setuju deh, tokh maksudnya itu tetap sama spt yg snak bilang "Jadi 
tidak perlu menunggu pemimpin negara dulu" dengan kata lain sudahkan
qta melaksanakan SI yg memang menjadi hak dan kewajiban kita, untuk 
negara sejauh ini meski belum memuaskan sudah banyak juga yang 
mengambil substansi dari SI itu sendiri, misal makin maraknya perbankan
non ribawi (bunga) sampai ke MLM syari'ah pun sudah ada.
Oh iya, saya tertarik juga dgn kalimat sanak "Bagaimana mungkin kita 
menuntut penguasa sekelas Abu Bakar padahal kita enggan menjadi 
masyarakat sekelas masa Abu Bakar" yg saya simpulkan (afwan klo salah)
sudahkah kita meng-SI kan diri kita sebelum kita menuntut penguasa
untuk menjalankan SI yg menjadi hak dan kewajibannya --> intropeksi
gitu kan maksudnya. Jadi inget pesan Aa Gym nih, Mulailah dari diri 
sendiri dan dari yang paling kecil.

wassalam,
harman

nb.
Tata cara memilih tanggal 5 Juli nanti tentang surat suara :
No.1 Diambil
No.2 Dilihat
No.3 DICOBLOS!
No.4 Dilipat
No.5 Dimasukan ke kotak suara.

Jangan lupa baca BASMALAH ya...



-----Original Message-----
From: Ahmad Ridha [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, June 23, 2004 4:30 PM
To: Komunitas MINANGKABAU (Urang Awak) Pertama di Internet (sejak 1993)
Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: ] FW: Siswono: Negara Tidak Perlu Mengatur
Syari at Islam


Bismillahirrahmanirrahim, 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

harman writes: 

> ... spt yg ia bilang "Tapi itu semua tidak perlu diatur oleh negara. 
> Biarlah individu-individu yang melaksanakan ini"

Nah, masalahnya syari'at Islam begitu lengkap hingga mencakup bagian-bagian 
yang merupakan haknya penguasa seperti qishash, hudud, pengaturan baitul 
mal, dll. Dengan demikian dibutuhkan penguasa yang menerapkan syari'at 
Islam. Akan tetapi bukan berarti kita harus rame-rame ganti penguasa kalo ia

tidak gak menerapkan syari'at Islam dengan baik lho. 

> kebanyakan masih bermain dalam retorika umum yaitu pemberantasan 
> korupsi -- klo ga' salah ini juga kan bagian dari SI kan?

He he he, PDS juga klaimnya begitu ('Korupsi harus dihapuskan dari bumi 
Indonesia') namun dengan tegas memisahkan agama dan negara ('Urusan agama 
terpisah sepenuhnya dari urusan negara. Urusan agama menjadi urusan kelompok

agama yang bersangkutan sendiri'). 

> Dan saya sangat setuju dgn angku Darul biarlah masy. ini menjalani
> SI itu secara sadar, kata teman saya yg ikut pengajian manhaj salaf
> dia bilang pelaksanaan SI itu tidak perlu formalisasi krn setiap indivi
> du bisa melaksanakannya misalnya memanjangkan janggut, memakai isbal
> dll.

Mohon maaf, saya koreksi sedikit maksudnya mungkin 'membiarkan janggut' 
karena perintah Rasulullah begitu [1] (dan tidak semua orang berjanggut) 
serta 'tidak berisbal' karena justru isbal (memanjangkan kain/celana hingga 
mata kaki atau lebih) yang dilarang Rasulullah [2]. 

Masalah pelaksanaan SI, manhaj salaf yang saya ketahui (dan saya baru 
belajar) adalah berdakwah dengan manhaj Rasulullah yang memulai dengan 
pemurnian aqidah serta membersihkan ibadah dari beragam bid'ah kemudian 
mendidik masyarakat. Dengan demikian, syari'at Islam tumbuh dalam diri 
muslim, keluarganya, masyarakatnya, kemudian negaranya. . 

Adalah sangat ironis melihat saat ini masyarakat kita berkoar-koar 
menginginkan pemimpin yang bebas korupsi namun dalam keseharian justru 
banyak yang memupuk korupsi. Misalnya saat ditilang polisi dengan mudahnya 
terucap 'saya tetangganya pak anu' atau mengajak 'negosiasi'. Bagaimana 
mungkin kita menuntut penguasa sekelas Abu Bakar padahal kita enggan menjadi

masyarakat sekelas masa Abu Bakar? 

Beberapa link terkait:
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=720
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=721
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=141
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=164 

http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=71
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=26 

Mohon maaf jika ada kesalahan. Segala kebaikan hanyalah datang dari Allah 
dan keburukan datang dari diri saya sendiri dan syaithan. 

Allahu a'lam. 

Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim
(l. 1980 M/1400 H) 

[1] Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu âAlaihi Wa Sallam 
sesungguhnya beliau bersabda (yang artinya): "Kami diperintah untuk 
memangkas kumis dan membiarkan tumbuh jenggot." (HR. Muslim) 

[2] Rasulullah bersabda (yang artinya):
"Apa saja yang berada di bawah mata kaki berupa sarung, maka tempatnya di 
Neraka." (HR. al-Bukhari, Ahmad) 


____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke