Pak Saaf,

Nak sato juo lah ambo snek pakaro rumah gadang ko. Agaknyo, masalah 
malestarikan rumah gadang labiah banyak masalah kepeang. Mambuek rumah gadang 
sangaik maha, mungkin 3 x lipek rumah beton biaso. Kini, urang kabanyakan 
mungkin ndak mampu mambueknyo.

Agak hati ambo, pamarentahlah nan harus mamikiakan pelestarian rumah gadang 
gadang ko. Mungkin seluruh kantua LKAAM musti dibuek dalam format rumah gadang 
nan sabananyo. Sudah tu balai2 pertemuan tiok nagari diusaoan mambuek bantuak 
rumah gadang sasuai jo kemampuan nagari ybs.

Kok iyo laluan, kok ukan tukai.


     
      mak Sati (L. 74+1+4)

      asa Galuang, Sungai Pua, Agam

      Jl. Sitawa 25, Tabiang

      0812 6600 639 Halo

      0821 70 223 253 Simpati

      0852 63000 868 As

      0857 6652 6776, IM3

      0819 4757 6979, XL
     


  ----- Original Message ----- 
  From: Dr.Saafroedin BAHAR 
  To: rantaunet@googlegroups.com 
  Sent: Thursday, April 07, 2011 9:21 AM
  Subject: Re: [R@ntau-Net] RUMAH GADANG Lakang dek Paneh, Lapuak dek Hujan


        Bung Nofend, Sanak Asmardi, dan para sanak sapalanta, 

        Saya sepakat dengan pengamatan ini, bahwa rumah gadang dalam 
kenyataannya bukan saja jumlahnya jauh berkurang, tetapi juga fungsinya  banyak 
yang tidak lagi seperti semula. Banyak yang malah telah ditinggalkan dan 
dibiarkan roboh. 

        Sayangnya, menurut penglihatan saya, selain bukan saja hampir tidak ada 
data kuantitatif tentang kemerosotan ini, juga hampir tidak ada kajian yang 
mendasar mengapa bangunan yang merepresentasikan sistem kekerabatan matrilineal 
tersebut bisa mengalami degradasi demikian dahsyat.

        Secara pribadi saya berpendapat bahwa sebagai lambang kebudayaan 
Minangkabau, rumah gadang harus diselamatkan. Kalaupun tidak bisa semua, paling 
tidak beberapa buah yang mempunyai sejarah, perlu dinyatakan sebagai 
'Minangkabau heritage', dirawat baik-baik, sebagai balai pertemuan,kantor 
Tungku nan Tigo Sajarangan,  museum, atau sebagai bagian dari pengalaman 'home 
stay' yang unik. Jika semuanya dibiarkan lenyap dan tak berfungsi, apakah kita 
akan mengganti lambang Minangkabau ini dengan -- misalnya -- mall ?

        Sungguh, saya merasa heran dengan sikap masyarakat urang awak yang 
tenang-tenang saja melihat - atau karena tak melihat -- perubahan dahsyat dari 
kehidupan kebudayaan tradisional ini. Atau memang sudah dianggap sebagai 
'sakali aia gadang, sakali tapian baraliah' ? Wallahualambissawab.


        Wassalam,
        Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo
        (Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) 
        Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita.




        --- On Wed, 4/6/11, Asmardi Arbi <asmardi.a...@rantaunet.org> wrote:


          From: Asmardi Arbi <asmardi.a...@rantaunet.org>
          Subject: Re: [R@ntau-Net] RUMAH GADANG Lakang dek Paneh, Lapuak dek 
Hujan
          To: rantaunet@googlegroups.com
          Date: Wednesday, April 6, 2011, 10:16 PM


          Di Nagari Kambang , Pesisir Selatan ada pula sebuah Rumah Gadang yang 
didirikan oleh salah satu kaum belahan Suku Kampai. Pada tahun 1984 Kaum Kampai 
Nyiue Gadiang di Jorong Padang Tabek , Kampuang Medan Baiak , Kanagarian 
Kambang telah berhasil mencapai kesepakatan kaum untuk mambangkik batang 
tarandam kaum yang telah lama terpendam karena kelangkaan laki-laki yang pantas 
untuk  meneruskan posisi kepala kaum (penghulu). Pada waktu itu ada salah 
seorang mamak kaum yang kebetulan menjadi Irjen di Kementerian Kehakiman yang 
dipandang pantas untuk menjadi Penghulu kaum yaitu H.Kamil Kamka SH.  Beliaulah 
yang bersama kakak perempuannya Hj.Kartini Widya Latif ( isteri alm.Mayjen 
Purn.Widya Latif asal Payakumbuh) memprakarsai untuk mempersatukan kembali kaum 
yang dirasakan bila dibiarkan berlarut-larut akan pecah karena  berebut harta 
Pusako Tinggi. Ditanah ulayat kaum ada 2 buah Rumah Gadang yang  sangat tua 
diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun dan 3 rumah biasa yang dihuni 5 nenek 
bersaudara.  Pada waktu itu kondisi semua rumah sudah lapuk dan 2 Rumah Gadang 
telah dirobohkan.

          Seluruh keturunan dari 5 nenek bersaudara itu telah sepakat bulat 
untuk membangun sebuah Balairung dan sebuah Rumah Gadang lengkap dengan 4 
rangkiangnya dengan cara beriyuran seluruh warga kaum baik yang diranah maupun 
yang dirantau sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setelah Balairung yang 
juga mirip Rumah Gadang itu selesai dibangun pada tahun 1985 maka  H.Kamil 
Kamka SH setelah disepakati oleh Ikek Kampai nan Barampek, lalu dikukuhkan olen 
Ikek nan Ampek yang terdiri dari Suku Kampai, Melayu, Panai dan Tigo Lareh 
(Kerapatan Adat Nagari Kambang)  dilewakan menjadi Kepala kaum dengan gelar 
Dt.Inyiak Bandaro. Hadir menyaksikan Gubernur Sumbar waktu itu bp.Ir.Azwar Anas 
 dan Menteri Transmigrasi bpk.Martono serta Hasan Basri Durin Dt, Rangkayo 
Mulie. ketua LKAAM. Pada tahun 1990 Rumah Gadang kaum selesaidibangun dan juga 
diresmikan dengan dihadiri oleh Gubernur Sumbar waktu itu.   Jadi Rumah Gadang 
dibangun untuk mempersatukan kaum dan upaya melestarikan pusako tinggi yang 
menjadi identitas kaum.

          Setelah Rumah Gadang kaum berdiri barulah muncul problem bagaimana 
memfungsikan nya dan problem perawatannya. Kepala kaum berdomisili di Jakarta.
          Hj.Kartini Widya Latif  yang diangkat kaum menjadi Bundo Kanduang 
Tungganai Rumah Gadang juga berdomisili di Jakarta. Yang diangkat jadi 
Panungkek juga berdomisili dirantau Lampung. Sebagian besar warga kaum yang 
tergolong cadiak pandai tersebar dirantau. Yang tinggal dirantau relatif miskin 
dan yang agak cadiak urang sumando yang tidak punya power nan enggan bertindak. 
Jadi rata-rata sama keadaanya seperti yang diuraikan dalam postingan nakan 
Nofendri T.Lare dibawah, walaupun rumah Gadangnya relatif masih baru.

          Wassalam,

          Asmardi Arbi ( 69+, Kampai, Tangsel )



          --------------------------------------------------
          From: "Nofendri T. Lare" <nof...@gmail.com>
          Sent: Tuesday, April 05, 2011 11:52 AM
          To: <rantaunet@googlegroups.com>
          Subject: [R@ntau-Net] RUMAH GADANG Lakang dek Paneh, Lapuak dek Hujan

          > KONDISI UMUM rumah gadang atau rumah asal hampir penjuru nagari di 
Sumatera > Barat memprihatinkan. Sebagian besar sudah roboh, lapuk, dan hilang. 
Rumah gadang sebagai salah satu bentuk ikatan komunal atau pesukuan, nyaris tak 
berfungsi lagi. Apa yang menjadi faktor penyebabnya?
          > 
          > Pergeseran pola hidup masyarakat Minang menjadi salah satu penyebab 
mulai
          > hilangnya pola dan fungsi-fungsi ruang di rumah gadang (rumah adat
          > Minangkabau). Pergeseran itu tidak lepas dari meningkatnya aktivitas
          > masyarakat Minang khususnya yang masih menggunakan rumah gadang 
sebagai  fasilitas hunian.
          > 
          > Dari beberapa nagari-nagari, wartawan Haluan melaporkan, kondisi 
rumah
          > gadang sudah banyak yang roboh, berganti dengan bangunan lain dengan
          > arsitektur yang disesuaikan dengan zaman kekinian. Yang memiriskan, 
banyak
          > rumah gadang dibiarkan hancur dan ditelan lapuk tanpa penghuni.
          > 
          > Nagari Batipuah Baruah, Tanah Datar  Dari Nagari Batipuah Baruah, 
Tanah Datar, dilaporkan, salah satu pesukuan  suku Koto di Jorong Ladang Laweh, 
dahulunya memiliki sebuah rumah gadang sembilan ruang selajang kudo berlari. Di 
rumah gadang itulah penghulunya bergelar Dt Berbangso melakukan rapat-rapat 
dengan anak kemenankan.  Bertahun-tahun, di rumah gadang itu tinggal beberapa 
keluarga, tetapi kini  tinggal cerita. Rumah gadang itu kosong melompong dan 
lapuk. "Sebab semuanya kini sudah tinggal di rumahnya masingmasing.
          > Rumah gadang semakin goyah dan menunggu rubuh. Rumah gadang kami 
sudah lapuk  karena sudah lebih usianya 100 tahun, dan belum ada rencana 
membangun baru,"  Kata Dt Berbangso kepada Haluan, Kamis (31/3) di Batipuah 
Baruah.
          > 
          > Menurutnya, kini membangun rumah gadang seperti masa lalu memang 
sulit
          > dilakukan. Kalaupun ada bangunan rumah gadang atau rumah asal yang 
baru,
          > itupun kebanyakan dibangun oleh perantau yang berhasil. Bagi orang 
yang
          > tinggal di kampung, membangun atau merehabilitasi rumah gadang 
terasa berat
          > pada biaya.
          > "Jangankan membangun rumah gadang, sawah penyandang gelar saja 
sudah banyak  tergadai akibat melemahnya ekonomi masyarakat.
          > Menurut adat menggadai itu sebenarnya hanya boleh dilakukan bila 
rumah
          > gadang katirisan (atap bocor), mayat terbujur di tengah rumah, dan 
anak
          > gadih alun balaki (bersuami)," kata HMA Dt Rangkai Basa, Ketua 
Kerapatan
          > Adat Nagari Batipuh Baruah.
          > 
          > Bagi HMA Dt Rangkai Basa, kini yang perlu dipikirkan bersama 
bagaimana
          > fungsi rumah gadang bisa hidup kembali. Artinya kalangan penghulu 
pesukuan
          > bisa merumuskan persoalan-persoalan yang terjadi di tengah pesukuan 
masing
          > masing dengan memungsikan rumah gadang.
          > 
          > Di Batipuh Baruah misalnya, dahulu terdapat 19 buah rumah gadang 
menurut
          > jumlah pesukuan dari 7 suku yang terdapat di Batipuh Baruah. "Dan 
rumah
          > gadang itu, sebagian terancam roboh," katanya.
          > 
          > Nagari Kota Gadang, Agam
          > 
          > Dari Agam dilaporkan, ternyata mencari rumah gadang di nagarinagari 
belahan
          > barat Agam ini cukup sulit karena sebagian besar rumah asal sudah 
hancur
          > dimakan zaman, dan hilang dibongkar pemiliknya.
          > 
          > Walau demikian, di Nagari Koto Gadang , Kecamatan Tanjung Raya, 
masih
          > ditemukan setidaknya 3 unit rumah gadang. Satu unit di antaranya 
sudah tidak
          > dihuni pemiliknya tapi masih tetap dirawat.
          > 
          > Sanibar, (70), pemilik rumah gadang di Jorong Ateh, Nagari Kota 
Gadang
          > menuturkan, rumah gadang milik kaummnya itu setidaknya sudah 
berumur 100
          > tahun. Dulu didirikan oleh Angku Lareh Koto Gadang, yang masih 
terbilang
          > kakeknya.
          > 
          > Dari pantauan Haluan, rumah gadang itu sudah tua dan agak reot. 
Lantainya
          > dari kayu arikir minyak sudah banyak yang lapuk dimakan usia. Atap 
bocor.
          > Ukiran pada bagian atas pintu dan jendela sengaja dirusak di zaman 
Jepang.
          > 
          > Rumah gadang itu berlantai datar, pertanda keluarga kaumnya 
menganut faham
          > Dt Perpatiah Nan Sabatang. Kamarnya ada 4, dilengkapi dengan dapur 
dan kamar  penyimpanan peralatan dapur.
          > 
          > Rumah gadang itu ditinggal karena putra-putri Nek Iba merantau. Ia 
sendiri
          > merasa "lingau" tinggal sendirian di rumah gadang itu, makanya ia 
membangun
          > kedai di depan rumah. Di sanalah ia tinggal.
          > 
          > Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Gadang, Muchtar Dt. Asa Rajo 
Nan
          > Kuniang, menyebutkan, rumah gadang di nagari itu memang sudah 
langka. Dulu
          > banyak, sudah banyak hancur dimakan usia, dan ada pula yang 
dibongkar
          > pemiliknya, karena sudah tidak mungkin ditempati. Pemiliknya adalah 
pasukuan
          > Pili dan Caniago.
          > 
          > Kendati kondisi rumah gadang Sanibar sendiri mengaku tidak akan 
menjual
          > rumah gadangnya kepada siapa pun. Karena rumah gadang itu merupakan 
pusaka  kaum, yang merupakan simbol kejayaan kaumnya, pasukuan Pili.
          > 
          > Wali Nagari Koto Gadang, E Dt Bandaro mengatakan, salah satu 
penyebab
          > rumahgadang tidak ditempati lagi adalah akibat kemajuan zaman. 
Pasangan
          > suami istri akan merasa lebih senang tinggal di rumah sendiri, yang 
juga
          > dibangun dengan hasil keringat mereka sendiri, ketimbang hidup 
bersama di
          > rumah gadang.
          > "Walau banyak keluarga yang tak menghuni rumah gadang, tetapi tali
          > kekerabatan mereka tetap terjaga. Bila ada pekerjaan yang 
membutuhkan
          > bantuan anggota kaum, seperti "baralek" dan kemalangan, maka 
seluruh anggota kaum akan bersatupadu membantu dunsanak mereka yang membutuhkan 
bantuan itu.
          > 
          > Nagari Abai, Solok Selatan
          > 
          > Dari Nagari Abai Kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan, di 
nagari ini
          > terdapat rumah gadang terpanjang di Sumatra Barat. Rumah gadang yang
          > memiliki 21 ruang dan 14 gonjong tersebut milik suku Melayu Kampung 
Dalam,
          > dengan pimpinan Tuanko Rajo Lelo.
          > 
          > Di antara 14 rumah gadang milik suku 14 di Abai, memang rumah 
tersebut yang
          > terpanjang. Semua bangunan rumah gadang berstruktur kelarasan 
Caniago,
          > karena terlihat tidak adanya tingkatan-tingkatan, di bagian 
ajnungannya.
          > Dalam filosofinya, tagak samo randah, duduk samo tinggi. Meski di 
antara
          > suku Caniago, terdapat juga pabalahan dari lareh koto Piliang, 
diantaranya:
          > Kampai, Sikumbang, Panai dan Kutianyia.
          > 
          > Menurut Datuk Rajo Penghulu (73), pimpinan adat dari suku Tigo 
Lareh yang
          > mempunyai rumah gadang 14 ruang, kebanyakan rumah gadang di Abai 
tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal. Tetapi digunakan dalam prosesi 
adat,
          > musyawarah suku, dan prosesi kematian.
          > "Dalam prosesi kematian biasanya si mayat dikafani di bagian depan 
rumah
          > gadang," katanya.
          > 
          > Sebagian besar rumah gadang panjang di Abai sudah direhabilitasi, 
yang
          > bangunan dindingnnya disemen. Datuk Rajo Penghulu menambahkan, 
bahwasanya  memang selayaknya rumah gadang tidak disemen dan  ipertahankan 
bentuk  aslinya. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan pihak pemerintah ingin 
menjadikan rumah gadang panjang di Nagari Abai sebagai tempat wisata.
          > "Tapi di bagian tonggak tuo, bagian dalamnya masih kayu asli. Hanya 
di
          > luarnya saja yang disemen," tambah Datuk.
          > 
          > Ia mengaku, rumah gadang di Abai sangat minim sekali perawatannya. 
Terlihat
          > dari lantai-lantai papan yang sudah bolong dan dinding di bagian 
dalam yang
          > penuh corat-coret dari arang.
          > 
          > Bidar Alam
          > 
          > Sebelum menuju Nagari Abai, di Nagari Bidar Alam, sudah tidak 
terdapat lagi
          > rumah gadang yang layak huni. Terlihat sepanjang jalan Bidar Alam, 
sisa-sia
          > rangkiang yang masih berdiri dengan ketuannya.
          > 
          > Datuk Bandaro Sati, pemuka adat dari suku Tigo Lareh mengatakan, 
memang
          > sudah tidak ada lagi rumah gadang di daerah sana.
          > Hal ini dikarenakan biaya pembuatan dan perawatannya yang mahal.
          > 
          > Salah seorang pemuda, Rizal (25) mengatakan, pihaknya dari suku 
Kampai akan  membangun lagi rumah gadang milik kamunya, suku Kampai.
          > "Kami pasamokan. Masingmasing keluarga dikenakan biaya 400 ribu per 
kepala,  bagi yang sudah dewasa dan sudah mempunya pekerjaan. Dalam 
perencanaannya  tahun ini, rumah gadang daru suku mereka akan dibangun dengan 
mempertahankan bentuk asli, dari bangunan kayu," kata Rizal.
          > (h/adk/iwandn/msm/har/cw01/cw13/cw14)
          > 
          > Epaper Harian Haluan, Minggu  03 April 2011
          > 
          > Wassalam
          > Nofend/34+/M-CKRG
          > 
       

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

<<clip_image002.jpg>>

  • ... Nofendri T. Lare
    • ... Dasriel Noeha
      • ... sjamsir_sjarif
        • ... Dasriel Noeha
    • ... Asmardi Arbi
      • ... Dr.Saafroedin BAHAR
        • ... Sjamsir Alam
          • ... Dr.Saafroedin BAHAR
            • ... Sjamsir Alam
            • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang
              • ... Sjamsir Alam
                • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang

Kirim email ke