Salam sejahtera.Kami prihatin dan simpati dengan saudara-2 kita yang menjadi 
korban gempa Aceh, semoga segera mendapat perhatian; juga menyampaikan 
apresiasi yang tinggi kepada Pak Daru yang sudah tampil di Tivi, juga Pak 
Paripurno dan Pak Surono yang berbicara di Radio Elshinta.Eropa.Buku Raffles 
dan Invasi ke Jawa sudah selesai saya baca beberapa tahun yang lalu."Mungkin 
lebih baik kalau kita dulu dijajah Inggris, bukan Belanda" kata beberapa orang 
Indonesia. Demikian komentar Tim Hannigan--penulis, juga beberapa teman 
saya.Namun Indonesia pernah dijajah Inggris antara tahun 1811 dan 1816, ketika 
negeri Belanda diduduki Napoleon, Inggris melakukan invasi dan merebut Jawa 
dari Belanda. Selama lima tahun, Jawa diperintah oleh seorang tokok yang dampak 
masa kekuasaannya terus terasa hingga ratusan tahun kemudian: Thomas Stamford 
Raffles.
Bagi sementara kalangan, nama Raffles harum sebagai pendiri Singapura dan tokoh 
visioner liberal di tengah zaman kolonialisme Eropa. Namun ceritanya bukan cuma 
itu. Tim Hannigan mengungkap sisi lain Raffles yang tampak ketika dia berkuasa 
di Jawa: seseorang yang bermimpi menjadi penguasa tertinggi di Jawa, 
meluluhtantakkan Keraton Yogyakarta, mempermalukan para raja dan pangeran 
pribumi, memicu pembantaian Palembang, dan mencoba menerapkan sistem sewa tanah 
yang mengubah ekonomi di Jawa.
Memang di dalam buku ini diceritakan ketika Raffles marah besar di hadapan 
Sultan Yogya gara-2 letak kursinya sedikit lebih rendah dari kursi Sultan, 
padahal tradisi ini sudah berlangsung lebih dari seratus tahun sejak Belanda 
memerintah Jawa. Yang memprihatinkan, kalau tidak boleh disebut "kurangajar" 
Raffles mengerahkan tentara India untuk meluluhlantakkan Keraton Yogya. 
Kompleks keraton diberondong dengan meriam dari Benteng Vandenburg (?) yang 
terletak di seberang Alun-alun, sekarang di selatan Pasar Beringharjo. Ketika 
keraton hangus dan porak-poranda, sementara para wanita keraton berlarian 
menyelamatkan diri sambil menggendong anak-2 dan membawa bungkusan para tentara 
India yang berkumis tebal dan berwajah seram ini tidak jarang memandangi mereka 
dengan wajah sinis...
Diceritakan juga ketika dalam perjalanan dari Yogya ke Surakarta, rombongan 
mereka menemukan kompleks Candi Sewu yang tertutup semak belukar dan pepohonan 
perdu.... 
Pada 5 April 1815, awak kapal Benares yang sedang berlabuh di Makassar 
mendengar bunyi tembakan meriam. Mereka pun berlayar ke arah selatan untuk 
menghadang (perkiraan mereka) para bajak laut... Dengan teropong mereka tidak 
menemukannya. Tanggal 11 April terdengar lebih banyak ledakan"secara berurutan, 
terkadang seperti tiga atau empat meriam ditembakkan secara bersamaan".. 
Selanjutnya mereka baru sadar bahwa sebuah gunung di Flores meletus hebat. 
Ketika kapal mendekat pulau terasa kegelapan terus mendekat, berubah warna 
menjadi kemerahan ibarat neraka. Laut di sekitar lambung kapal menjadi 
berminyak... "Aku tidak pernah melihat sesuatu yang sama dengan kejadian ini 
dalam malam yang gelap; tangan yang didekatkan ke mata pun tak terlihat" tulis 
kapten. Hanya arloji, didekatkan ke api lilin yang bergoyang, yang memberitahu 
mereka bahwa hari telah benar-benar malam, dan abu halus terus 
turun.....Letusan Tambora dilaporkan cukup detil.
Bagi banyak orang Jawa (waktu itu tentunya) letusan dahsyat di timur pada akhir 
musim hujan merupakan tanda perubahan yang tak terbantahkan. Letusan gunung api 
yang besar selalu merupakan hukuman atau pertanda. Residen Gresik melaporkan 
bahwa sebagian penduduk setempat "menganggap sebagai isyarat perubahan, 
pendirian kembali pemerintah lama (Belanda) ; yang lain memberi penjelasan 
lebih sederhana, dengan mengacu pada tahyul dongeng legenda mereka dan 
mengatakan bahwa Nyi Roro Kidul yang dipuja telah menikahkan anaknya, dan 
letusan itu tembakan penghormatan dari artileri supranaturalnya. Mereka 
menyebut abu sebagai ampas tembakannya..."
Membaca buku Raffles sunggung mengasyikan. .. Khusus laporan tentang letusan 
Tambora akan lebih menarik kalau sambil buka-2 buku Prof. Adjat Sudradjat dan 
Heryadi Rachmat yang berjudul:  Greeting From TAMBORA.  A Potpurri of Stories 
on The Diedliest Volcanic Eruption.
Salam hangat dari Lebakbulus.
----------------------------------------------------



Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016

Bandung , October 10-13 2016

for further information please visit our website at 
http://geosea2016.iagi.or.id or email to secretar...@geosea2016.iagi.or.id



----------------------------------------------------



Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:

Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)

No. Rek: 123 0085005314

Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)

No. Rekening: 255-1088580



----------------------------------------------------

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id

Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

----------------------------------------------------

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 

posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 

In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited

to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 

from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 

any information posted on IAGI mailing list.

Kirim email ke