Yang tidak di korup dimana sihhh....???
Terlebih jika biaya gengsi/biaya gaya hidup tdk sebanding dengan 
pendapatan...???

Dirgahayu Indononesiaku, somoga Ramadhan ini terketuklah hati pejabat2 ku yang 
telah menyusun sekenario korup maupun baru berniat korup..UNTUK BERTAUBAT 
SIAPAPUN ITU.....

Wassalam



DM.DAMA



===================================

Be SmArt, CreaTive  and BehapPiness

===================================



--- Pada Sel, 10/8/10, Mira Wijaya Kusuma <la_l...@yahoo.com> menulis:

Dari: Mira Wijaya Kusuma <la_l...@yahoo.com>
Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pengadaan Alat Kesehatan yang Rawan Korupsi oleh 
Fatmah Afrianty Gobel
Kepada: "sastra pembebasan" <sastra-pembeba...@yahoogroups.com>, "Wahana News" 
<wahana-n...@yahoogroups.com>
Tanggal: Selasa, 10 Agustus, 2010, 7:54 PM







 



  


    
      
      
      Sumber: 

http://hukum.kompasiana.com/2010/08/09/pengadaan-alat-kesehatan-yang-rawan-korupsi/



Pengadaan Alat Kesehatan yang Rawan Korupsi



OPINI 



Fatmah Afrianty Gobel



|  9 Agustus 2010  |  15:24



Illustrasi

Sejak  Prof Dr Sujudi, mantan Menteri Kesehatan dijerat kasus korupsi  
pengadaan 

alat kesehatan untuk rumah sakit di kawasan timur Indonesia,  sepertinya 

pejabat-pejabat di Kementerian Kesehatan terus mendapatkan  pengawasan khusus 

dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini,  Siti Fadila Supari, mantan 

Menteri Kesehatan masa bakti 2004-2009  mendapatkan undangan dari KPK untuk 

pemeriksaan sebagai saksi. 



Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa mantan menteri  

kesehatan, Siti Fadilah Supari. Ia menjadi saksi terkait kasus dugaan  korupsi 

pengadaan alat rontgen tahun 2007 di Kementerian Kesehatan. Siti  Fadilah 
Supari 

diperiksa sebagai saksi kasus alat rontgen,” ungkap juru  bicara KPK, Johan 
Budi 

SP, di Jakarta, Senin (9/8). Siti sudah tiba di  gedung KPK sejak pukul 08.30 

WIB. Ia diperiksa penyidik KPK di lantai  delapan gedung KPK. Hingga kini, 
imbuh 

Johan, pemeriksaan masih  berlangsung. Pemeriksaan kali ini adalah penjadwalan 

ulang karena  sepekan lalu Siti tak datang karena kesibukannya sebagai anggota 

Dewan  Pertimbangan Presiden (Republika.co.id).



Kasus pengadaan  rontgen portable untuk pelayanan Puskesmas di daerah 

tertinggal,  terpencil, perbatasan dan pulau-pulau kecil adalah dari anggaran  

Kemenkes 2007 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp9,4 miliar.  Sebelumnya, 

sejumlah tersangka dalam kasus ini telah ditetapkan yakni  Kepala Biro 

Perencanaan, Mardiono, dan mantan Direktur Kesehatan  Komunitas Ditjen Bina 

Kesehatan Masyarakat di Kementerian Kesehatan, Edi  Suranto. Mereka diduga 

menggelembungkan harga barang, dan tidak  menyalurkan alat kesehatan sesuai 

peruntukannya, Puskesmas di daerah  tertinggal. Mardiono sudah divonis bersalah 

dan dihukum dua tahun penjara. Sedangkan Budiarto dituntut jaksa selama delapan 

tahun penjara.

Pada  persidangan di Gedung KPK, Jakarta, Senin 9 Agustus 2010, mantan Menteri  

Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menyatakan tidak tahu ada proyek  pengadaan 
alat 

kesehatan rontgen pada 2007 di departemennya. Siti pun  mengaku tidak 

menandatangani proyek tersebut. Selama pemeriksaan, Siti  Fadilah mengaku 

dicecar mengenai perkenalannya dengan tersangka Sjafii  Ahmad, yang juga mantan 

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan. Sjafii  Ahmad adalah tersangka 
terbaru 

dalam kasus dugaan korupsi pengadaan  alat rontgen ini. Dia ditahan sejak Kamis 

5 Agustus, dan saat ini  dititipkan di tahanan Polres Jakarta Pusat 

(Vivanews.com).



Syafii  ditetapkan sebagai tersangka dalam pengadaan alat rontgen bagi  

puskesmas di wilayah Indonesia Timur, di Kementerian Kesehatan tahun  anggaran 

2007. Syafii diduga telah menerima sejumlah uang dalam  pengadaan ini dari 

rekanan sekitar Rp 750 juta. Dalam kasus ini, KPK  telah menetapkan sejumlah 

tersangka dalam kasus ini yakni, Kepala Biro  Perencanaan, Mardiono dan mantan 

Direktur Kesehatan Komunitas Ditjen  Bina Kesehatan Masyarakat di Kementerian 

Kesehatan. Syafii dijerat  dengan pasal 3 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak 

Pidana Korupsi  (detik.com).



Kesaksian  Dwi Prahoro sebagai saksi ahli Badan Pemeriksaan Keuangan dan  

Pembangunan (BPKP) terhadap terdakwa mantan Komisaris Utama PT Kimia  Farma, 

Budiarto Maliang, dalam sidang Tipikor di Kuningan, Jakarta,  Senin 
(26/7/2010), 

negara setidaknya mengalami kerugian Rp 9.4 miliar  lebih dalam proyek 
pengadaan 

alat rontgen di Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2007 lalu.Kerugian  negara 

dihitung dari jumlah netto yang dibayar negara kepada PT Kimia  Farma kemudian 

dikurangi jumlah harga perolehan PT Bhineka Usada Raya  (BUR)  dan PT METEX 

serta biaya pelatihan yang dikeluarkan PT Kimia  Farma.



Rincian  kerugian negara, lanjutnya dihitung dari jumlah yang dibayar oleh 
pihak  

proyek (Depkes) kepada PT Kimia Farma sebesar Rp. 17.183.540.000.  Jumlah itu 

dipotong PPN dan PPH serta total pajak yang masing-masing  sebesar Rp. 

1.562.140.000, Rp. 234.320.000 dan Rp. 1.796.461.000. Dari  jumlah netto ini 

saya mendapat harga perolehan dari alat rontgen portableberikut aksesorisnya 

sebesar Rp. 5.580.397.000.Hasil  netto yang dibayar kepada Kimia Farma sebesar 

Rp. 15.387.790.000. Nilai  kerugian negara sebelum biaya POT (Planning of 

Trading) sebesar Rp.  9.806.778.022. Dari jumlah tersebut kemudian dikurangi 
POT 

yang  dikeluarkan Kimia Farma sebesar Rp. 326.276.969. Jadi totalnya negara  

dirugikan Rp 9.480.500.053,” tambah Dwi Prahoro. Nilai hitung-hitungan  ini 

menurutnya didasarkan pada faktur-faktur pembelian yang dikeluarkan  oleh PT 
BUR 

dan PT Metex (rakyatmerdeka.co.id).

 

Pada 16 Juli 2010  lalu, mantan Sekretaris Ditjen Pelayanan Medik Departemen 

Kesehatan  berinisial MAH ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi  

pengadaan alat kesehatan untuk wabah flu burung 2006. Selama  proses 

penyelidikan KPK meningkatkan status penyidikan dalam kaitan  dengan penanganan 

wabah flu burung di Depkes tahun 2006. MAH adalah mantan Setditjen Bina 

Pelayanan Medik Depkes. Penetapan  tersangka sudah seminggu sebelum diumumkan 

pada 16 Juli agar tidak  menggangu proses penggeladahan. Saat penggeledahan, 
KPK  

menyita beberapa dokumen, empat buah komputer, dan beberapa berkas.   

Penggeledahan dilakukan pada Senin di Gedung Kimia Farma sama Indofarma  Global 

Medika dan Rabu di Dirjen Bina Yanmedik, Kuningan. Tersangka MAH  belum ditahan.



Dalam kasus ini  kerugian negara diperkirakan senilai Rp 52 miliar. Adapun 

modusnya,  penggelembungan harga pembelian alat kesehatan. Hal ini merupakan  

pengembangan dari kasus dugaan korupsi alkes pada rumah sakit rujukan  

penanganan flu burung 2006. Tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3  UU 

Nomor 31/1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Dalam kasus  ini KPK 

juga telah menahan dan menyidangkan mantan Komisaris PT Kimia  Farma Budiarto 

Maliang, serta menvonis dua tahun penjara terhadap Staf  Ahli Menkokesra 

Madiono. Seperti diketahui kasus markup pengadaan alat  rontgen ini terjadi 
pada 

tahun 2007 dengan nilai proyek sekitar Rp15  miliar. Akibat markup ini, negara 

dirugikan sebesar Rp 9,48 miliar  (Okezone.com).



Revisi Kepres Pengadaan 



Sektor  kesehatan adalah sektor publik yang memiliki keunikan tersendiri  

dibanding sektor publik lainnya. Pada bidang kesehatan, terkait dengan  situasi 

darurat dan bencana sehingga terkadang alat kesehatan dilakukan  pengadaan 

berdasarkan motif kedaruratan tersebut. Sebenarnya dalam  Keputusan Presiden 

(Keppres) nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman  Pengadaan Barang dan Jasa soal 

pengertian darurat yang tercantum  didalamnya. Dengan alasan darurat, pengadaan 

barang dan jasa bisa tanpa  melalui tender, melainkan penunjukan langsung. 



Soal penunjukan langsung dalam  revisi Keppres nomor 80 tahun 2003 tidak hanya 

ditetapkan kriteria  penunjukan langsung, melainkan juga menjabarkan jenis 

barang dan jasa  yang bisa diadakan tanpa tender. Ada penunjukan langsung 
tender  

pengadaan alat kesehatan yang habis pakai, obat, mobil, sepeda motor  yang bisa 

dibeli langsung. Selain itu sewa hotel, gedung juga dapat  ditunjuk langsung.



Sistem  penunjukan langsung tersebut berpotensi besar terciptanya celah  

terjadinya korupsi. Bila tanpa pengawasan internal yang ketat, gratifikasi  dan 

komisi juga bisa muncul disitu. Bila mendapatkan gratifikasi atas  sebuah 

pengadaan, maka ketentuannya harus melaporkannya ke KPK. 



Dalam  sebuah sosialisasi atas Revisi Keppres 80/2003 tentang Pengadaan Barang  

dan Jasa Pemerintah yang sudah ditandatangani Presiden Susilo Bambang  
Yudhoyono 

(SBY), Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana usai Rapat Kerja  III Presiden RI 

dengan Para Menteri dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa  Barat, Jumat 
(6/8/2010), 

salah satu revisinya yaitu dimungkinkannya  penunjukan langsung untuk pengadaan 

barang dan jasa khusus. Seperti  obat, alat kesehatan habis pakai yang jenis 
dan 

harganya ditetapkan  pemerintah/Menkes dapat dibeli langsung. Mobil, sepeda 

motor, kendaraan  lain dengan harga khusus pemerintah GSO dapat dibeli langsung 

serta sewa  penginapan atau hotel, gedung atau kantor dapat ditunjuk langsung.



Ada 11 pokok perubahan lain dalam Keppres 80/2003,salah satu diantaranya 

fleksibel  dalam menghadapi bencana dan keadaan darurat. Ketentuan tentang 

bencana  (alam/non-alam/sosial) diperlonggar, termasuk antisipasi sebelum  

bencana datang. Dalam keadaan bencana/darurat dapat dilakukan penunjukan  

langsung. Tidak ada batasan tapi tetap akan diaudit. 



Mengingat situasi  darurat dan bencana banyak berhubungan dengan sektor 

kesehatan, maka  para pejabat didalam lingkup Kementerian Kesehatan maupun 

dinas-dinas  kesehatan di daerah perlu belajar dari pengalaman para pejabat  

Depkes/kemenkes yang terjerat korupsi dengan teliti mempelajari aturan  revisi 

Kepres Nomor 80/2003.



http://sastrapembebasan.wordpress.com/

http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/

Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke