sekedar Refleksi Peristiwa Isra' Mi'raj. semoga bermanfaat dan bisa kita
petik hikmahnya.
=======================================
Mukjizat Isra' Mi'raj
"Peringatan Isra' Mi'raj menguji keteguhan umat Islam, apakah wahyu masih
membimbing akal kita, apakah justru kita telah menafikan wahyu lantas
keterlaluan asyik dengan logika dalam kehidupan beragama."
Kuasa Allah nyata tak terbatas. Tinggal mengucap "kun" saja, maka
terjadilah apa yang menjadi ketentuan-Nya. Apapun yang tak mungkin dalam
pandangan manusia, mungkin dan mudah dalam pandangan Allah SWT. Sebagaimana
begitu mudahnya Dia memperjalankan Rasulullah SAW dari Makkah ke Baitul
Maqdis, dari bumi yang fana ini menuju hadirat-Nya : Sidratul Muntaha.
Singkat saja waktu perjalanan yang ditempuh oleh Baginda Nabi. Cuma satu
malam. Sampai-sampai hanya Abu Bakar As-Siddiq saja yang betul-betul penuh
mempercayai tuturan pengalaman beliau. Penduduk kota Mekkah yang rata-rata
belum menganut Islam malah menertawakan kabar di-mi'raj-kannya Rasulullah
SAW.
Sebelum Rasulullah SAW di-mi'raj-kan Jibril a.s. "membedah" dada beliau,
untuk membersihkan jiwa Baginda Nabi dari 'debu-debu' dunia. Kedalam hatinya
kemudian didedahkan "iman" dan "hikmah". Sebuah pelajaran bagi kita, bahwa
untuk menghadap ke hadirat Allah SWT, bahkan seorang Rasul-pun mesti
membersihkan diri dari pelbagai kotoran hati, dan menghiasi dirinya dengan
akhlaqul karimah. Bekal untuk dapat berjumpa dengan Sang Khaliq yang paling
utama adalah kebersihan jiwa. Sebab jiwalah yang menentukan apakah diri kita
termasuk Islam, Iman, atau Ihsan. Sebaliknya, hati kita juga yang
menentukan, apakah diri termasuk kafir, fasik, musyrik atau seorang munafik.
***
Saat Baginda Nabi sampai di Baitul Maqdis, Jibril a.s. memerintahkannya
untuk menjalankan shalat dua raka'at. Setelah menunaikan shalat dua raka'at
di Baitul Maqdis itu, Rasulullah SAW ditawari minum oleh Jibril a.s. Minuman
itu adalah arak dan susu. Rasulullah SAW kemudian memilih untuk meminum
susu, ketimbang menghirup arak yang harumnya sebenarnya sungguh menggoda
indera. Seketika Jibril a.s. berkata lega : "Engkau telah memilih kesucian."
Kemuliaan Baginda Nabi sebagai teladan umat membuat beliau memilih minuman
yang berkhasiat. Beliau tahu, jika saja arak yang ditenggak, maka umatnya
akan menjadi sekumpulan manusia yang hilang akal, dan kerap dimabukkan oleh
segala kenikmatan dunia.
Pada malam Isra Mi'raj itu, Rasulullah SAW menyaksikan pula berbagai
peristiwa yang erat kaitannya dengan perilaku umatnya sebagai khalifatullah.
Ditunjukkan kepada beliau akhirat, yang terbagi dalam dua wilayah : surga
dan neraka. Baginda Nabi menyaksikan betapa penderitaan mereka yang berbuat
durhaka. Baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Allah SWT juga
telah menunjukkan kepada Rasulullah SAW, bahwa iman dan akidah yang teguh
akan mendapat balasan baik dari-Nya. Orang yang rajin beramal saleh, kukuh
berjihad di jalan Allah, akan diberi balasan berlipat-ganda. Bak seorang
yang sekali menanam, namun hasil yang diperoleh bisa dituai berulang-kali.
Baginda Nabi menyaksikan itu terjadi pada keluarga Mashitoh, pembantu
Fir'aun yang dibunuh oleh suruhan Pharaoh. Allah SWT telah memuliakan
Mashitoh dengan serba kenikmatan. Berkat ketabahannya menggenggam kalimat
tauhid : "Tiada Tuhan selain Allah."
Peristiwa Isra Mi'raj-pun menandaskan kepada manusia, bahwa sesungguhnya
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Mendengar. Nyata Allah telah meringankan
kewajiban menunaikan shalat, ketika perintah shalat diturunkan kepada
Rasulullah SAW. Bermula dari perintah agar umat Islam mengerjakan shalat 50
kali sehari-semalam. Setelah Baginda Nabi dihimbau oleh Nabi Musa a.s. untuk
kembali mengajukan permohonan keringanan (sebanyak 9 kali), Allah SWT telah
mengurangkannya hingga 5 kali saja sehari-semalam. Bukan tak niscaya, jika
saja Baginda Nabi mengajukan permohonan untuk mengurangi bilangan kewajiban
itu, Allah SWT akan mengabulkan permohonannya. Tapi karena besarnya rasa
malu Rasulullah SAW terhadap Allah, kendati Nabi Musa a.s. pesimis bahwa
umat Islam tak akan lalai dari mengerjakan kewajiban itu, Baginda Nabi tak
lagi mengajukan pengurangan jadwal shalat wajib.
***
Seandainya umat Islam- atau seluruh umat manusia- mengimani bahwa peristiwa
Isra' Mi'raj ini benar-benar dialami Rasulullah SAW, maka tak akan ada yang
lalai dari berbuat benar dan menegakkan shalat lima waktu. Pada hakikatnya,
setiap Isra' Mi'raj diperingati, setiap itu kita diuji. Apakah kita telah
khusyuk dan tertib menunaikan kewajiban shalat lima waktu, apakah kita
konsisten memilih kebenaran ketimbang keburukan, dan apakah kita percaya
betul bahwa umat Islam adalah umat pilihan yang kelak lebih dulu masuk ke
surga, daripada umat-umatnya yang lain ?
Peringatan Isra' Mi'raj menguji keteguhan umat Islam, apakah wahyu masih
membimbing akal kita, apakah justru kita telah menafikan wahyu lantas
keterlaluan asyik dengan logika dalam kehidupan beragama. Aneh memang, jika
masih ada perdebatan tentang bagaimana Rasulullah SAW menempuh perjalanan
Isra' Mi'raj itu. Aneh jika kita masih mengira-ngira apakah Baginda Nabi
melakukan perjalanan berikut roh dan fisik, sekadar roh saja, dalam arti
Rasulullah SAW mengalami peristiwa Mi'raj hanya dalam mimpi. Keraguan kita
sama saja dengan pengingkaran terhadap firman-Nya : "Maha Suci Allah yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke
Al-Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Q.S. Al-Israa': Ayat 1).
Semoga Allah SWT membimbing akal kita dalam menempuh berbagai ujian terhadap
aqidah kita sebagai muslim. Semoga moment Isra' Mi'raj membuat kita sadar,
bahwa akal manusia selalu memerlukan bimbingan wahyu. Sebab akal hanya milik
manusia yang rendah, sedangkan wahyu murni hanya milik Allah SWT. "Akal dan
wahyu tidak boleh dipisahkan, sebab wahyu juga merupakan sumber dan landasan
syariat Islam, sementara akal berfungsi sebagai alat untuk memahami syariat
Islam yang diturunkan oleh Allah SWT tersebut."demikian tulis Zamhasari
Jamil, mahasiswa Department of Islamic Studies Jamia Millia Islamia, New
Delhi, India, dalam artikel Isra' Mi'raj: Antara Wahyu dan Akal.(red/aea)
www.cybermq.com
Perjalanan Menuju Kesempurnaan
Bila perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau
perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci
Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi "puncak" perjalanan seorang hamba menuju
kesempurnaan ruhani.
Di sebuah kebun anggur terlihat seorang lelaki dengan kedua kaki penuh luka.
Ia tampak begitu kelelahan. Dari wajah tampannya terpancar gurat-gurat
kesedihan yang mendalam. Dengan mata berkaca-kaca ia berguman, "Ya Allah,
kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, Engkaulah Pelindung bagi orang lemah, dan Engkau jualah
pelindungku! Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan?
Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang
akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka itu semua tak
kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan
kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi
kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat, dari murka-Mu
yang hendak Engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur
dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan
kekuatan apapun melainkan atas perkenan-Mu".
Siapakah lelaki itu? Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Fragmen ini terjadi
tatkala Beliau bersembunyi di sebuah kebun anggur milik Uthbah bin Rabi'ah
untuk menghindari kejaran orang-orang Bani Tsaqif. Mereka mengejar-ngejar
dan melempari Rasul setelah beliau mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah.
Peristiwa ini terjadi pada tahun-tahun terakhir dakwah Rasulullah SAW di
Mekah.
Beberapa buku Shirah Nabawiyah mengungkapkan bahwa masa itu adalah masa
paling sulit dan menyedihkan dalam kehidupan beliau. Betapa tidak,
orang-orang kafir Quraisy semakin menampakkan permusuhannya pada Rasulullah
SAW dan para sahabat. Mereka pun telah menghalalkan segala macam cara untuk
menghentikan dakwah beliau.
Sebelum peristiwa Tha'if, ada beberapa rangkaian peristiwa menyedihkan yang
dialami Rasulullah SAW. Pertama, pemboikotan total yang dilakukan kaum kafir
Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib. Pemboikotan ini, yang
hampir membuat kaum Muslimin mati kelaparan, berlangsung selama tiga tahun.
Setelah nestapa itu berlalu terjadi peristiwa kedua, yaitu meninggalnya dua
"pelindung" Rasulullah SAW dari kalangan manusia. Mereka adalah Abu Thalib;
paman yang selalu melindungi dan menjaga beliau dari intimidasi kaum kafir
Quraisy, serta Siti Khadijah; seorang wanita mulia tempat Rasul bersandar,
serta berbagi suka dan duka.
Meninggalnya Abu Thalib dan Siti Khadijah tak pelak menjadi pukulan bagi
Rasulullah SAW. Perlawanan dan penolakan orang-orang kafir semakin keras.
Salah satunya adalah peristiwa pengusiran yang dilakukan penduduk Tha'if.
Demikian beratnya beban yang dipikul, Rasul pun harus "curhat" kepada Allah
karena merasa tidak mampu membimbing mereka menuju cahaya Islam.
Hiburan dari Allah SWT
Dalam situasi tertekan ini, Allah SWT "menghibur" Rasulullah SAW dengan
memperjalankannya ke langit melalui peristiwa Isra Mi'raj. Isra Mi'raj
adalah perjalanan spektakuler yang pernah dilakukan manusia. Betapa tidak,
Rasulullah SAW melakukan perjalanan malam hari dan dalam waktu yang amat
singkat dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina. Dari
Al-Aqsa, Beliau naik ke langit melalui beberapa tingkat, menuju Baitul
Makmur, Sidratul Muntaha (tempat tiada berbatas), Arasy (takhta Allah),
hingga Beliau menerima wahyu langsung dari Allah SWT tanpa perantaraan
Jibril.
Isra Mi'raj terjadi pada 27 Rajab, tepatnya satu tahun sebelum Rasulullah
SAW hijrah ke Madinah. Dalam QS Al-Isra [17] ayat pertama difirmankan,
"Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Isra Mi'raj tidak sekadar perjalanan "hiburan" bagi Rasul. Isra Mi'raj
adalah perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik kebangkitan
dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku In the Footsteps of Muhammad:
Understanding the Islamic Experience, seperti dikutip Azyumardi Azra,
mengungkapkan bahwa Isra Mi'raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting
dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada.
"Isra Mi'raj," tulisnya, "Benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam
menempuh dunia gaib".
Bila perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan
dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai
penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi
puncak perjalanan seorang hamba menuju Al-Khalik. Isra Mi'raj adalah
perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Perjalanan ini, menurut
para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit
yang tinggi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf.
Menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting peristiwa Isra
Mi'raj terjadi tatkala Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika
itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "Attahiyatul mubaarakaatush
shalawatuth thayyibatulillah"; "Segala penghormatan, kemuliaan, dan
keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah SWT pun berfirman,
"Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh". Mendengar
percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat.
Ungkapan bersejarah ini kemudian diabadikan sebagai bacaan shalat.
Sebagai pribadi berakhlak mulia, Rasulullah SAW sangat menjauhi sikap egois.
Beliau ingin ucapan salam dan "undangan" Allah tersebut dirasakan segenap
umatnya. Beliau kembali ke bumi dengan membawa salam keselamatan dari Allah
SWT lewat perintah shalat. Inilah kado spesial dari Allah SWT bagi
orang-orang beriman.
Prof Seyyed Hussein Nasr dalam buku Muhammad Kekasih Allah (Mizan, 1993)
mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat
Mi'raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang kita lakukan
sehari-hari. "Shalat adalah mi'raj-nya orang-orang beriman," demikian
ungkapan sebuah hadis.
Sabar dan shalat
Andai kita tarik garis merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan
Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang
disikapi dengan kesabaran. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah
berupa perjalanan Isra Mi'raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat
menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan
merebut kemenangan.
Ketiga hal ini terangkum dengan sangat indah dalam Alquran, "Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang
yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan
kembali kepada-Nya." (QS Al-Baqarah [2]: 45-46). Wallahu a'lam bish-shawab.
(Ems)
www.republika.co.id
--------------------------------------------------------------
Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913
Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com