Eksekutif Korupsi Atau Tidak? * (Sekali Lagi Soal Pelanggaran PP 110/2000)
By padangekspres, Selasa, 22-Juni-2004, 01:26:51 WIB
Oleh Sutan Zaili Asril

TAK dapat saya elakkan: apa yang saya lakukan akan terasa/diterima sebagai
sebuah pembelaan terhadap eksekutif/Gubernur Sumatera Barat H. Zainal Bakar
SH. Sebab - biar mengambil posisi mencoba mendudukkan masalah sesuai
proporsi secara objektif dan tajam pun - anggapan umum sudah secara
simplistis membangun jeallousy yang sangat apriori:pimpinan/para anggota
DPRD provinsi Sumatera Barat saja sudah divonis Pengadilan Negeri (PN)
Padang, kenapa Gubernur Zainal Bakar - dan para pejabat terkait lain - dapat
terbebas begitu saja? Dan, bukankah mengetahui terjadi pelanggaran saja -
dan tidak melaporkannya kepada yang berwajib - sudah termasuk kejahatan?

Pembicaraan seputar, apakah Gubernur Zainal Bakar terlibat korupsi dalam
kasus pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) No. 110/2000 - menyebabkan semua
pimpinan/anggota DPRD provinsi Sumatera Barat dinyatakan bersalah melakukan
kejahatan korupsi "berjamaah" dan dihukum penjara/denda/mengembalikan uang
yang dikorupsi, oleh PN Padang - walau vonis belum ingkrah - masih menjadi
kontroversi/membingungkan sementara kalangan. Pertanyaan masih seputar opini
yang dirangkai Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) yang mendesak Kejaksaan
Tinggi (Kejakti) Sumatera Barat mengusut eksekutif: terlibat/bersalahkah
eksekutif/Gubernur Sumatera Barat H. Zainal Bakar SH dan para pejabat
terkaitnya?

Silang pandangan pengamat/ahli hukum di media cetak/TVRI Stasiun Padang,
cenderung mencampuradukkan wilayah masalah dalam administrasi negara/hukum
tatausaha negara/pidana umum - tindak pidana khusus/korupsi. Mereka
meninggalkan anggapan mengambang: semua relatif/tergantung dari sisi mana
memandang masalah (keterlibatan/eksekutif/Gubernur Zainal/para pejabat
terkait lain). Para ahli hukum/pengamat hukum masih mengambangkan masalah,
apalagi masyarakat umum yang sudah terpenjara anggapan simplistis:
pimpinan/anggota DPRD saja sudah divonis, kenapa pula eksekutif dapat
bebas!? Situasi masih buruk karena para pejabat di sekitar gubernur tidak
ada yang berani "pasang badan"/menjernihkan masalah - bahkan seakan
bersembunyi/tidak kesatria?

SAYA bukan ahli administrasi negara/hukum tatausaha negara/hukum pidana -
apalagi tindak pidana khusus/korupsi! Tapi, sebagai wartawan - yang antara
lain selalu berusaha mendudukkan masalah dan memproporsikannya serta
berusaha menemukan/merangkai fakta dan dokumen, maka pertama-tama saya akan
berusaha memilah masalah dalam kategori: mana hal-hal yang masih dalam
wilayah administrasi negara/hukum tata usaha negara (kebijakan yang diambil
berdasarekan undang-undang/ketentuan berlaku) - karena perlakuannya berbeda
dan sudah pasti belum akan disebut kejahatan kopruspsi, dan mana hal yang
sudah termasuk pidana/tindak pidana khusus atau korupsi (merugikan negara)!
Ini penting ditegaskan dulu!

Menurut saya, sudah menjadi tugas gubernur Zainal Bakar - dibantu
pejabat-pejabat terkait - menyusun R-APBD berdasarkan/sesuai dengan
UU/ketentuan yang berlaku. Bilamana kasus penyusunan RAPBD akhirnya diusut
Kejakti, maka RAPBD 2002 menjadi dokumen penting. Di dalam RAPBD dapat
dilihat, apakah ada fakta angka-angka yang disusun yang melanggar
UU/PP/ketentuan yang berlaku lainnya - adakah motif Gubernur Zainal
melanggar PP 110/2000! Justeru Gubernur Zainal menyatakan, semua angka-angka
dalam RAPBD 2002 disusun berdasarkan/sesuai UU/PP/ketentuan yang berlaku -
hal itu dikemukakannya kepada pimpinan DPRD, saat ia mengajukan RAPBD ke
DPRD Provinsi Sumatera Barat untuk dibahas dan ditetapkan.

Dalam membahas RAPBD untuk ditetapkan menjadi APBD dalam format peraturan
daerah (Perda), DPRD Sumatera Barat harus bekerjasama dengan eksekutif,
walaupun DPRD mempunyai hak budgenting. DPRD relatif tidak mengutak-atik -
bahkan memotong sana sini alokasi anggaran eksekutif, sebaliknya
menggelembungkan alokasi anggaran legislatif - dan itu dilakukan tanpa
membahasnya bersama-sama dengan eksekutif. Lalu, RAPBD yang sudah
"disempurnakan" tersebut ditetapkan jadi Perda. Gubernur Zainal, sesuai
ketentuan, menandatangani Perda APBD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2002 itu,
dan mengajukannya ke Mendagri untuk
dipertimbangkan/diterima/dikoreksi/dibatalkan. Di sini perlu digarisbawahi
soal Gubernur Zainal menandatangani Perda tersebut!

