Pan sudah ada istilah "malu ama tetangga." Karena singkong lebih murah, banyak 
orang yang malu menjadikannya sebagai makanan pokok. Ada juga memang orang yang 
berperut "kampung" yang walaupun sudah dijejali banyak makanan, sebelum tidur 
(habis begadang) manusia yang berperut sejenis ini harus juga mencari makanan 
yang mengandung nasi.

Singkong itu, apalagi yang masir (gembur) jauh lebih nikmat daripada nasi. 
Singkong gembur akan mampu saya habiskan hingga kenyang sekenyang-kenyangnya 
hanya dengan berlauk tunggal: cengek (cabai rawit). Saya sering makan nasi jika 
kebon singkok yang ada di seberang rumah saya sedang panen. 

Beras yang sama dengan terigu itu dipopulerkan di Indonesia hanya karena ingin 
meraup untung dalam perdangan keduanya. Betapa tidak masuk akalnya Pemerintah 
membebaskan impor terigu yang menjadikan Indonesia sebagai produsen mi terbesar 
di dunia. Tentu karena, apalagi dulu, terigu itu membaca kenikmatan yang aduhai 
buat mereka yang terlibat dalam perdangannya. 

Kasihan, tetapi memang "sate, soto / mate na oto."

Salam,

Zul
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Lasma siregar <las032...@...> 
wrote:
>
> Makan singkong (ubi kayu) saat kelaparan?
> 
> Saat ini kata media lagi ada bala kelaparan di pulau Flores, NTT!
> Perlu bantuan beras karena panen gagal!
> 
> Mengapa hanya makan nasi (beras) kalau umpamanya lebih mudah dan
> lebih murah menanam (membeli) singkong?
> Bagaimana dengan jagung atau sagu dkk?
> 
> Karena sudah terbiasa makan nasi rasanya belum makan yang benar
> kalau belum makan nasi!
> 
> Seharusnya kan tak ada beras, ya makan singkong, keladi, jagung,
> sagu, apa sajalah yang ada di sekitar?
> Bukankah begitu Pak/Bu?
> 
> Sayangnya para pejabat yang suka menganjurkan rakyat makan singkong
> umumnya makan nasi (mampu beli beras)!
> 
> Dan mental diri kita masih saja mengatakan "makan singkong ini agak
> memalukan" (tak tahu mengapa harus begitu)....
> 
> Salam
> Las
>


Kirim email ke