Sebelumnya mohon ma'af bagi yang sudah pernah membacanya dan karena
artikel ini agak panjang.
Paling tidak informasi ini dapat memberikan sedikit gambaran kepada
kita atas runtutan peristiwa
kerusuhan yang terjadi di Ambon.
Wass. Wr. Wb.
SEJARAH ISLAM DI AMBON
[Oleh Agustianto]
Pembantaian, penghancuran, pembakaran,
penjarahan dan pengusiran secara besar-besaran di Ambon agaknya tak pernah
terbayangkan masyarakat muslim Ambon. Ambon yang dulunya sejuk dan damai,
kini berubah menjadi daerah yang paling mencekam dan menakutkan, khususnya
bagi umat Islam Ambon.
Menilik bentuk kerusuhan, sasaran
penghancuran dan korban yang teraniaya, maka dapat dipastikan bahwa kerusuhan
tersebut benar-benar karena masalah SARA, khususnya agama, meskipun bukan
ini faktor satu-satunya. Bahkan, peristiwa yang memalukan itu bukan sekedar
bernuansa SARA, tetapi merupakan potret sebuah kebiadaban yang keji terhadap
umat Islam. Kejadian ini sekaligus menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia,
bahwa di mana Islam minoritas di situ Islam selalu ditindas.
Potensi Konflik
Sebenarnya dalam masyarakat
Ambon tersimpan potensi konflik yang cukup besar, meskipun katanya di sana
ada budaya pela gandong. Potensi konflik tersebut terlihat pada komposisi
Islam-Kristen yang berimbang dan selama ini terjadi musabaqah dalam ekonomi,
politik dan agama. Potensi tersebut semakin memanas ketika arus reformasi
bergulir dan kepemimpinan politik berada di tangan Habibie yang diisukan
ingin lebih melancarkan Islamisasi, termasuk politik.
Secara psikologis, keterancaman orang-orang
Maluku semakin terasa, dengan naiknya Habibie di panggung politik nasional
yang dianggap sebagai representasi kekuatan Islam Sulawesi.
Sasaran Penghancuran Dan Pembantaian
Fakta membuktikan bahwa sasaran penghancuran
dan pembantaian adalah umat Islam. Orang Islam diklaim sebagai pendatang
dan Islam dipandang sebagai agama asing, bukan agama penduduk asli. Padahal,
kalau kita mau jujur pada sejarah, ternyata Islamlah agama yang lebih awal
datang ke Ambon daripada Katholik atau Protestan yang dibawa penjajah Portugis
dan Belanda. Dan harus dicatat bahwa Islam telah berhasil meletakkan fondasi
kebudayaan Ambon dengan nuansa Islami.
Bangsa Eropa yang pertama sekali datang
ke Maluku adalah Portugis (1511). Selain mengeruk kekayaan alamnya, mereka
juga memperkenalkan agama Kristen. Pada tahun 1605 Belanda yang menganut
Kristen Protestan merebut benteng Portugis dan mengusirnya.
Ketika terjadi perang reformasi di
Eropa, orang Belanda yang Protestan memerangi dan membasmi orang-orang
Portugis yang Khatolik. Karena itu, sampai tahun 1950 agama Protestan menjadi
dominan di Ambon.
Namun, sekali lagi harus dicatat,
bahwa Islam jauh lebih dahulu berkembang di Ambon. Islam mulai masuk
ke daerah ini sejak abad ke 7. Sedangkan Khatolik abad ke 16. Protestan
abad 17. Jadi yang meletakkan budaya kehidupan Maluku sebenarnya adalah
Islam.
Tapi, sangat disayangkan, buku
sejarah yang ada, sengaja diselewengkan. Dalam sejarah yang ditulis "Belanda"
itu, hubungan Arab-Indonesia pada abad-abad awal itu dihilangkan. Seolah-olah
Hindu dan China lebih dahulu yang datang ke Maluku. Padahal Thomas Arnold
dalam buku The Preaching of Islam, menjelaskan, yang masuk lebih awal adalah
bangsa Arab.
Nama Maluku sendiri sebenarnya berasal
dari bahasa Arab, yakni al-muluk. Penamaan yang bernuansa Arab itu dikarenakan
yang membuat peta daerah Maluku adalah para sarjana geografi Arab. Tetapi
setelah Belanda masuk, kata tersebut dirubah menjadi Maluku.
Di Maluku, sebelum kedatangan bangsa
Eropa, Islam berkembang pesat, kerajaan Islam berdiri tegar, seperti Ternate,
Tidore. Jadi Islam sebenarnya bukan agama baru di Maluku. Sejak abad
7-11 Maluku sangat ramai dikunjungi saudagar-saudagar Arab, Persia dan
Gujarat. Selain berdagang mereka juga menyebarkan Islam sampai kepada raja-raja
Maluku. Pada abad XV di bawah pengaruh Sultan Ternate, Tidore dan Hitu,
Islam berkembang dengan pesat pada hampir seluruh pulau-pulau Maluku. Islam
masuk dengan jalan damai, dan penuh kesejukan, tanpa kekerasan.
Dalam ensiklopedi Indonesia disebutkan
bahwa selama menjajah, Belanda juga menyebarkan agama Kristen, sebagaimana
pedagang Arab menyebarkan Islam. Penduduk Ambon yang mau memeluk Kristen
mendapat perlakuan istimewa dari Kolonial Belanda. Mereka lebih berkesempatan
dalam pendidikan dan lowongan kerja sebagai tentara dan pegawai Belanda.
Berdasarkan sejarah di atas, dapat
diketahui bahwa masyarakat Maluku sudah lama terintegrasi dalam sistem
politik Belanda. Sejak itu beribu-ribu orang Ambon Nasrani meninggalkan
kampung halaman untuk bekerja pada dinas militer maupun sipil di seluruh
nusantara. Mereka digunakan sebagai Serdadu Kolonial dalam menguasai wilayah-wilayah
Nusantara yang belum ditaklukkan. Pengalaman penyerbuan Belanda ke Aceh
pada 1873 adalah bagian dari pengalaman orang-orang Ambon yang terkooptasi
oleh penjajah. Pengalaman ini mengubah suasana keterjajahan Ambon Kristen
dari orang-orang yang dieksploitasi habis-habisan di bawah monopoli rempah-rempah
menjadi orang yang bersekutu dengan Belanda.
Secara ideologis, akibat kedudukan
istimewa ini, banyak orang Nasrani merasa mempunyai hubungan khusus dengan
Belanda, karena mempunyai kesamaan agama maupun tugas, teristimewa kemiliteran
(Richard Chauvel, dalam Audrey Kahin, 1985: 244).
Bila orang-orang Ambon Nashara ikut
dalam usaha-usaha kolonial, maka umat Islam Ambon tak mau ikut serta dalam
usaha tersebut. Selain karena Belanda tidak merekrut mereka, umat Islam
juga memang tidak mau bersekongkol dengan penjajah zalim. Karena itu umat
Islam tidak mau memasuki pendidikan dinas militer Belanda. Maka tak aneh,
sampai tahun 1920-an di desa-desa Islam tidak ada fasilitas pendidikan
sekuler. Maka wajar, jika hasil sensus 1950 menunjukkan bahwa 90% umat
Islam masih buta huruf. Jadi, pengalaman orang Ambon Nashara berbeda sekali
dengan pengalaman Ambon muslim.
Orang-orang Nashara dengan bantuan
pendidikan Belanda mendominasi masyarakat Ambon sedemikian rupa, sehingga
banyak orang menyangka bahwa Ambon adalah daerah Kristen semata. Maka wajar,
jika masyarakat Ambon kemudian menganggap Belanda bukan sebagai penjajah.
Hal inilah menurut Chauvel, yang mengakibatkan proklamasi Kemerdekaan RI
1945, tak banyak mendapat sambutan di sana.
Pada tanggal 24 April 1950 Dr. Soumokil
memproklamirkan Republik Maluku Selatan (RMS) yang melakukan aksi politiknya
secara kekerasan. Hubungan Islam-Nasrani yang demikian tegang, diperkuat
oleh kenyataan bahwa para pemimpin sipil RMS berikut serdadunya yang semua
terdiri dari orang-orang Nashara. Sementara korban para serdadu itu banyak
orang Islam. Ketakutan ini beralasan, karena menurut catatan Coorly (1968:
267) jumlah umat Islam terus meningkat yang sebelumnya sekitar 35% menjadi
49% di awal Orde Baru. Perkembangan ini dianggap sebagai ancaman bagi Kristen
di sana. Karena itu, ketika kerusuhan terjadi tidak mengherankan jika bendera
RMS dinaikkan di berbagai tempat.
Kembali kepada persoalan nasib ketertinggalan
umat Islam di zaman penjajahan Belanda. Bahwa, era kemerdekaan RI 1945
merupakan angin segar dan nafas baru bagi umat Islam Ambon untuk mulai
berkembang. Secara perlahan ekonomi Islam membaik dan pendidikan semakin
meningkat. Pada awal Orde Baru beberapa sarjana muslim mulai menduduki
posisi-posisi penting di Ambon, meskipun belum dominan. Baru pasca 1970,
banyak putra daerah (penduduk asli) yang muslim, menduduki jabatan-jabatan
strategis mulai dari tingkat propinsi Maluku hingga kecamatan secara adil
bukan dominatif. Perkembangan Islam yang pesat dalam politik, pendidikan
dan ekonomi ini , dianggap sebagai ancaman. Ketika era reformasi semakin
mengarah kepada penguatan pengaruh muslim. Maka kerusuhan dan pembersihan
etnispun tak terelakkan.
Solusi yang ampuh untuk mengatasinya
adalah saling menghormati sesama pemeluk agama, dapat menahan diri , tidak
memperturutkan kebencian secara emosional dan kembali kepada nilai ajaran
agama masing-masing. Sebab tidak ada satu agamapun yang mengajarkan agar
pemeluknya membenci dan memerangi pemeluk agama lain.
-----------
Dikutip dari harian WASPADA, edisi Jum'at 12 Maret
1999.
begin: vcard fn: <font color= "blue"><b><i>Trim</i></b></f> <font color= "brown"><b>Widodo</b></f> n: <font color= "brown"><b>Widodo</b></f>;<font color= "blue"><b><i>Trim</i></b></f> org: <b><i>Staff O&M Medan</i></b></f> adr: ;;;<b>Medan</b></f>;<b>Sumatera Utara</b></f>;;<b>Indonesia</b></f> email;internet: [EMAIL PROTECTED] title: <font color= "red"><b><u>PT. TELKOMSEL</u></b></f> note: <font color= "blue"><i>"Mengapa why tidak pernah never ...?"</i></f> x-mozilla-cpt: ;0 x-mozilla-html: FALSE version: 2.1 end: vcard