PBB & Bank Dunia Kerja Sama Selamatkan Aset Korupsi Sedunia

Rabu, 19 Sept 2007
New York, detikCOM

Dampak korupsi yang mematikan bak kanker membuat Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB) dan Bank Dunia gerah. Mereka pun bekerja sama
mengembalikan aset yang dicuri pemimpin korup.

PBB melalui organisasi UN Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Bank
Dunia meluncurkan kerjasama prakarsa Stolen Asset Recovery (StAR) atau
pemulihan aset yang dicuri, Senin 17 September 2007, waktu New York,
Amerika Serikat.

"Korupsi merusak demokrasi, melanggar hukum, mengikis kepercayaan
publik dan mengarah pada kekerasan HAM. Korupsi bahkan dapat
membunuh," ujar Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam pidatonya saat peresmian
StAR di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat seperti dilansir
dari www.un.org, Selasa (18/9/2007).

Ki-moon memberikan contoh korupsi bisa mematikan, seperti pada petugas
medis yang korup dan memberikan pengobatan karena disuap. Atau petugas
yang menerima suap dari teroris untuk bisa melakukan aksi terorisnya.

Diperkirakan antara US$ 1 biliun hingga US$ 6 biliun menguap di
seluruh dunia karena korupsi per tahunnya. Jumlah itu plus seperempat
produk domestik bruto (PDB) negara-negara di Afrika, senilai US$ 148
juta, yang juga turut menguap.

Pejabat-pejabat publik di negara-negara dunia ketiga menerima suap
antara US$ 20 juta hingga US$ 40 juta yang setara dengan 20 persen
hingga 40 persen dana bantuan pembangunan.

Sementara itu Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick mengatakan dampak
korupsi terhadap pembangunan sangat menghancurkan dalam skala yang
besar. "Negara-negara berkembang itu susah payah mengeluarkan uang
yang dibutuhkan untuk pengentasan kemiskinan," kata dia.

Zoellick mencontohkan mantan Presiden Nigeria Sani Abacha dan
keluarganya yang mencuri uang rakyat sebesar US$ 3 juta hingga US$ 5
juta dalam waktu 5 tahun. "Jumlah itu setara dengan pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan selama tahun 2006. Jumlah
sebesar itu juga bisa memberikan pengobatan antiretroviral untuk 2
hingga 3 juta penduduk Nigeria yang menderita HIV/AIDS selama 10
tahun," kata dia.

Direktur Eksekutif UNODC Antonio Maria Costa mengatakan untuk
mengembalikan aset yang dikorupsi sekaligus mencegahnya, PBB, Bank
Dunia, dan negara-negara berkembang harus bekerja sama.

"Waktu itu penting. Korupsi bisa dideteksi segera setelah uang itu
dicuri, sebelum para koruptor menghilangkan dalam pencucian uang skala
internasional," ujar Costa.

Bank Dunia dan UNODC menyerukan 8 negara maju (G8) meratifikasi
konvensi PBB melawan korupsi, di mana masih separuh negara G8 yang
meratifikasi.

Konvensi itu, lanjutnya, mematahkan kerahasiaan bank yang dicurigai
menjadi tempat koruptor menyimpan hasil curiannya, untuk kepentingan
investigasi. Prakarsa StAR ini menekankan tidak ada tempat yang aman
untuk menyimpan uang hasil korupsi maupun pencucian uang lintas
negara.

Untuk diketahui, mantan Presiden Soeharto merupakan pemimpin dunia
yang paling korup di mata PBB dan Bank Dunia. Selama 32 tahun
berkuasa, Soeharto diduga telah mengkorupsi uang negara antara US$
15-35 miliar.

Berikut daftar korupsi pemimpin-pemimpin dunia berdasarkan
Transparency Internasional tahun 2004:
1. Soeharto, Presiden Indonesia 1967-1998, diperkirakan US$ 15-35 miliar
2. Ferdinand Marcos, Presiden Filipina 1972-1986, US$ 5-10 miliar
3. Mobutu Sese Seko, Presiden Zaire 1965-1997, US$ 5 miliar
4. Sani Abacha, Presiden Nigeria 1993-1998, US$ 2-5 miliar
5. Slobodan Milosevic, Presiden Serbia/Yugoslavia 1989-2000, US$ 1 miliar
6. Jean-Claude Duvalier, Presiden Haiti 1971-1986, US$ 300-800 juta
7. Alberto Fujimori, Presiden Peru 1990-2000, US$ 600 juta
8. Pavlo Lazarenko, Perdana Menteri Ukraina 1996-1997, US$ 114-200 juta
9. Arnoldo Aleman, Presiden Nikaragua 1997-2002, US$ 100 juta
10. Joseph Estrada, Presiden Filipina 1998-2001, US$ 78-80 juta.
*****
[gospol]

Kirim email ke