Gubernur memang harus menandatangani Perda itu sebagai normatif, karena
Gubernur tak dapat mengambil sikap menerima/menolak, tapi, bertugas
meneruskan ke Mendagri/pemerintah pusat! Dalam pengajuan ke Mendagri ini,
Gubernur Zainal menyampaikan pandangan/sarannya: agar pemerintah
mempertimbangkan Perda APBD 2002 itu. Yang jelas, turun perintah: Mendagri
meminta - lewat Gubernur Zainal - DPRD Sumatera Barat mengoreksi Perda
tentang APBD 2002 itu, khususnya bagian alokasi anggaran legislatif yang
dikatakan melanggar PP 110/2002. Tapi, DPRD menolak. Pimpinan DPRD memaksa
agar anggaran legislatif dicairkan berdasarkan Perda. Gubernur Zainal
menolak, kecuali sebesar yang ditentukan PP 110/2000, hingga Dewan "menahan
gengsi": biarlah tidak menerima honor.

SAMPAI sejauh ini, belum terjadi kejahatan korupsi/tindak pidana khusus!
Semua masalah masih berada dalam wilayah/tataran administrasi negara
(kesalahan diukur/ditentukan lembaga internal/atasan, dan bila terjadi
kesalahan juga ditakar/dinilai oleh lembaga internal/atasan. Itu yang
terjadi, di mana Gubernur Zainal meneruskan Perda APBD Sumatera Barat 2002
untuk dipertimbangkan Mendagri karena ada bagian diketahui melanggar PP
110/2000. Adalah wewenang Mendagri menolak/membatalakan - seharusnya
Mendagri membatalkan, tapi, hanya meminta mengoreksi. Semua sudah berjalan
sesuai aturan/ketentuan yang berlaku dengan Mendagri membetulkan kesalahan
dengan meminta DPRD melakukan koreksi.

Bagaimana korupsi/kerugian negara terjadi? Korupsi terjadi saat pimpinan
DPRD memaksa Gubernur Zainal mencairkan anggaran legislatif yang melanggar
PP 110/2000 dan sudah diminta Mendagri dikoreksi dengan memberikan jaminan
tertulis, pimpinan Dewan/para Anggota Dewan bersedia menanggung semua
konsekuensi/risiko - dan Gubernur Zainal tak lagi mempunyai dalih untuk
menolaknya! Maka terjadilah kejahatan yang merugikan negara/alias korupsi.
Atas pengaduan FPSB, Pimpinan/Anggota DPRD diusut Kejakti, mereka diajukan
ke meja hijau, dan PN Padang memvonis/mendenda/memerintah mengembalikan
anggaran yang dikorupsi - ada anggota Dewan lolos karena menolak sedari
mula/mengembalikan kelebihan honor ke kas daerah.

Dalam kasus kejahatan korupsi/pencairan anggaran legislatif yang melanggar
PP 110/2000 dan sudah diminta Mendagri untuk dikoreksi serta Gubernur Zainal
Bakar terpaksa mencairkan atas dasar jaminan tertulis pimpinan/anggota DPRD,
bersalahkah Gubernur Zainal? Berbeda kasusnya "mengetahui tindak kejahatan"
adalah kejahatan. Yang terjadi, sesungguhnya adalah, pimpinan DPRD/para
anggota DPRD telah dengan sadar mengambil risiko melanggar hukum - dalam hal
ini PP 110/2000 yang kekuatannya lebih tinggi dari Perda. Saya kira, apa
yang dilakukan Gubernur Zainal sudah betul. Ia terpaksa melakukannya karena
jaminan tertulis. Yang membuat jaminan tertulis sudah dengan sadar memikul
semua tanggung jawab.

SAMA halnya dengan yang saya lakukan sekarang: mengambil posisi untuk
mengemukakan fakta-fakta dan menyebut dokumen secara kritis dan tajam, tanpa
terindikasi untuk berpihak/membela siapa pun! Toh saya tetap dipandang
sementara kalangan - dan sejumlah rekan dekat menuding saya - sebagai telah
"memasang badan" membela Gubernur Zainal Bakar. Beberapa rekan yang selama
ini memandang saya sebagai masih memiliki keberanian/daya kritis/melakukan
kritik terhadap siapa pun - termasuk terhadap Gubernur Zainal Bakar,
dikatakan "secara tiba-tiba saja telah membela" Gubernur Zainal Bakar
"secara naif". Bahkan, ada rekan yang menyebut saya melakukannya karena
imbalan! Tentu saja saya merasa kehilangan moril yang tidak terhingga,

Sudah risiko saya mengemukakan fakta/dokumen/pandangan/analisa secara
kritis/tajam, yang karena situasi masyarakat yang jealousy dan simplistis
telah secara apriori menghukum saya sebagai sudah tak obyektif/tiba-tiba
membela Gubernur Zainal Bakar dengan menerima imbalan. Ada yang mengatakan,
saya dan Zainal sama-sama dari Piaman - dan ini bagian dari skim Zainal
kembali jadi gubernur! Saya tak dapat mengelak sepenuhnya/tidak berdaya
menangkis tuduhan - mungkin waktu akan menjelaskannya. Yang jelas, saya
jujur dengan diri sendiri - dan pada Tuhan, bahwa saya melakukannya dengan
benar, dan justeru tetap masih dengan kritis/tajam/tidak menerima satu sen
dari siapa pun - perkara lain kalau Gubernur Zainal diuntungkan dengan apa
yang saya lakukan.

*Sutan Zaili Asril, Wartawan Senior tinggal di Padang.

Padang Ekspres Online : http://localhost/endonesia
Versi online:
http://localhost/endonesia/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=28537



____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke