http://humbahas.blogspot.com/2010/ 
06/kapal-selam-mini-kate-rancangan-kolonel.html

 

Kapal Selam Mini (Kate) Rancangan Kolonel (Pur) Ir Dradjat Budiyanto MBA 

Wednesday, June 16, 2010 

Kolonel (Pur) Ir Dradjat Budiyanto MBA, Perancang Kapal Selam Kate



Si Mini, untuk Perang Bisa, untuk Wisata Oke



Indonesia pernah punya satuan kapal selam yang jaya. Namun, selama itu kapal 

tersebut selalu dibeli dari luar negeri. Agar tak terus-menerus membeli, 
Dradjat 

Budiyanto, pensiunan kolonel, merancang kapal selam kate. Lebih murah dan andal.



DIMAS G. & GUNAWAN S.



ANGKATAN Laut Republik Indonesia (ALRI), yang kini bernama TNI-AL, pernah punya 

12 Whiskey. Bukan minuman keras, Whiskey adalah salah satu tipe kapal selam 

buatan Uni Soviet 



Dua kapal selam yang pertama datang dari negara komunis yang kini sudah bubar 

itu adalah KRI Tjakra dan KRI Nanggala. Dua nama tersebut memang menggambarkan 

kedigdayaan. Cakra adalah senjata sakti milik Prabu Kresna, raja Dwarawati. 

Nanggala adalah senjata tanpa tanding milik Prabu Baladewa, Raja Mandura, kakak 

Kresna.



KRI Tjakra dan KRI Nanggala dibawa langsung oleh prajurit TNI-AL pada 12 

September 1959 setelah belajar di Oksiwi, Polandia. Hari itulah yang lantas 

diperingati sebagai hari kelahiran Korps Hiu Kencana atau satuan kapal selam.



Seiring berkembangnya teknologi, kapal selam jenis Whiskey mulai pensiun. 

Terakhir, KRI Pasopati-410 (namanya diambil dari anak panah milik Arjuna yang 

menewaskan raksasa jahat Niwatakaca) mengakhiri masa tugas. KRI Pasopati lantas 

jadi monumen kapal selam di tepi Kalimas, samping Surabaya Plaza.



Saat armada kapal selam masih begitu aktif, Indonesia mengirimkan 

prajurit-prajurit terbaiknya  untuk mengikuti pelatihan di luar negeri. 

Misalnya, di Jerman Barat dan Pakistan. ''Saya merasakan keduanya. Ya di 
Jerman, 

ya di Pakistan,'' kenang Dradjat Budiyanto.



Kakek tujuh cucu itu benar-benar dididik untuk menjadi prajurit dengan 

spesialisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru, yakni kapal 
selam. 

Memang, sejak berkarir di matra laut itu, Dradjat selalu berada di kesatuan 

kapal selam.



Dia belajar di Pakistan pada 1996. Kala itu, KSAL Laksamana Arief Kushariadi 

menginginkan alutsista matra laut yang terjangkau. Sebab, alokasi dana bagi 

TNI-AL begitu minim. Penugasan ke Pakistan tersebut juga merupakan ''penolakan' 

' secara halus terhadap rencana pembelian kapal selam baru tipe Scorpene dari 

Prancis. Kapal itu dibanderol USD 600 juta tanpa torpedo. Versi lengkapnya 

seharga USD 700 juta (sekitar Rp 7 triliun). ''Terlalu mahal untuk TNI-AL saat 

itu,'' ujar Dradjat.



Dia belajar bersama enam prajurit lainnya ke Pakistan  karena negara itu sedang 

membangun dua kapal selam mini di Pakistan Naval Dockyard. Di kalangan mereka, 

kapal selam itu disebut midget. Itu adalah istilah untuk sesuatu yang mini 
alias 

kuntet atau kate. Nah, kapal selam kuntet itu hanya menghabiskan anggaran USD 
13 

juta. Jauh lebih murah daripada Scorpene made-in Prancis tersebut.



''Ditambah pengetahuan dari Jerman, saya bisa menciptakan sendiri desain midget 

saat kembali di Indonesia,'' jelas suami Sri Hartini tersebut.



Dradjat yang rambutnya telah memutih itu membuktikan omongannya. Dia membuka 

sebuah map merah berukuran 30 x 35 sentimeter. Isinya adalah konsep midget, 

kapal selam kate, yang dia ciptakan selama enam tahun sejak 1997. Kapal 

rancangan Dradjat berbadan luar baja. Panjangnya 24 meter dan hanya berisi 11 

orang.



Awaknya adalah empat komando atau frogman serta tujuh pelaut. Karena berukuran 

kuntet, ia hanya mampu membawa empat torpedo. ''Tidak bisa dikecilkan lagi  

ukurannya. Lha wong torpedonya saja delapan meter,'' tegas pria kelahiran 

Madiun, 28 Januari 1943, tersebut.



Secara detail, Dradjat menjelaskan detail si kuntet tersebut. Katanya, kapal 

selam itu adalah substitusi kapal selam. Rancangan kapal selam yang dinamai 

Indonesia Midget Experimental 1 Baby Submarine tersebut bisa melakukan apa pun 

seperti kapal selam umum. Bahkan, ukurannya yang kecil membuat kapal selam itu 

susah dideteksi musuh. ''Ibarat suara truk dan sedan. Mana yang lebih mudah 

didengar dari kejauhan? Truk, kan? Soalnya, lebih bising,'' ungkapnya.



Pensiunan kolonel itu tak sekadar merancang dalam gambar. Dradjat juga 
berbicara 

khusus dengan penyedia pompa merek Lensen dan pompa pendingin Stork. Mereka 

diminta membuatkan pompa khusus bagi kapal rancangannya. Dari berbagai harga 

yang telah disurvei, kapal selam rancangan Dradjat tak bakal menghabiskan lebih 

dari USD 10 juta.



''Kita bisa membuat kapal selam yang lebih  banyak, daripada membeli,'' ujarnya.



Dalam pemikirannya, kapal selam dalam jumlah banyak -walaupun mini- tetap 
ngefek 

untuk menjaga keamanan. ''Ibaratnya, kampung yang punya hansip banyak. Lebih 

aman daripada hanya punya satu hansip yang jago kungfu sekalipun,'' ujar pria 

yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, Rusia, dan Jepang tersebut.



Agar desain itu tidak terkesan asal-asalan dan bisa diaplikasikan, dia mulai 

melakukan uji coba. Dradjat benar-benar tersenyum puas ketika sejumlah pihak 

menyatakan bahwa karyanya benar-benar aplikatif.



Misalnya, pengakuan dari Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) BPPH/BPPT, 

National Ship Design Centre (NASDEC) Departemen Perindustrian, dan komponen 

teknikal angkatan laut -mulai Fakultas Kelautan Hang Tuah hingga Sekolah Tinggi 

Teknologi Angkatan Laut (STTAL).



Howaldtswerke Deutsche Werft AG (HDW), pembuat kapal selam asal Jerman, juga 

mengakui ketepatan rancang bangun milik Dradjat.  ''Bukan asal-asalan, mereka 

semua menyetujui tanpa ada intervensi apa pun,'' tegas ayah tiga anak tersebut 

sambil menunjukkan bukti dari HDW.



Sejak konsep itu selesai pada 2003, Dradjat mulai mempromosikan rancangannya ke 

berbagai pemerintah. Mantan KSAL Laksamana Arif Kushariadi dan Laksamana M. 

Arifin sebagai pencetus ide terus mendorong dirinya untuk mewujudkan kapal yang 

digadang-gadang lebih lincah karena ukurannya yang kecil itu. ''Kemarin 
(12/10), 

KSAL Tedjo Edhy Purdijanto menemui saya dan meminta proyek tersebut terus 

dikembangkan, '' imbuhnya.



Dradjat kembali membuka map merahnya. Kali ini, dia ingin menunjukkan semua 

surat yang selalu disimpan secara rapi. Di situ ada tulisan konsep midget, 

filosofi pembangunan, deskripsi teknis SUVT (special underwater vehicle for 

touring) yang dikirimkan ke Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono, Menristek 

Kusmayanto Kadiman, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Asrenum Panglima TNI 

Marsekal Muda  Rio Mendung Thaleb, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Wakil 

Presiden Jusuf Kalla.



Sejauh ini, instansi-instansi tersebut hanya membalas kiriman Dradjat dengan 

surat-surat pendek. Intinya, Dradjat harus menguji coba lagi midget 

rancangannya. Tak ada yang memberi kesempatan pembuatan satu kapal selam pun. 

Meski, Dradjat sudah menggaransi bahwa biayanya pasti tak lebih dari USD 10 
juta 

(sekitar Rp 100 miliar). ''Padahal, kalau apa-apa beli, kita ora pinter-pinter. 

Mencoba dan gagal lebih baik daripada diam saja,'' ungkap pria yang pensiun 
pada 

1999 itu.



Pada usianya ke-66, Dradjat merasa ''iri'' pada Letnan Angkatan Darat Israel 

Uziel Gal yang menemukan senjata Uzi. Dradjat juga melihat Michael Henrik 

Schmelter dari Jerman yang menemukan kapal selam mini 2Dive. Ide mereka 
mendapat 

apresiasi tinggi dari negara masing-masing. ''Jerman berani mewujudkan karya 

Michael yang seorang pemuda. Saya yang 32 tahun berkutat dengan kapal selam 

tidak  digunakan sama sekali,'' ujarnya.



Bagaimanapun, old soldier never die (prajurit tak akan pernah mati). Dradjat 

tetap tak patah arang. Dia yakin kelak temuannya dipertimbangkan oleh 

pemerintah. Pria yang mahir bermain gitar itu akan menahan diri selama mungkin 

untuk tak melepas karyanya ke luar negeri. Meski, kata dia, sejumlah tawaran 

mancanegara telah mampir ke rumahnya di Jalan Teluk Tomini. ''Saya anak bangsa. 

Akan setia sampai akhir kepada Indonesia,'' tegasnya.



Tapi, tetap saja Dradjat berkata lirih. ''Sampai kapan kita menunggu dan 
mencoba 

sendiri,'' katanya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa saat ini tak banyak orang 
di 

pemerintahan yang punya jiwa pejuang tinggi. Kalah oleh Saridjah Niung Bintang 

Soedibjo alias Ibu Soed. Dia adalah seorang wanita yang mampu membangkitkan 
anak 

bangsa melalui lagu ciptaannya.



Perlahan, Dradjat menyenandungkan lagu ciptaan Ibu Soed yang begitu heroik. 

Nenek moyangku, seorang pelaut. Gemar  mengarung luas samudera. Menerjang ombak 

tiada takut, menempuh badai sudah biasa 







Satrio Arismunandar 
Executive ProducerNews Division, Trans TV, Lantai 3
Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790 
Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 3542,  Fax: 79184558, 
79184627 http://satrioarismunandar6.blogspot.com
HP: 0819 0819 9163

"Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan turunnya si tigawarna 
(Belanda). Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk, belumlah pekerjaan 
kita selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyaknya keringat"

(Pidato Bung Karno, 17 Agustus 1950)



 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke