Bagian II Infotainment Pada 5-8 Juli KPI mengadakan Rakornas di Bandung. Rakornas merupakan rapat tahunan KPI Pusat dengan 28 KPI Daerah (KPID), untuk menghasilkan rekomendasi yang harus dijalankan KPI kedepan. Khusus untuk isi siaran rekomendasi merevisi P3SPS untuk tayangan anak,iklan,redefinisi infotainment dan reality show serta prosedur pemberian sanksi denda. Menurut KPID rekomendasi mengenai infotainment sudah dikeluarkan sejak tahun lalu artinya ketika masih komisioner periode 2007-2010. Namun belum ada aksi nyata hingga komisioner 2010-2013 terpilih. Usai Rakornas ,KPI membuat jumpa pers mengenai keseluruhan rekomendasi dari 3 bidang yaitu, bidang kelembagaan,bidang infrastruktur dan bidang isi siaran. Kemudian para jurnalis yang hadir fokus kepada isu redefinisi infotainment. Dalam acara tersebut melalui Dadang Rahmat Hidayat, Ketua KPI, Nina Mutmainnah, Wakil Ketua KPI, Judhariksawan, Ketua Rakornas dan saya, menjelaskan bahwa setelah rekomendasi akan dibentuk tim untuk melakukan kajian dan analisa sebelum ada revisi. Kami juga menjelaskan bahwa untuk melakukan kajian dan analisa sesuai dengan aturan kami akan mengundang pemangku kepentingan seperti lembaga penyiaran, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan masukan. Khusus infotainment untuk saat sekarang masuk dalam tayangan faktual di P3SPS artinya disamakan dengan berita,dokumenter dst artinya lagi masuk dalam keluarga jurnalistik. Bila berdasarkan kajian dan analisa masuk dalam non faktual berarti merupakan tayangan non jurnalistik disamakan dengan sinetron, iklan,dll,yang harus melalui lembaga sensor film (LSF). Namun, KPI belum memutuskan apapun karena harus mendapatkan masukan dari berbagai pihak juga bila dimasukkan dalam tayangan non faktual KPI akan duduk bersama dengan LSF membicarakan masalah tersebut. Bahkan,KPImenjelaskan kemungkinan merevisi seluruh p3SPS karena masih multi tafsir mengenai faktual dan non faktual. Kewenangan KPI Rakornas berakhir hari Kamis dan mulai Sabtu pagi saya dan beberapa komisioner menerima sms dari Wina Armada,anggota Dewan Pers bahwa KPI tidak mempunyai Wewenang untuk memberikan sanksi apapun karena sudah ada keputusan MK pada 2003. Memang setelah UU Penyiaran diketuk palu pada 2002 beberapa organisasi seperti ATVSI,IJTI,Persatuan Sulih Suara, mengajukan judicial review dimana salah satu keputusannya membatalkan anak Kalimat pada pasal 55 (3)…KPI Bersama pemerintah dalam membuat PP untuk pembuatan tata cara pemberian sanksi dihapuskan kata KPI bersama sehingga hanya pemerintah yang melakukannya . Jadi yang dibatalkan dalam pembuatan MK hanya prosedur membuat PP mengenai tata cara dan pemberian sanksi administrative, bukan tentang cara dan pemberian sanksi administrative tsb. Wina tidak perduli bahkan mengatakan bahwa dia berani mempertaruhkan reputasi hukumnya kalau dia salah. Pemerintah sudah mengeluarkan 7 peraturan pemerintah termasuk PP 50 tahun 2005 dimana pada pasal 14 (7)Isi siaran Wajib mengikuti P3SPS yang ditetapkan oleh KPI. Kemudian pada pasal 62 (2) dijelaskan penjatuhan administrative untuk pasal 45 sampai 61 dilakukan oleh KPI. Kemudian pada Minggu 11 Juli, kami membaca running text di TV One isinya “Dewan Pers:KPI tidak berwenang memberikan teguran kepada stasiun TV”. Tentu saja kami kaget lagi lalu saya sms teman teman Dewan Pers dan TV One untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan Dewan Pers dan mengapa membuat berita tersebut. Saya mendapat sms balasan dari Agus Sudibyo,Uni Lubis, Bambang Harimurty dan Ridlo Eisy bahwa itu bukan keputusan Dewan Pers merupakan pendapat pribadi. Kemudian saya mendapatkan info bahwa yang mengirimkan berita tersebut adalah Wina Armada. Sejak berita tersebut,muncul polemik soal infotainment yang katanya akan menjadi tayangan non faktual dan harus disensor kemudian soal kewenangan KPI dipertanyakan untuk melakukan penilaian terhadap infotainment. Menurut Wina Armada, Ilham Bintang dan PWI bahwa Dewan Pers lebih pas menilai infotainment bukan KPI. KPI dan Wina Armada serta Ilham beberapa kali debat di televisi mengenai ini sehingga muncul banyak tafsir di publik bahwa KPI dan Dewan Pers berkelahi, bahwa KPI tidak punya wewenang padahal isu sebenarnya sangat manusiawi bahwa kalangan infotainment panik dan ketakutan bila dimasukkan dalam tayangan non jurnalistik maka lahan ekonominya berkurang kemudian eksistensi PWI menjadi pertanyaan karena hanya PWI yang menampung pekerja infotainment. Bahkan Wina memakai acara Dewan Pers di TVRI untuk memojokkan kebijakan KPI dengan mengundang Ilham Bintang, Ridlo Esy dan Abdulah Alamudi sebagai nara sumber namun tidak mengundang satupun dari KPI. Sekilas infotainment sejak kami dilantik pengaduan dan protes terbesar dari masyarakat mengenai tayangan infotainment sebesar 31,98% jauh dibandingkan talk show dan realitiy show serta tayangan lainnya.Protes masyarakat mengenai tayangan visual kasus video cabul dengan masukan seperti tidak beretika, berlebihan dan jam tayang. [Non-text portions of this message have been removed]