir sama 
dengan Indonesia. Tapi di Malaysia mereka sudah sulit bermain, Singapura 
juga sudah sulit karena memakai sistem-sistem yang lebih ketat yang lebih 
mirip barat. Dan ruang itu menjadi tidak nyaman untuk bermain lagi. Kalau di 
Thailand Selatan mungkin masih.

AI: Kalau dulu ada Afghanistan, ada Chechnya, ada Kosovo, termasuk Mindaao 
sebagai tempat favorit jihad. Apakah Thailand Selatan menjadi tempat favorit 
baru untuk berjihad?

AC: Ya, kelihatannya akan terjadi peralihan dari Afghanistan, Chechnya, 
Tajikistan dan wilayah-wilayah lain. Sebenarnya sudah diproklamirkan oleh 
beberapa eksponen Jamaah Islamiyah dan Darul Islam di Malaysia pada tahun 
2003 yang menyatakan bahwa Indonesia akan dijadikan hostile area ataupun 
wilayah perang.

AI: Kalau mengawasi pesantren salah, barangkali ada saran untuk mencegah 
aksi-aksi selanjutnya? Pemerintah seharusnya mengawasi A, mengawasi B dan 
seterusnya, yang mana?

AC: Saya kira ini agak sulit memang melawan terorisme. Karena dunia mereka 
adalah dunia fatalisme. Tapi satu hal yang harus diperhatikan bahwa mereka 
adalah orang yang sangat komit dengan perjanjian. Dan mereka adalah orang 
yang sebenarnya bukan sulit dikomunikasikan. Memang banyak aksi-aksi mereka 
tidak terkomunikasikan. Tapi bisa sebenarnya kalau kita mau serius untuk 
mendekati mereka dengan banyak cara itu, akhirnya akan mudah untuk 
berkomunikasi dan berhubungan dengan mereka dan kemudian mengikat mereka 
dengan sejumlah perjanjian- perjanjian yang sudah pasti tidak akan satupun 
mereka langgar. Dan lebih banyak pihak yang lain bahkan yang melanggar isi 
perjanjian itu.

AI: Anda menganjurkan semacam nota kesepahaman seperti yang dibuat Jakarta 
dan Aceh?

AC: Ya apa salahnya walaupun pihak Amerika mengatakan tidak ada kompromi 
dengan teroris. Kita jangan ambil jalan seperti Amerika. Karena itu common 
error yang lain, bahkan yang lebih parah.

AI: Kalaupun iya, kira-kira apa yang kemungkinan yang dituntut. Suatu 
wilayah untuk didirikan semacam qaidah aminah, tempat di mana syariat Islam 
diberlakukan?

AC: Qaidah Aminah itu sendiri sebenarnya bukan pemberian dari suatu 
pemerintah. Misalnya seperti diberikannya Aceh sebagai qaidah aminah. Mereka 
tidak menganggap Aceh sebagai qaidah aminah. Dan bagi mereka perubahan 
sistem itu jauh lebih besar dan mungkin juga tuntutan mereka juga terlalu 
besar dan terlalu tidak irasional bagi kaum duniawi di tingkat pemerintahan. 
Misalnya mereka menginginkan terjadinya dekrit ke arah negara Islam ataupun 
penerapan syariat Islam secara keseluruhan atau secara nasional. Tapi yang 
paling penting bagaimana mengetahui dan melihat secara langsung keinginan 
dan maksud hati dari mereka sendiri. Jadi kita juga nggak bisa 
memperkira-kirakan apa keinginan mereka. Tapi secara umum kira-kira 
keinginan mereka ya seperti itu. Tapi juga bisa dinegosiasikan. Kalau itu 
terlalu besar, apa yang kecilnya, dan apa yang mediumnya.

AI: Apa memang ada indikasi bahwa mereka menuju ke arah sana? Artinya mau 
menegosiasikan tuntutan-tuntutannya?

AC: Bahkan sebelum bom Bali pertama banyak pihak yang kemudian pernah saya 
temui --termasuk beberapa orang di antara mereka yang belum ketemu kemudian 
disebut terlibat dalam kasus bom Bali satu-- sudah mendiskusikan hal ini 
secara serius. Ketika saya pernah menggulirkan ide tentang perjanjian 
Hudaibiyah. Yang kemudian banyak dilecehkan oleh berbagai pihak terutama 
dari pihak pemerintah dan pihak pers. Tapi nggak apa-apa. Ini kan ide masa 
depan, jadi tidak dipahami oleh telinga-telinga masa sekarang.

AI: Kembali ke soal 30 calon pengebom. Anda sebut itu hanya di Sektor 3. 
Siapa pimpinan sektor itu?

AC: Saya sendiri masih meraba-raba, atau diplomatisnya mungkin saya tidak 
bisa menyebutkan karena agak sensitif. Mungkin juga siaran ini didengar oleh 
mereka. Karena mereka lumayan well informed juga ya. Saya kira untuk etisnya 
tidak kita sebutkan saja.

AI: Tapi mungkin mereka adalah tokoh dari salah satu elemen KPPSI (Komite 
Persiapan Penegakkan Syariat Islam) di Sulawsei Selatan, misalnya?

AC: Waduh saya juga tidak bisa menyebutkan apakah ada hubungan organisatoris 
dan hubungan administratif yang langsung dari KPPSI ataupun KOMPAK (Komite 
Penanggulanangan Krisis, lembaga yang didirikan Dewan Dakwah Islamiyah 
Indonesia untuk menggalang milisi-milisi ke Ambon dan Poso -red). Karena 
kadang-kadang untuk menyebutkan koneksinya tidak begitu signifikan.

AI: Kenapa? Bukankah hubungan antar oganisasi atau kekerabatan menjadi ciri?

AC: Iya. Tapi saya lebih menaruh perhatian pada lembaga-lembaga tradisional 
mereka sendiri. Yaitu ikatan-ikatan yang sifatnya sangat kekeluargaan-lah, 
begitu. []
http://www.radio68h.com/wawancara.php?id=11

*************************************************************************************************
Satu tangan tak kuasa menjebol 'penjara ketidakadilan'.
Dua tangan tak mampu merobohkannya.
Tapi bila satu dan dua dan tiga dan seratus dan seribu tangan bersatu,
kita akan berkata, "Kami mampu!"

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
*************************************************************************************************
Redaksi Eskol-Net menerima informasi/tulisan/artikel yang relevan.
Setiap informasi/tulisan/artikel yang masuk akan diseleksi dan di edit 
seperlunya.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan masukan harap 
menghubungi
Redaksi Eskol-Net <eskol@mitra.net.id>
*************************************************************************************************
 

Kirim email ke