http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/10/98464/Menyusui-Tantangan-Besar-bagi-Perempuan-Pekerja-

PEREMPUAN

10 Februari 2010
Menyusui, Tantangan Besar bagi Perempuan Pekerja
Oleh Farodlilah
PEREMPUAN bekerja seringkali mengalami kendala saat hendak memberikan
ASI eksklusif kepada buah hatinya. Tak banyak perusahaan memberikan
fasilitas ruang menyusui dan penitipan anak bagi karyawan. Perusahaan
pun kerap tak memberikan izin pegawai perempuan untuk mengambil jeda
di antara jam kerja guna menyusui bayinya.

Masa menyusui, selama ini dianggap tidak terlalu penting dibandingkan
dengan masa kehamilan atau persalinan. Perusahaan merasa telah cukup
memberikan izin cuti melahirkan selama tiga bulan kepada pegawai
perempuan. Padahal, ASI eksklusif merupakan hak dasar anak yang
dijamin undang-undang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang disahkan oleh Presiden RI bersama Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI pada 13 Oktober 2009, menjamin hak bayi untuk
mendapatkan ASI eksklusif setidaknya selama enam bulan. Undang-undang
ini juga memberikan ancaman sanksi berat bagi siapa pun yang secara
sengaja menghalangi pelaksanaan program pemberian ASI, berupa pidana
paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Bila upaya mempersulit hak untuk menyusui itu tersebut dilakukan oleh
korporasi, sanksi pidana penjara dan denda terhadap pengelola atau
pemilik perusahaan bahkan bisa berlipat menjadi tiga. Lebih keras
lagi, ancaman pencabutan izin usaha bisa diberlakukan.

Dilihat sepintas, undang-undang ini tampaknya menjadi angin yang
menyejukkan bagi kaum perempuan yang berniat memberikan gizi terbaik
bagi putra-putrinya. Namun sayangnya, sejak undang-undang tersebut
disahkan, hingga kini implementasinya belum tampak. Bahkan, gaung
pemunculan undang-undang itu pun hanya lirih terdengar.
Berusaha Lebih Keras Setiap perusahaan, pabrik, atau kantor yang
mempekerjakan pegawai perempuan, dituntut menyediakan fasilitas khusus
bagi ibu menyusui. Idealnya, setiap perusahaan menyediakan sebuah
ruang penitipan anak yang cukup nyaman untuk melaksanakan proses
pemberian ASI. Bila pun tidak, sedikitnya perusahaan menyediakan
sebuah ruangan yang aman bagi perempuan untuk memerah ASI dan
menyimpannya di dalam lemari pendingin sebagai cadangan ASI, untuk
diberikan kepada bayi saat ibu bekerja.

Selain area perkantoran, menurut undang-undang, fasilitas khusus itu
pun disyaratkan ada di setiap tempat-tempat umum. Bandara, terminal,
stasiun, mal, bahkan pasar,  seharusnya meluangkan sedikit ruang untuk
para ibu.

Sayangnya, peraturan seakan dibuat untuk dilanggar. Demi alasan
produktivitas kerja, perusahaan umumnya menolak memberikan kelonggaran
bagi para pegawai perempuan. Alhasil, perempuan yang bersikukuh
menyusui dalam kondisi terbatas harus pintar-pintar mencari celah agar
bisa tetap bertahan tanpa berpindah ke susu formula.

Seorang jurnalis perempuan, Sabai, dalam blog pribadinya menyebutkan,
dirinya harus ‘’merayu’’ bos untuk meminjamkan ruangannya yang
tertutup setiap tiga jam sekali guna memerah ASI. Saat bertugas di
lapangan, Sabai harus lebih berusaha keras dengan mencari sudut-sudut
sepi untuk mengisi botol-botol penyimpan ASI agar pasokan gizi untuk
bayinya tetap terjaga.

Namun, tidak banyak perempuan sekuat dan seberuntung Sabai. Menghadapi
peraturan perusahaan yang kaku, banyak perempuan yang akhirnya
menyerah dan mempercayakan kebutuhan gizi anaknya pada susu formula.

Produk hukum untuk mendukung kampanye pemberian ASI eksklusif yang
sudah disahkan, tak akan banyak bermanfaat bila hanya dibukukan dalam
kitab undang-undang. Diperlukan komunikasi yang lebih baik dengan para
pemilik perusahaan dan pengelola fasilitas umum untuk bersama-sama
melaksanakan komitmen.

Perusahaan yang terkesan dingin-dingin saja menanggapi keluarnya
undang-undang, harus segera diperingatkan agar lebih memperhatikan hak
karyawan. Demikian pula pengelola fasilitas umum harus lebih
dikenalkan pada pentingnya ASI bagi bayi. Bila masih ada pihak-pihak
yang dengan sengaja melanggar, tak ada alasan menunda pemberlakuan
sanksi yang disebutkan dalam undang-undang.

Di lain pihak, kampanye pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi harus
semakin gencar diberikan kepada perempuan, terutama perempuan yang
bekerja di luar rumah. Ini penting agar perempuan benar-benar memahami
hak anaknya, sehingga mereka lebih termotivasi memberikan ASI, meski
sebesar apa pun tantangan yang harus dihadapi. (37)

— Farodlilah, pengasuh rubrik Wanita Suara Merdeka Cybernews


------------------------------------

==========================================

MILIS MAJELIS MUDA MUSLIM BANDUNG (M3B)
Milis tempat cerita, curhat atau ngegosip mengenai masalah anak muda dan Islam.

Sekretariat : 
Jl Hegarmanah no 10 Bandung 40141
Telp : (022)2036730, 2032494 Fax : (022) 2034294

Kirim posting mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Berhenti: mailto:majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    majelismuda-dig...@yahoogroups.com 
    majelismuda-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke