Dari Kompas 26 Jan
>Jumat, 26 Januari 2001
Prof Dr Ir H Muchlis Muchtar MS
Membangun Lewat PIR Perkebunan
DI Sumatera Barat (Sumbar), boleh dikatakan, hanya ada seorang Prof Dr Ir
H Muchlis Muchtar MS, yang lantang bicara soal pertanian, nasib petani, dan
ekonomi kerakyatan. Cara yang dilakukannya tergolong unik. Ia sering mengajak
wartawan diskusi ke lapangan, ke obyek sasaran. Setiap ada kebijakan terbaru
dari pemerintah, ia siap memberikan pemikiran kritis sambil melihat kenyataan
dan mungkin dampak kebijakan itu di lapangan.
"Kebijakan pemerintah akhir-akhir ini banyak merugikan petani karena tak lagi
berdasarkan fakta di lapangan," kata Muchlis Muchtar kepada Kompas, Selasa
(23/1) di Padang.
Ia mencontohkan tentang kebijakan yang menunjuk Sumbar sebagai (salah satu)
sentra produksi pangan (padi). Pakar pertanian dan perencanaan pembangunan
wilayah dan pedesaan dari Universitas Andalas (Unand), Padang, ini sangat
tidak setuju. Alasannya, pola pertanian di Sumbar polikultur, beda dengan
daerah lain yang monokultur. Lalu, capital output ratio tanaman padi paling
rendah.
"Kalau ingin mengembangkan pertanian, harus (pilih komoditi) yang capital
output ratio-nya tinggi," tandasnya.
***
KEPEDULIAN Muchlis dalam bidang pertanian dan nasib petani karena ekonomi
Sumbar adalah pertanian. Sekitar 60 persen dari 4,4 juta jiwa penduduk Sumbar
adalah petani. Dari jumlah yang 60 persen itu, 50 persen di antaranya petani
pemilik lahan dengan luas garapan rata-rata 0,5 ha.
"Di samping itu juga latar belakang keluarga saya yang sebagian besar berkiprah
di bidang pertanian rakyat," aku sarjana lulusan Fakultas Pertanian
Universitas Andalas (Unand), Padang (1969), magister sain (MS) penyuluhan
pertanian pembangunan di Institut Pertanian Bogor (IPB, 1981), dan doktor
pembangunan wilayah pedesaan dari IPB Bogor (1988).
Menurut mantan Dekan Fakultas Pertanian Unand dua periode (1991-1997) yang
pernah ikut dalam diskusi-diskusi penyusunan konsep perusahaan inti rakyat
(PIR) 23 tahun lalu ini, untuk otonomi daerah sekarang pola PIR sangat
relevan. Pola PIR mempunyai dampak berganda bagi pembangunan wilayah dan
pedesaan (atau kini nagari di Sumbar). PIR dapat menjadi wahana pembangunan
baik bagi yang terlibat dalam proyek PIR maupun masyarakat di luar proyek.
"PIR diharapkan akan memberikan dampak pada perubahan struktur ekonomi
wilayah dengan terjadinya pergeseran antara sektor-sektor wilayah berupa
komposisi penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat dan wilayah," katanya.
Menurut Muchlis, untuk mengembangkan wilayah dan pedesaan/nagari PIR perkebunan
jangan hanya terbatas pada pembangunan fisik kebun saja, tetapi
juga melibatkan investasi modal dalam bentuk investasi sosial, jalan dan
fasilitas sosial lainnya yang mendukung proyek utama. Dua bentuk investasi itu
diharapkan akan memberi dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan
wilayah yang bersangkutan berupa peningkatan kesempatan kerja, peningkatan
kesejahteraan dan pemerataan pendapatan.
Sampai tahun 2000 luas PIR perkebunan lebih kurang 750.000 hektar dengan
komposisi inti 30 persen dan plasma 70 persen, dengan melibatkan lebih kurang
1,5 juta jiwa atau 250.000 rumah tangga.
Bersamaan dengan pembangunan perkebunan itu, juga terbangun lebih kurang 6.000
km jalan penghubung, 3.500 km jalan desa, dan 6.000 km jalan produksi
dan fasilitas sosial dan ekonomi lainnya.
"Telah terjadi berbagai dampak peningkatan pendapatan serta berbagai besaran
multiplier," ungkap Muchlis. Dari hasil penelitiannya, pendapatan petani peserta
PIR naik 200 sampai 450 persen. Sedangkan bila dibandingkan dengan
pertanian PIR maka pendapatan petani PIR lebih tinggi 100 sampai 250 persen
dari petani non-PIR. Peningkatan pendapatan wilayah di mana PIR perkebunan
berada (PDRB) yaitu 5,7 persen di NTT, 7,0 persen di Sumut, 7,6 persen di
Kalteng, 7,6 persen di Sumsel, 14 Persen di Riau dan 11,3 persen di Sumbar.
Secara nasional telah terjadi penyerapan tenaga kerja sekitar 0,30 sampai
0,40 persen.
Di samping itu, dengan dibangunnya berbagai fasilitas sosial dan ekonomi telah
terjadi peningkatan efisiensi pemasaran berupa penurunan biaya pemasaran,
peningkatan pendapatan petani, menghilangkan isolasi desa-kota, mendorong
peningkatan ekonomi pasar, peningkatan penciptaan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha, serta peningkatan mobilitas masyarakat antardesa ke
ibu kecamatan, kabupaten dan provinsi.
Meskipun Muchlis mengakui pola PIR bukanlah satu-satunya strategi pembangunan
wilayah dan pedesaan, tetapi pola PIR merupakan salah satu program
pembangunan wilayah dan pedesan secara terpadu. Sedangkan selama ini pola
pembangunan parsial telah banyak dilakukan.
***
DILAHIRKAN di Padang, 10 Agustus, 57 tahun lalu, penggemar ikan bakar dan
gulai ikan yang menyenangi musik blues dan olahraga lari ini, sampai sekarang
masih terus mengajar dan meneliti. Penelitian yang pernah dilakukannya antara
lain tentang permukiman kembali di Riau, Kalsel, Kaltim dan Sulut. Studi
pengembangan sosial ekonomi wilayah transmigrasi di Lampung, Sumsel, Sumbar dan
Sultra, penyusunan studi kelayak PIR perkebunan di Sumut, dan penelitian
tentang distribusi pendapatan masyarakat pedesaan di Sumbar.
Selain meneliti, dewan pakar Majelis Masyarakat Agribisnis ini juga acapkali
menjadi pembicara di berbagai forum seminar dan sejenisnya. Aktif dalam berbagai
organisasi, pakar yang dikenal mahasiswa sangat disiplin dan selalu berpakaian
rapi dan necis ini kini menjabat Ketua Perhimpunan Ekonomi
Pertanian Indonesia (Perhepi) Komisariat Sumatera Barat (1989 hingga sekarang),
Anggota Persatuan Peminat Perencanaan Wilayah dan Pedesaan
Indonesia. Ia pernah juga menjadi anggota DPRD Sumbar, aktif di Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia, dan mantan anggota MPR-RI utusan daerah Sumbar,
1998-1999.
Selasa (16/1) lalu, ia dilantik untuk menduduki jabatan Ketua Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar. "Jabatan itu amanah dan dan
secara profesional ini menantang saya dan itu yang saya sukai," ujar Muchlis,
yang setiap hari meluangkan waktu lima jam untuk membaca dan satu jam
berolahraga.
Gubernur Sumbar Zainal Bakar menaruh harapan besar kepada Muchlis. Zainal
Bakar mengatakan, "Mencermati berbagai tuntutan dan tantangan yang akan
dihadapi, perencanaan pembangunan ke depan harus dapat mendorong optimalisasi
pemanfaatan potensi, peningkatan daya saing, peningkatan kemandirian dan
pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan konsep ekonomi kerakyatan, yang
dibangun dalam keutuhan identitas masyarakat Sumbar. Mudah-mudahan kehadiran
Prof Muchlis Muchtar akan membuka kesempatan lebih luas kepada masyarakat
Sumbar untuk meningkatkan kesejahteraan bersama." (Yurnaldi)
RantauNet http://www.rantaunet.com
=================================================
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
ATAU Kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
- mendaftar: subscribe rantau-net [email_anda]
- berhenti: unsubscribe rantau-net [email_anda]
Ket: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
=================================================
WebPage RantauNet dan Mailing List RantauNet adalah
servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================