Sepuluh Suku Israel Yang Hilang

Pada tahun 721 SM Samaria, ibukota Kerajaan Israel (Israel Utara), 
jatuh karena serangan pasukan Asyur (Assyria). Akhjirnya Sepuluh 
suku Israel dibuang ke Asyur, dan terjadi diaspora (penyebaran) suku-
suku Israel ke berbagai penjuru. Bangsa -bangsa kuat saling beradu 
memperebutkan kawasan Timur Tengah. Kejayaan bangsa Asyur diganti 
oleh bangsa Babel (Babylonia), tahun 603SM. Di masa kejayaan Babel, 
Kerajaan Selatan Yehuda jatuh, Jerusalem dihancurkan (587SM), dan 
berlangsunglah masa pembuangan di Babel. Kerajaan Persia (538-332SM) 
merebut hegemoni Babel. Sebagian suku Jehuda dan Benyamin, kembali 
ke Judea. Namun sepuluh suku Israel lain, tidak pernah kembali 
sebagaimana dua suku itu. 

Beberapa raja Persia tersebut dalam Alkitab, yaitu Cyrius (Koresy, 
Yes45:1); Xerxes (Ahasyweros, Est1:1); Artexerxes (Artahsasta, 
Neh2:1) dan Darius (Dan6:1). Kejayaan Persia selama 3 abad di 
seluruh kawasan Timur Tengah, Timur Dekat, dan seputar Mediterania 
bagian timur melahirkan bahasa Aram sebagai `lingua franca' dan 
memudahkan migrasi. Masa Persia berakhir ketika Aleksander Agung, 
dalam waktu relatif singkat menguasai kawasan Makedonia hingga 
India. Kawasan kekuasaan dinasti-dinasti Yunani (332-167SM) yang 
lebih luas dari Persia, semakin memudahkan migrasi. Suku-suku Israel 
meninggalkan Asyur, menuju ke timur, setelah itu tidak ada lagi 
berita, sehingga mereka dijuluki sebagai "Sepuluh Suku Israel Yang 
Hilang" (The Ten Lost Tribes of Israel). sehingga bahasa Yunani 
menjadi `lingua franca'. 

Khazar, Chazar (Rusia) 

Kawasan yang dihuni orang-orang Khazar terletak di antara Laut Hitam 
dan Laut Kaspia, diapit Ukraina dan Kazakhstan. Bangsa Khazar 
berasal dari suku kuno Turki -Mongol (Hun, atau Hsiungnu) yang 
beralih memeluk Judaisme dan berhasil membentuk Khazaria, kerajaan 
kuat di masa Abad-7 M hingga Abad-10 M. Orang-orang Yahudi Ashkenazi 
(Eropa Timur) adalah keturunan orang Khazar. Keberadaan dan kemajuan 
orang-orang Khazar mengindikasikan akulturasi Yahudi Diaspora (yang 
melek huruf dan berteknologi) dengan suku Turki-Mongol yang buta 
huruf dan bergaya-hidup nomad.   

Pathans/Pasthun (Afghanistan-Pakistan) 

Pathans menganggap diri mereka sebagai anak-anak Israel, meskipun 
mereka beragama Islam. Bangsa Pathans memiliki kemiripan dengan 
kebiasaan Israel kuno. Bangsa Pathans kini tinggal di perbatasan 
Afghanistan-Pakistan. Mereka disebut Afghans atau Pishtus menurut 
bahasanya. Di Afghanistan, jumlah mereka sekitar enam juta jiwa, dan 
di Pakistan sekitar tujuh hingga delapan juta jiwa dan dua juta jiwa 
lagi hidup seperti suku Baduy. Bukti-bukti yang menarik adalah 
beberapa nama suku-suku yang sama dengan suku-suku Israel seperti 
suku Harabni yakni Reuben, suku shinwari adalah Shimeon, suku 
Levani - Lewi, suku Daftani - Naftali, suku Jaji - Gad, suku Ashuri -
 Asher, suku Yusuf Su, anak-anak Yusuf, suku Afridi - Ephraim, dan 
seterusnya. Pasthun atau Pathans mengaku mempunyai hubungan dengan 
Kerajaan Israel kuno dari suku Benjamin dan keluarga Saul. Menurut 
tradisi, Saul mempunyai seorang anak, bernama Jeremia yang memiliki 
anak bernama Afghana. Menurut Injil 2 Raja-raja, Tawarikh 1 dan 2, 
sepuluh suku Israel dibuang ke Halah, Havor, sungai Gozan dan kota-
kota Maday. Beberapa kemiripan Tradisi Pathans dengan Israel kuno: 
memiliki sunat untuk anak laki-laki pada hari kedelapan, Patrilineal 
(Garis Bapak), menggunakan Talith (Jubah Doa) Tsitsit, pernikahan 
(Hupah), kebiasaan wanita (pembasuhan di sungai), pernikahan dari 
pihak keluarga ibu atau bapak (Yibum), Sangat menghormati bapak, 
larangan memakan daging kuda dan unta, Shabbat dengan menyiapkan 12 
roti Hallah, menghidupkan lilin pada saat Shabbat, hari Yom Kippur, 
menyembuhkan penyakit dengan bantuan kitab Mazmur (menempatkan kitab 
Mazmur dibawah kepada pasien, nama-nama Ibrani di desa-desa dan 
menyebut nama Musa, dan menggunakan symbol bintang Daud. Mereka 
hidup sebagai suku-suku yang terpencar dan memiliki hokum tradisi 
yakni Pashtunwali atau hukum Pasthun yang mirip dengan hukum Torah. 
Pathans bertradisi pernikahan ipar, yang mengharuskan saudara laki-
laki menikahi janda saudaranya yang meninggal tanpa keturunan, sama 
seperti Israel kuno (Ul 25:5-6). Pathans juga bertradisi 
mengorbankan kambing penebusan, sama seperti masa Israel kuno yang 
membebankan dosa seluruh bangsa pada domba yang diusir ke gurun dan 
disembelih (Im16).

Kashmir (India) 

Di India bagian utara yakni Kashmir terdapat sekitar 5-7 juta jiwa. 
Terdapat nama Ibrani di lembah dan didesa-desa di Kashmir seperti 
Har Nevo, Beit Peor, Pisga, Heshubon. Kebanyakan peneliti 
berpendapat bahwa bangsa Kashmir keturunan sepuluh suku Israel yang 
hilang pada pembuangan pada 722 BCE. Penampilan fisik mereka berbeda 
dengan umumnya orang India. Tradisi mereka memang mengindikasikan 
perbedaan asal-usul. Orang Kashmir memiliki hari raya Pasca pada 
musim semi, saat dilakukan penyesuaian perbedaan penanggalan candra 
dan surya, dengan cara seperti yang dilakukan orang-orang Jahudi. 
Mereka memang menyebut diri sebagai Bene Israel, Anak-anak Israel. 
Orang Kashmiri menghormati Sabbath (beristirahat dari semua jenis 
kerja); menyunat bayi pada usia delapan bulan; tidak makan ikan yang 
tak bersisik dan bersirip, dan merayakan beberapa hari raya Jahudi 
lainnya, tetapi tidak yang berasal dari setelah kehancuran bait 
Allah pertama (seperti Hannukah).

Shin-lung atau Bene Menashe (di sekitar perbatasan India-Myanmar)

Di kawasan pegunungan di kedua sisi perbatasan India-Myanmar, 
bermukim sekitar 2 juta orang Shinlung. Mereka memiliki tradisi 
penyembelihan binatang korban seperti suku-suku Israel kuno pada 
umumnya, dan menyebut diri anak Menashe atau Bene Menashe. Kata 
Menashe banyak bermunculan dalam puisi dan doa (mereka menyeru "Oh 
God of Menashe"). Mereka memiliki tradisi cerita yang mengatakan 
bahwa mereka dibuang ke suatu tempat yang berada di sebelah barat 
tempat asal mereka, lalu bermigrasi ke timur dan mulai menjadi 
penggembala dan penyembah dewa. Migrasi mereka berlanjut ke timur, 
mencapai perbatasan Tibet-Cina, lalu mengikuti aliran Sungai Wei, 
hingga masuk dan bermukim di Cina Tengah sekitar tahun 230SM. Orang 
Cina menjadikan mereka sebagai budak, sehingga beberapa diantara 
mereka melarikan diri dan tinggal di gua-gua kawasan pegunungan 
Shinlung, dan hidup miskin selama dua generasi. Mereka juga disebut 
orang gua atau orang gunung dan tetap menyimpan kitab suci mereka. 
Akhirnya mereka mulai berasimilasi dengan orang Cina dan terpengaruh 
budaya Cina, hingga akhirnya mereka meninggalkan gua-gua pegunungan 
dan pergi ke barat, melalui Thailand, menuju Myanmar. Setelah itu 
mereka berkelana tanpa kitab suci, dan membangun tradisi lisan, 
hingga sampai di Sungai Mandaley, dan menuju Pegunungan Chin. Pada 
abad-18 sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram, 
India Timurlaut. Mereka sadar bahwa mereka bukan orang Cina meskipun 
menggunakan bahasa Cina dialek lokal, dan menyebut diri Lusi yang 
berarti Sepuluh Suku ("Lu" berarti suku, dan "si" berarti sepuluh). 
Tradisi Menashe antara lain adalah sunat (kini sudah ditinggalkan), 
upacara pemberkatan anak pada usia 8 hari, hari raya keagamaan yang 
mirip dengan hari raya keagamaan Jahudi, praktek pernikahan ipar 
demi kelangsungan nama marga, menyebut nama Tuhan sebagai "Y'wa", 
dan memelihara puisi yang mirip dengan kisah penyeberangan Kitab 
Keluaran ketika bangsa Israel menyeberang Laut Merah. Di setiap 
kampung ada pendeta atau imam yang selalu bernama Harun (Aaron, 
saudara Musa dan Imam Pertama Jahudi) dengan pewarisan turun-
temurun. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi kampung, berdoa 
dan mempersembahkan korban, dengan jubah ber-`breastplate', 
ikatpinggang dan mahkota, dan selalu membuka doa dengan menyebut 
nama Menashe. Dalam kasus terdapat orang jatuh sakit, para imam 
dipanggil untuk memberkati pesakit dan mempersembahkan korban. Imam 
akan menyembelih domba atau kambing dan mengoleskan darahnya di 
telinga, punggung dan kaki pesakit sambil mengucapkan mantra yang 
mirip dengan Im14:14. Pada kasus penyakit khusus, diselenggarakan 
upacara khusus. Semacam upacara penebusan yang dilakukan dengan 
memotong sayap burung dan menebar bulunya ke udara. Pada kasus 
penyakit lepra, para imam menyembelih burung di lapangan terbuka. 
Untuk penebusan dosa, dilakukan pengorbanan domba di altar seperti 
dilakukan di Bait Allah (seperti disaksikan seorang penulis di hutan 
Myanmar sekitar tahun 1963-1964). Darah sembelihan ditorehkan di 
ujung altar, dagingnya dimakan. Yom Kippur dirayakan sebagai hari 
penebusan, sekali setahun seperti tradisi Jahudi. Kendaraan imam 
tidak boleh dibuat dari logam, namun dari tanah liat, kain, atau 
kayu. Melakukan praktek pemujaan berhala dan mempercayai klenik 
sehubungan dengan roh dan setan. Percaya reinkarnasi tapi percaya 
Tuhan di sorga akan membantu dalam kesusahan. 

Ch'iang-min (Cina)

Orang-orang Ch'iang atau Ch'iang-min (sekitar 250 ribu orang, 1920) 
bermukim di Propinsi Sechuan, Cina bagian barat, di daerah 
pegunungan sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet [Thomas 
Torrance "The History, Customs and Religion of the Ch'iang People of 
West China" (1920) dan "China's First Missionaries: Ancient 
Israelites" (1937)]. Mereka menganggap diri sebagai imigran dari 
barat yang datang ke tempat tersebut setelah berjalan selama tiga 
tahun tiga bulan. Orang Cina menganggap mereka sebagai barbar, dan 
mereka menilai orang Cina sebagai penyembah berhala (Ch'iang-min 
percaya hanya pada satu tuhan dan menyebutnya `Yawei' ketika berada 
dalam kesulitan). Ch'iang-min mempraktekkan persembahan korban yang 
dilakukan imam, jabatan yang hanya bisa dijabat oleh pria yang sudah 
menikah (Im 21:7,13) dan diwariskan turun-temurun. Para imam 
mengenakan jubah putih bersih dan bersurban khusus. Mezbah dibuat 
dari batu yang tidak dipotong dengan alat logam (Kel20:25), dan 
tidak boleh didekati oleh orang asing dan "cacat" (Im21:17-23). Para 
imam Ch'iang-min menggunakan tali pengikat jubah, dan sebatang 
tongkat berbentuk seperti ular (kisah Musa di gurun). Setelah 
berdoa, para imam membakar bagian dalam dan daging korban 
sembelihan, dan mengambil bagian pundak, dada, kaki dan kulit, 
sementara dagingnya dibagikan kepada pemberi persembahan. Saat 
persembahan, mereka mengibarkan 12 bendera di sekitar altar untuk 
menjaga tradisi bahwa mereka berasal dari satu bapak yang memiliki 
12 anak. (Mereka bertradisi sebagai keturunan Abraham dan berleluhur 
seorang bapak dengan 12 anak). Di antara orang Ch'iang, terdapat 
tradisi mengoleskan darah pada ambang pintu demi keselamatan dan 
keamanan rumah, pernikahan ipar, tudung kepala bagi wanita, memberi 
nama anak pada usia 7 hari hingga menjelang malam ke-40. 

Disadur dari : Napak Tilas Suku Israel yang "Hilang", Agen 
Akulturasi Jalur Sutra. Heri Muliono, M.Sc, Ir ( 6 Juli 2001).  
Disusun oleh : Christian P. S

Referensi:

Intisari ini diambil dari Website: 
http://warteg.150m.com/Pustaka/JesIndia.htm dan berbagai sumber 
lainnya.  

Diperoleh 
dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Sepuluh_suku_yang_hilang"; 

http://pondokalkitab.wordpress.com/2002/05/13/sepuluh-suku-israel-
yang-hilang/#respond





Kirim email ke