Alah kang Dudi sigana ieu mah nya? heuheuh..
Di lembur kancra teh di piara, raraosan mah pun bapa ge miara da...(tos lami tara ka balong ayeuna mah) tapi sanes kancra bodas, beureum rupana teh..
Inget keur budak mah sok dipais kancra teh ku pun bapa keur rencang sangu mun tos ngabedahkeun balong..
 
salam...
 
On 3/27/06, :::dh::: <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
leres kang San (ipa 1 nya?) hi hi hi ... lauk kancra salah sahiji lauk
jarah, teu dipelak (budidayakeun). salah sahiji jenis kancra, nyaeta
kancra bodas (lauk dewa) dikaramatkeun pisan ku urang cigugur,
kuningan. kancra ieu oge hirup di kawasan obyek wisata Darma Loka,
Kolam Keramat Cibulan, Kolam Linggarjati, jeung Kolam Cipaniis.
meureun :D

inget kancra kuring mah inget carita purbasari ayu wangi. waktu
anjeunna marak di lubuk sipatahunan (saparantos dibendung ku anjeunna
dipiwarang ku kang raka purba rarang) anjeunna dipasihan lauk kancra
emas ku hiji (ngakuna) guriang ngaranna Kawung Luwuk, nu ternyata si
lutung kasarung alias guru minda tea.

hi hi hi balik deui euy... ka baheula, aya nu gaduh novelna teu nya?
mun teu salah judulna "nji poetri poerba sari ajoe wangi"

tabe pun,

deha
ieu aya dongen kancra ti cigugur meunang nyutat tina republika:

====================
Legenda Ikan Kancra di Kaki Gunung Ciremai

Kolam Keramat Cigugur terletak sekitar tiga kilometer dari ibukota
Kabupaten Kuningan. Secara geografis, ''balong'' itu masuk wilayah
Kelurahan Cigugur. Menurut cerita yang berkembang dan dipercaya oleh
masyarakat setempat, sebelum lahir nama Cigugur, tempat itu acap
disebut dengan nama Padara. Istilah ini diambil dari nama seorang
tokoh masyarakat, yaitu Ki Gede Padara, yang memiliki pengaruh besar
di desa itu.
Konon Ki Gede Padara lahir sebelum Kerajaan Cirebon berdiri. Menurut
perkiraan, tokoh yang menjadi cikal bakal masyarakat Cigugur ini lahir
pada abad ke-12 atau ke-13. Pada masa itu, beberapa tokoh yang sezaman
dengannya sudah mulai bermunculan, di antaranya Pangeran Pucuk Umun
dari Kerajaan Talaga, Pangeran Galuh Cakraningrat dari Kerajaan Galuh,
dan Aria Kamuning yang memimpin Kerajaan Kuningan.
Berdasarkan garis keturunan, keempat tokoh tersebut masih memiliki
hubungan persaudaraan. Namun dalam hal pemerintahan, kepercayaan, dan
ajaran yang dianutnya, mereka memiliki perbedaan. Pangeran Pucuk Umun,
Pangeran Galuh Cakraningrat, dan Aria Kamuning menganut paham aliran
ajaran agama Hindu. Sedangkan Ki Gede Padara tidak menganut salah satu
ajaran agama.
Pada abad ke-14 di Cirebon lahir sebuah perguruan yang beraliran dan
mengembangkan ajaran agama Islam. Tokoh yang mendirikan perguruan
tersebut ialah Syech Nurdjati. Selain Syech Nurdjati, Sunan Gunungjati
pun memiliki peran yang besar dalam pengembangan perguruan Islam di
tanah Caruban itu. Sebagai kuwu pertama di Dusun Cigugur diangkatlah
Ki Gede Alang-Alang. Hingga wafatnya, beliau dimakamkan di Kompleks
Masjid Agung.
Di usia tuanyan, Ki Gede Padara punya keinginan untuk segera
meninggalkan kehidupan fana. Namun, ia sendiri sangat berharap proses
kematiannya seperti layaknya manusia pada umumnya. Berita tersebut
terdengar oleh Aria Kamuning, yang kemudian menghadap kepada Syech
Syarif Hidayatullah. Atas laporan itu, Syech Syarif Hidayatullah pun
langsung melakukan pertemuan dengan Padara. Syech Syarif Hidayatullah
merasa kagum dengan ilmu kadigjayan yang dimiliki oleh Ki Gede Padara.
Dalam pertemuan itu Padara pun kembali mengutarakan keinginannya agar
proses kematiannya seperti layaknya manusia biasa. Syech Syarif
Hidayatullah meminta agar Ki Gede Padara untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat, sebagai syaratnya. Syarat yang langsung dipenuhi Ki Gede
Padara. Namun, baru satu kalimat yang terucap, Ki Gede Padara sudah
sirna.
Setelah Ki Gede Padara menghilang, Syech Sarif Hidayatullah bermaksud
mengambil air wudhlu. Namun, di sekitar lokasi tersebut sulit
ditemukan sepercik air pun. Dengan meminta bantuan Allah SWT, dia pun
menghadirkan guntur dan halilintar disertai hujan yang langsung
membasahi bumi. Dari peristiwa inilah kemudian sebuah kolam tercipta.
Namun, masyarakat setempat tidak tahu menahu kapan persisnya kolam
tersebut dibangun. Satu hal pasti, kolam tersebut dianggap keramat.
Apalagi setelah kolam ''ditanami'' ikan kancra bodas. Pengeramatan
tersebut juga dilakukan oleh masyarakat terhadap ikan sejenis yang
hidup di kolam Darmaloka, Cibulan, Linggarjati, dan Pasawahan. Maksud
pengkeramatan terhadap ikan langka tersebut tidak lain bertujuan untuk
menjaga dan melestarikannya dari kepunahan akibat ulah manusia.
Ada hal aneh yang sampai kini masih terjadi atas ikan-ikan itu:
Jumlahnya dari tahun ke tahun tak pernah bertambah atau pun berkurang.
Seolah ikan-ikan tersebut tidak pernah mati atau menurunkan generasi
dan keturunan. Komunitas ikan kancra bodas ini tak dapat ditemui
selain di kolam-kolam keramat yang ada di Kabupaten Kuningan. Keanehan
lainnya terlihat dari polah tingkah laku mereka yang sangat akrab
dengan manusia. Bila kolam dibersihkan, masyarakat sekitar sering
melihat bahwa ikan-ikan yang ada di kolam tersebut menghilang. Mereka
percaya bahwa ikan-ikan tersebut berpindah lokasi ke kolam-kolam
keramat lainnya yang ada di Kuningan. Wallahhualam. ded

====================


--- In urangsunda@yahoogroups.com, santika <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Dupi harga kancra sabaraha sakilona ayeuna teh?
kancra mah lauk nu jarang dipiara sigana mahal nya?

nuhun

On 3/27/06, soni rosa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
wargi kusnet nu resep ngingu lauk emas/kancra batur kuring di kantor
(boss) perlu kancra badag (min. 8kg/ekor) bilih aya anu kagungan,
diantos wartosna.

nuhun

sonirosa




 

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id






YAHOO! GROUPS LINKS






Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




SPONSORED LINKS
Corporate culture Business culture of china Organizational culture
Organizational culture change Jewish culture


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke