Menikmati Pagelaran Wayang Kulit 
Oleh: KH. Abdurrahman Wahid

Jumat, 16 Juli 2004
Dua minggu lalu, pada permulaan rangkaian acara Harlah ke-6 Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) kawan-kawan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai
tersebut menyelenggarakan pagelaran wayang kulit di rumah penulis,
Ciganjur. Dalangnya adalah Ki Enthus Susmono, dengan bintang tamu trio
Yati Pesek, Timbul dan Marwoto. Lakon yang digelar adalah "Bale
Sigolo-golo". Inti ceritanya adalah bagaimana rencana Adipati
Destrarata, untuk mengembalikan anak-anak Prabu Pandu (Pandawa) ke
tahta kerajaan di Astina. Namun, Patih Sengkuni "berhasil" mengagalkan
hal itu dengan cara membuat Pandawa mabuk dengan minuman keras dan
terbaring tidak sadarkan diri di atas balai-balai (bale sigolo-golo)
untuk merayakan kenaikan tahta Puntadewa tersebut. Bale Sigolo-golo
itu dibuat dari bahan yang mudah terbakar dan kemudian Sengkuni
membakarnya. Baik Pandawa dan Ibu mereka, Kunthi Talibrata,
diselamatkan oleh seekor musang putih dan Bratasena.

Bukankah dengan memegang tahta ditampuk kekuasaan kerajaan Astina,
tidak lain dimaksudkan untuk mempunyai pemerintahan yang bertanggung
jawab kepada rakyat? Bukankah ini merupakan permulaan dari "Monarki
Konstitusional" seperti terdapat di banyak negara Eropa Barat?
Bukankah dengan menentukan para Raja-Ratu harus mengutamakan
kepentingan rakyat, berarti kedudukan Raja-Ratu sebagai simbol/lambang
pemerintahan monarki negara-negara tersebut, lalu berwatak demokratis,
dengan "mengakui dan tunduk kepada pemerintahan "orang-orang biasa"
yang bukan bangsawan?.

Lakon itu dipilih penulis, karena ia melambangkan permulaan perjuangan
"membela kebenaran", yang menyangkut hak-hak pribadi maupun hubungan
perorangan para Pandawa dengan masyarakat. Permulaan perjuangan
seperti itu, menurut penulis adalah proses yang di jaman ini dianggap
demokratisasi sebuah negeri. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
demokratisasi ini, tentu saja atas persetujuan PKB, yang berintikan
kedaulatan hukum dan persamaan perlakuan bagi semua warga negara di
hadapan undang-undang. Dan karena itulah penulis mengajukan usul
tersebut.

Secara moral, antara apa yang dilakukan para Pandawa di satu pihak dan
proses demokratisasi kita di pihak lain saat ini, menunjukkan
persamaan hakiki. Walaupun dalam pengertian yang berbeda satu dari
lainnya, keduanya mempunyai persamaan hakiki berupa perjuangan untuk
menegakkan demokrasi di negeri kita. Bahwa ada hal-hal lain dari
cerita itu yang dapat diambil sebagai kesimpulan, sama sekali tidak
masuk dalam pemikiran penulis. "Kenyataan" itu juga dirasakan oleh Ki
Dalang dalam pagelaran tersebut, sebagaimana tampak dalam pagelaran
itu sendiri. lain-lainnya adalah hal umum yang terjadi dalam sebuah
pagelaran wayang kulit.

Kritikan demi kritikan yang diajukan kepada sistem politik yang ada,
minimal pada para pelaku di dalamnya, sering dilontarkan oleh Ki
Dalang dan oleh para bintang tamu. Dalam suasana seperti itulah adik
penulis, Ir. Sholahudin Wahid, dan Ketua MPR-RI Prof. DR. Amien Rais
dan istrinya tampak hadir, tentu saja juga penulis sendiri, sempat "
dikocok" oleh Ki Dalang dan para bintang tamu. Yang "lepas" dari hal
itu adalah Prof. DR. S. Budi Santoso, Ketua Partai Demokrat, yang
sudah pulang dari lahan pagelaran itu, sebelum Ki Dalang dan para
bintang tamu sempat melontarkan gurau mereka. Gurauan demi gurauan
yang dilontarkan itu, pada hakikatnya menyembulkan kemampuan untuk
menertawakan diri sendiri. Sesuatu yang memang inheren dalam sebuah
pagelaran kultural, seperti yang disajikan di Ciganjur malam itu.

Mungkin kemampuan mentertawakan diri sendiri itulah, menjadi salah
satu sebab kita masih rukun sebagai bangsa, walaupun demikian besar
perbedaan budaya dalam kehidupan bangsa ini. Kemampuan itu
"mengimbangi" kebolehan mengajukan kritik atas "hal-hal salah" yang
kita lakukan sebagai bagian dari masyarakat bangsa.

Dalam pagelaran wayang kulit itu juga ada sesuatu yang penting, yaitu
adanya transplatansi panyajian sebuah kehadiran budaya dari lahan
budaya lain. Transplantasi budaya Jawa yang diikuti dengan cermat,
adakalanya juga melalui sikap penuh ketidakmengertian para hadirin
yang hadir dari budaya-budaya lain, seperti sistem budaya Betawi.
Mungkin, hal itu juga dilakukan oleh karena "kesopanan" antara
berbagai sistem budaya tersebut yang mencerna pelontaran-pelontaran
budaya dalam bentuk berbeda-beda itu.

Pagelaran wayang kulit itu, adalah sebuah peristiwa budaya yang
disajikan kepada publik secara terbuka, dengan didalamnya ada dua buah
sajian yang penting untuk diketahui. Pertama, sajian tentang sistem
politik yang ada, yang dilaksanakan secara " tidak benar" dalam
kehidupan bangsa, seperti terjadinya KKN di hampir sebuah bidang
kehidupan, dan pelanggaran undang-undang oleh Komite Pemilihan Umum
(KPU), dengan keputusannya untuk "melakukan ganjalan" bagi pencalonan
diri penulis, untuk pemilihan umum Presiden-RI tanggal 5 Juli 2004
ini. "Pelepasan" uneg-uneg ini dapat dipahami sebagai sebuah
"pernyataan" kritikan secara kultural maupun politis bagi kesalahan
bangsa, tampak "rasa pahit" dan kemarahan kita. Di sinilah terletak
keunggulan wayang kulit atas kritikan politis.

Hal kedua yang dapat juga disimpulkan dari pagelaran wayang kulit itu,
adalah kemampuan kita utnuk melestarikan salah sebuah lontaran-budaya
(cultural outburst) yang menjadi pelepasan keadaan kita yang masih
dihinggapi kesalahan-kesalahan itu. Kalau karya-karya Victorio De Sica
dan kawan-kawan melalui film yang mereka buat segera setelah Perang
Dunia II di Italia sering disebut sebagai aliran realisme sosial baru,
maka wayang kulit sebagai medium kultural lama, merupakan hal yang
harus kita lestarikan. Dengan melakukan hal itu, kita juga memberikan
sumbangan nyata untuk mengembangkan dan melanggengkan kehidupan budaya
bangsa ini dari masa ke masa.

Demikianlah "sebuah kejadian kecil" dalam kehidupan kita dapat saja
menandai adanya 'proses besar" dalam kehidupan kita. Hal ini, tentu
saja "sejajar" dengan proses pernyataan rasa keberagaman yang kita
jalani saat ini. Suburnya kelompok-kelompok kesenian dan pendidikan
Islam, umpamanya saja merupakan hal yang tidak dapat dibantah oleh
siapapun sekarang ini. Begitu juga tumbuh suburnya berbagai bentuk
peribadatan orang-orang Nasrani, menunjukkan hal yang sama. Kenyataan
inilah yang seharusnya membuat kita bersama gembira, selama tidak ada
ekses-ekses penyempitan pandangan dalam kehidupan kita sebagai bangsa.
Proses itu sendiri dapat saja berkembang menjadi sesuatu yang akan
menyempitkan, atau justru melebarkan perasaan kita sebagai umat
beragama.

Nah, begitu banyak hal yang dikemukakan di atas dari sebuah pagelaran
wayang kulit (dan tentu saja dari pagelaran-pagelaran lain), sebagai
sebuah peristiwa budaya. Hal inilah yang membuat kita dapat
melestarikan "budaya bangsa", dalam perjalanannya yang sangat panjang.
Tentu saja, jika kita semua memandangnya dari "sudut budaya", hal yang
kita lakukan selama ini tidak boleh dianggap sebagai sebuah "peristiwa
kecil". Walaupun hal itu juga dapat dilihat dari sudut-sudut lain
seperti sudut pandangan politik, sudut dialog antar agama dan
sebagainya. Semua itu merupakan kekayaan bangsa yang harus kita
lestarikan di masa ini dan masa depan. Di dalamnya ada proses
memelihara dan merubah sesuatu yang mudah dikatakan, namun sulit
dilaksanakan, bukan?

Jakarta, 14 Juli 2004


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hu5hjmq/M=362335.6886444.7839734.2575449/D=groups/S=1705019888:TM/Y=YAHOO/EXP=1122701791/A=2894362/R=0/SIG=138c78jl6/*http://www.networkforgood.org/topics/arts_culture/?source=YAHOO&cmpgn=GRP&RTP=http://groups.yahoo.com/";>What
 would our lives be like without music, dance, and theater?Donate or volunteer 
in the arts today at Network for Good</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

* http://www.sarikata.com/ * http://www.sarikata.biz/ * 
http://www.sarikata.net/ * 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sarikata/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke