Mas Yanto, Terimakasih atas responsnya, maaf agak telat soalnya nulis sambil ngantor sih. Jangan dikatakan saya akan memberikan pencerahan kepada Mas Yanto, anggap saja ini obrolan ringan sesama almamater.
*Perbuatan baik dan buruk yang terus berjalan (jadi kayak ngejawab ujian sekolah aja nih) Gak usah pusing-pusing dengan grafik deh mas, biarin itu ada jaman kita kuliah aja ( Jadi ingat Pak Goenarso, dosen matematika lanjut). Pakai ilmu tukang buah aja Mas, pisahkan yang buah baik dan yang rusak/busuk. Jangan dicampur aduk semua, nanti kebolak-balik gak ketahuan mana yang baik dan mana yang busuk, kalau sudah dipisah melihatnya kan lebih jelas. Kita cari dan periksa penyebabnya utamanya kerusakan atau kebusukan, seberapa banyak jumlahnya , sebaliknya yang baik juga begitu. Kemudian kita lihat hubungan antara yang baik dan buruk, satu arah, atau bolak balik, bagaimana dampak hubungan ini. Beberapa hal yang bisa jadi penyebab yang Mas Yanto uraikan dibawah, 1).Tingkat Kemiskinan (berharta) Kesadaran apa yang kita harapkan dari orang yang sedang lapar Mas? Memikirkan makan kemarin, hari ini dan besok saja sudah menjadi tekanan bagi hidup mereka, sikap manusia yang sedang lapar akan mempengaruhi sikap mental dan emosionalnya. Orang kalau lapar sering "bermasalah", contohnya barangkali ada diantara kita sendiri , pas pulang kerumah lapar berat, mau makan di meja gak ada apa-apa atau makanan gak cocok. "Spaning" bisa naik tuh Didalam agama Islam, kemiskinan itu sangat berbahaya mas, dikatakan " Kemiskinan akan membawa kamu kepada kesesatan/kemunkaran" (maaf, kata terakhir saya rubah supaya tidak terlalu "sensitif") Dalam kenyataan disekitar kita, memang ada kelompok yang memanfaatkan kemiskinan masyarakat untuk kepentingan pribadi/kelompok yang berakibat burukpada kita semua. Kemarin saya mendengar di radio Pak Ahmad Syafie Ma'arif berkata bahwa peradaban Indonesia sekarang adalah peradaban "Sembako", mungkin ini ada benarnya juga. 2). Tingkat Pendidikan (berilmu) Pemahaman apa yang kita harapkan dari orang yang tidak/kurang berilmu Mas? Kebodohan yang timbul karena kemiskinan 3). Pemimpin yang buruk Harapan apa yang bisa kita berikan kepada pemimpin seperti ini Mas? Manusia mempunyai sisi buruk yang namanya hawa nafsu atau nafsu jahat , nafsu harta atau kekuasaan. Nabi Muhammad bersabda: "Musuhmu yang terbesar, ialah nafsu"jahat"-mu yang berada dalam dirimu", jangan-jangan nafsu jahat inilah yang banyak bercokol dalam diri pemimpin kita Tiga hal buruk diatas berputar-putar terus dalam kehidupan masyarakat , yang membuat kita frustrasi melihat dampaknya pada pembusukan dan pengrusakan bangsa. Terus, dimana peranan agama ? Amal ibadah meningkat tapi maksiat jalan terus? 4). Kesadaran beragama (keimanan) Pemahaman generasi muda sekarang tentang agama jauh lebih baik dari kita dulu lho .Dulu ,khususnya kita yang tumbuh di kota besar beragama hanya dengan modal "kul-hu" doang, kalau sampai tua tidak meningkatkan diri atau mencari lagi, ya segitu-gitu aja. Tumbuhnya sekolah pendidikan dasar dan menengah umum yang berbasis agama ( misalnya Al-Azhar, Al-Izhar , Al-al lainnya), mempercepat proses pemahaman yang lebih baik tentang agama kepada generasi muda,ditambah lagi dengan banyak beredarnya buku-buku tentang Islam . Kalau sekarang banyak generasi muda yang berjilbab, termasuk selebritis , pergi haji diwaktu muda, banyak amal ibadah, dlsb,itu karena mereka paham dan sadar betul dengan apa yang mereka lakukan, mereka mencari dan memang menemukannya . Beda dengan kita, dulu atau sekarang, bisa jadi kita menjadi islam karena kultur atau tradisi orang tua, dengan pemahaman ala kadarnya. Kesadaran pemeluk agama yang terus terus meningkat di masyarakat? Peningkatan amal ibadah yang terjadi saat ini harus disyukuri , walaupun barangkali ada yang melakukan ibadah itu adalah sebagai "pelarian" dari sebagai orang-orang " tertindas" atau sebagai "penindas", itu masih jauh lebih baik dari pada tidak ada sama sekali. Semua agama pasti menuju kebaikan, dan kebaikan dan keburukan punya jalan masing-masing pada setiap orang. Dalam suasana seperti ini , kayak apa jadinya masyarakat, sudah miskin, bodoh, dan tidak beriman pula. Agama bisa dijadikan oasis bagi orang orang yang dahaga, tempat berteduh bagi musafir yang letih (puitis aja lagi), Terus bagaimana dong kita memandang semua keruwetan /semarawutan yang terjadi ini? Kalau menurut saya sih, selama mayoritas rakyat kita masih miskin dan yang berakibat pada kebodohan, kita akan begini terus. Kalau melihat realitas sekarang, kita pakai ilmu tukang buah aja lagi, yang bagus-bagus harus di elus-elus, di baek-baek-in, diusap-usap , dipelihara supaya gak jadi busuk. Yang busuk kalau memang sudah parah, ya harus disingkirkan, kalau kate tukang buah orang betawi , itu buah harus "di gejik" supaya hancur. * *Masalah "maling yang beramal" yang banyak di sekeliling kita Bingung ya mas , kok bisa kayak gini ? Ya pantas bingung mas, karena mereka sendiri memang orang yang sedang bingung. Mondar-mandir dari satu penampilan ke penampilan lain, Tuhan sudah mengenal jenis orang seperti ini , sebagaimana dikatakan dalam Al -Qur'an: " Dan (ada pula ) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. (Q.9:102)" " Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (Q.93:7)" Aku kasih jokes tentang perokok berat yang ingin berhenti merokok, mudah-mudahan Mas Yanto belum pernah dengar: " Ada seorang perokok berat yang berusaha keras untuk menghentikan kebiasaan merokoknya, dia sudah mencoba tapi selalu gagal . Di mass media seringkali disampaikan bahayanya merokok bagi kesehatan. Untuk memberi dorongan kepadanya untuk berhenti merokok, dia mencoba mendengarkan, menonton dan membaca semua penjelasan mengenai bahayanya rokok . Setelah sekian lama mengikuti , mendengar, membaca dan melihat penjelasan bahaya merokok , akhirnya dia paham betul betapa besarnya bahaya rokok bagi kesehatan dirinya, dia menjadi sadar dan kemudian membulatkan tekadnya untuk segera berhenti . Berhenti merokok? Ya nggak mas, dia memutuskan "berhenti" , untuk melihat, mendengarkan atau membaca segala sesuatu yang berkaitan dengan bahaya merokok. Rokoknya, ya jalan terus! " Selain merokok , olahraga juga ,vitamin jalan juga, supaya......sehat. (Boleh dong.... namanya juga usaha.) Mas Yanto pernah dengar nggak, bahwa didalam kehidupan kita ini , ada: " kebaikan yang membinasakan , dosa yang paling mencelakakan dan dosa yang bermanfaat " ? Ini adalah sebuah dialog antara guru sufi dengan muridnya, (aku kutip sebagian): Murid : Wahai guru, dosa apakah yang paling mencelakakan? Guru : Dosa yang tidak kamu sadari bahwa itu suatu dosa. Yang lebih celaka lagi adalah menganggapnya suatu kebajikan, pada hal itu dosa. Murid : Lantas, apakah ada dosa yang bermanfaat,,guru ? Guru : Ada ! Yaitu dosa yang selalu kau sesali, kau tangisi sampai mati, hingga tak berbuat dosa lagi. Itulah tobat nasuha, namanya Murid : Sebaliknya guru, apakah ada kebajikan yang justru akan membinasakan? Guru : Dialah kebajikan yang membuatmu lupa akan perbuatan-perbuatan kejimu; kebajikan yang selalu kau ingat-ingat, kau bangga-banggakan , dan terlalu yakin hingga kau tak gentar lagi terhadap dosa yang telah kau perbuat. (Saya tambah satu lagi dialognya , bonus buat mas Yanto, karena menurut saya ini yang paling absurd dan indah ) Murid : Wahai Guru, mohon dijelaskan, rahmat Allah manakah yang paling menguntungkan? Guru : Bilamana Allah melindungimu dari ketidakpatuhan kepada-Nya, dan menolongmu untuk taat kepada-Nya. Menyikapi orang yang seperti Mas Yanto gambarkan sebagai maling yang beramal, menurut saya, kalau maling ya tetap maling, ditangkap, diadili dan harus dihukum. Ibadah dia nggak ada urusa sama hukum dunia, itu urusan dia dengan Tuhan. Manusia memang unik mas, dengan segala kelebihan dan kekurangannya ia berusaha keras " menjalani dan mensiasati " hidupnya, sebagaimana ilustrasi dan dialog tersebut di atas.. ***Masalah hukum dunia dan hukum akhirat Saya punya sebuah ilustrasi, kisah di jaman Rasulullah (ditulis menurut versi saya). " Dijaman Rasul , ada seorang yang taat beribadah, pada saat dia akan meninggal, nafasnya gak putus-putus juga. berhari-hari nggak mati-mati juga. Orang-orang heboh ,kok orang sealim ini bisa bermasalah dengan kematiannya. Rasulullah dipanggil, diceritakan masalahnya ,Rasul manggut-manggut kemudian rasul bertanya apa masih ada keluarganya. Selainnya istrinya, ternyata ibunya masih hidup. Rasul mendatangi ibu orang tersebut dan menceritakan bahwa anaknya sakit parah hampir meninggal, si ibu dengan cueknya ber kata : "Oh ,ya....? Biarin aja, mau mati kek!". Rasulullah faham, pasti ada masalah nih antara anak dan ibu. Setelah di selidiki lebih jauh ternyata si ibu marah berat karena merasa ditelantarkan oleh si anak setelah dia menikah, Rasul meminta si ibu memaafkan anaknya yang sudah akan meninggal, si ibu tetap keukeuh nggak mau memaafkan anaknya. Wah, runyam juga nih urusannya, si ibu ngotot gitu. Akhirnya Rasul meminta sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar di depan rumah si ibu, setelah cukup, lalu rasul menyuruh si sakit dibawa kesana. Lalu Rasul berkata pada si ibu, bahwa anaknya harus di hukum di dunia untuk melepaskan dosanya, hukumannya adalah hukuman mati dengan dibakar. Mendengar hukuman berat buat anaknya, si ibu shock , dia pasti nggak tega lagi. Akhirnya, dia memaafkan si anak, dan si anak akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan lega...." Dalam islam, urusan dunia yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia memang harus diselesaikan di dunia mas Yanto, termasuk juga penerapan hukum yang harus dijalankan. Masalah hukum dunia (yang kita disepakati oleh kita semua) pasti akan akan diikuti oleh umat Islam , hukum islam itu paripurna ia akan dapat mencakup hukum dunia yang dibuat oleh manusia. Saya setuju banget kalau koruptor-koruptor , perampok/pembunuh/pemerkosa dan bandar narkoba kelas berat untuk dihukum mati, saya rasa begitu juga dengan umat islam lainnya. Tapi itu mah terserah ibu Mega aje, namenye juge dia yang lagi kuase. Itu kepikir nggak ame die ye? ****Penerapan Hukum di Singapura Itulah yang ingin saya sampaikan Mas, bahwa agama pasti tidak akan mengeliminasi (Jadi ingat Akademi Fantasi-Indosiar) penerapan hukum dunia, karena agama akan mengikuti semua peraturan baik yang telah dibuat manusia (akomodatif). Saya yakin sekali, bahwa apabila mayoritas suatu masyarakat tidak lagi miskin , tidak lagi kelaparan , tidak lagi pusing dengan kebutuhan primer (walaupun barangkali kurang berilmu), beragama apapun dia , penerapan hukum pasti bisa berjalan, Mas mencontohkan Singapura yang mengabaikan agama, saya mencontohkan Malaysia, Brunei, negara Arab (barangkali kurang berilmu), mereka negara kaya dan beragama, hukum disana juga bisa ditegakkan. Menurut saya , negara yang beragama apapun , kalau kemiskinan yang menjadi kendala , maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik. Penutup nih mas, Jadi...menurut saya sih , akar dari semua ini permasalahan ini adalah "KEMISKINAN" yang berakibat "KEBODOHAN". Di ITB dulu, Kemal Taruk bekas Ketua DM ITB pernah mencanangkan "Gerakan Anti Kebodohan" , sekarang ini perlu ada yang mencanangkan lagi "Gerakan Anti Kemiskinan dan Kebodohan" bagi rakyat Indonesia, dengan konsep dan implementasi tentunya. Sekian dulu dari saya yang bodoh ini Mas Yanto, sekali lagi ,ini bukan pencerahan ya mas Yanto, ini sekedar obrolan ringan dengan "Aa" saya ekek angkatan III . Mohon dimaafkan untuk kata yang salah dan yang tidak berkenan bagi Mas To (sok akrab) atau teman-teman lainnya. Salam Hormat Hudaya Ekek XIII "Yanto R. Sumantri" To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED] cc: id> Subject: [yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah 02/27/2004 09:15 AM Please respond to yonsatu Wah asyik juga membaca diskusi antara Hudaya (Ekek XIII) dan Hermansyah (Ekek XIV) , mengenai pandangan agama dalam kehidupan "nyata" ,khususnya di Indonesia. Saya samapai sekarang memang masih bertanya - tanya : Ada apa gerangan atau apakah ada hubungan(ndak tahu apa linier , hyperbol,kwardat terbalik . logorithmic atau apapun) antara banyaknya mesjid , gereja , wihara , majlis ta'lim , pengajian ibu ibu ,bertambahnya wanita berjilbab , perayaan keagamaan , jumlah jemaah haji yang membludak dst dengan tingkat kehancuran republik , tingkat korupsi yang masih tinggi , tingkat ketidak percayaan antar warga , tingkat perkelahian antar kelompok , tingkat perkelahian antar RT ,tingkat pengangguran dsb. Apakah ada ? Nah Mas Hudaya , berangkali bisa memberikan pencerahan kepada saya (Ekek - III) , bagaimana ???? Mas Hermansyah : Anda merupakan orang yang sangat berfikiran sekuler , dan saya senang bahwa Anda berani mengemukakan hal ini secara terbuka . Saya setuju sekali bahwa banyak yang "beramal" kemudian "mencuri" atau bahkan mungkin kebanyakan "mencuri" dulu , sambil beramal "malu-malu" , kemudian setelah banyak hasilnya baru kemudian "beramal - saja". Ya macam macam lah, pergi haji berkali - kali , buat pengajian , sedekah , dan lain lain yang memperlihatkan 'kesolehan" nya. Banyak tuh yang begitu disekeliling kita !!! Jadi Mas Hudaya : Jangan salahkan siapapun kalau orang kayak Mas Hermansyah itu bertambah banyak ? Sebagai orang "beragama' ya harus takut juga doong sama hukum dunia (atau istilahnya Mas Hermansyah hukum yang telah disepakati oleh kita semua) , jangan takut sama hukum Akhirat saja. Anda mengambil contoh Singapura dimana hukum dilaksanakn secara konsisten ! Untuk informasi Anda Mas Hudaya : Orang Singpura itu tidak begitu peduli koq sama agama !!!! Sekali lagi mohon pencerahan atas pertanyaan saya diatas. Yanto R.Sumantri (Ekek - III) [EMAIL PROTECTED] wrote: > > Hallo lagi mas Hudaya, > Senang mendapat tanggapan anda. Disamping itu, sayapun jadi mengenal > anda, nggak tahu kalau anda ternyata Ekek XIII, berarti kakak angkatan > saya. > > Melihat subject email anda adalah tanggapan buat saya, tadinya saya mau > balas langsung ke japri anda, . Tapi, karena anda menanggapi saya secara > terbuka, maka saya pikir, saya akan menanggapi juga dulu deh secara > terbuka. Nanti kalau ada kebutuhan untuk diskusi lanjut, barangkali dapat > kita lakukan diantara kita saja, kecuali kalau rekan2 yang lain ingin > saling bertukar pikiran juga. > > Saya coba menanggapi pernyataan2 anda ya mas Hudaya. > > >Ah Mas Herman ini.., maaf ......kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat > >"naif" sekali tentang agama,dan kelihatannya memang "cenderung" > apriori > > Oo saya terkesan naif ya. Yah, barangkali karena saya terlalu > menyederhanakan masalah ya, dengan mengatakan bahwa kalau sehabis > melanggar hukum lalu beramal ibadah, maka segala dosa dihapuskan, dst., > dst. Saya tahu ini pernyataan yang tidak benar, karena bukan yang begini > yang diajarkan oleh agama bukan? Tapi, yang banyak terjadi di negeri kita > ini kan ya seperti itu? Kita nggak bisa lagi membedakan mana amal ibadah > yg murni dan mana yang kotor. Dan ini sudah berpuluh2 tahun terjadi. > Melanggar hukum iya, melakukan amal ibadah dan saling nasihat menasihati > dalam hal keimanan juga iya. Secara umum kelihatannya kan begitu, persis > seperti contoh yang rekan Rizal Ahmad tulis: "...Bagaimana mungkin mereka mencoba menulis tentang hukum dan norma > tetapi sekaligus melanggarnya." > > Lantas, apa yang musti kita semua lakukan untuk menyembuhkan penyakit > 'berkepribadian ganda' itu? Karena Indonesia adalah negara republik yg > berdasarkan konstitusi, maka saya berkesimpulan bahwa hanya hukumlah yang > dapat dijadikan sebagai obatnya, disamping karena hukum Tuhan toch > ternyata nggak mempan juga, padahal gereja, mesjid, candi, kelenteng, > vihara ada dimana-mana. Tapi karena sistem hukum kita ternyata > 'carut-marut', segala lubang dan celah dicari-cari agar hukum itu dapat > terus menerus dilanggar, maka alih alih dapat dijadikan sebagai obat > mujarab, malah kita membutuhkan orang2 yang punya nyali untuk dapat > meluruskan pelaksanaan hukum itu. Ditengah carut marutnya sistem hukum > itu, kita pada sisi lain, dari hari kehari, semakin dibanjiri oleh > pelbagai macam siraman rohani. 'Berjalanlah di jalan yang benar, > sucikanlah hati dan pikiranmu, berbicaralah yang baik2 saja, > berperilakulah yang baik2 saja, maafkanlah mereka , doakanlah mereka, > takutlah hanya kepada Tuhan saja, dst., dst". > > Yaa, tentu bagus siraman rohani itu. Tapi, apakah ini dapat memecahkan > persoalan yang kita hadapi saat ini sebagai bangsa? Apakah ia dapat > memecahkan masalah sistem hukum yang carut marut itu? > > Karena saya mengeluarkan kata sindirian yang seolah2 memojokkan agama dan > terkesan naif itu, maka andapun menduga saya apriori terhadap agama. Kalau > boleh saya jawab, saya nggak pernah apriori terhadap agama, mas Hudaya. > Tapi, saya memang tidak mudah percaya sama orang2 yang dengan dalih agama > mencoba mempengaruhi dan/atau mengintimidasi orang lain. Kita sudah lihat > sendiri, nggak sedikit orang2 yang berkedok 'ulama' itu ternyata menjilat > ludahnya sendiri. Saya bependapat, bahwa agama tidak jelek dan jahat, > akan tetapi, manusia yang menginterpretasikan dan menyebar luaskan agama > itulah yang berpotensi membuat agama itu terkesan jelek dan jahat. > Terhadap segala kesengsaraan yang kita derita itu, manusialah yang > seringkali menjadi penyebab utamanya, diluar bencana alam. Manusialah > yang berpotensi memperbodoh, memperbudak, menipu daya, menyengsarakan dan > menginjak-injak hak azasi manusia, bukan agama! > > Ini ternyata cocok dengan temuan pak ABS yang berbunyi: 'Soal korupsi dan tindakan melanggar hukum lainnya, menurut statistik > tidak ada hubungannya dengan agama. Secara relatif proportional, tingkat > korupsi makin parah terjadi di negara-negara miskin. Makin miskin sebuah > negara, relatif makin tinggi tingkat korupsi nya dan tentunya proporsional > dengan tingkat pelanggaran hukum lainnya'. > > Jadi, tingkat kesengsaraan itu tenyata makin tinggi kalau suatu masyarakat > makin bodoh. Dan, bodohnya masyarakat itu, menurut saya, karena kebodohan > masyarakat itu sendiri. Salah satu kebodohan itu adalah misalnya, mencoba > memecahkan masalah2 duniawi dengan hanya ayat2 suci. Dengan mengingatkan > orang untuk selalu berbuat baik, tidak berbuat kejahatan, selalu bertakwa > kepada Tuhan, dlsb. Hanya mengingatkan lho ya, tanpa sangsi. Tapi, > dilain pihak anda sendiri mengatakan bahwa: 'Ayat-ayat Tuhan memang tujuannya bukan untuk membuat manusia jera kok, > dia hanya memberi bimbingan hal baik dan buruk dalam kehidupan dunia dan > bukan untuk di akhirat , anggap sama aja deh dengan UU negara . Kalau > tidak diikuti? ya nggak apa-apa'. Jadi, memang bukan ayat2 suci yang bisa memecahkan masalah kan? Akan > tetapi, kita dari hari kehari kita selalu diingatkan dengan ayat2 suci. > Tanpa konsekuensi hukum negara sedikitpun, sementara kita semua hidup > sengsara akibat perilaku orang2 yang 'berkepribadian ganda' itu. Ini kan > aneh? > > Oleh karena itu, saya mengusulkan, nggak usah dulu deh bicara soal agama. > Sudah cukup. Ini sudah berabad2 terjadi. Keyakinan terhadap Tuhan sudah > menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Nggak usah khawatir bangsa > Indonesia tidak bertuhan dan tidak bisa membedakan mana yang baik mana > yang buruk. Lagi pula, masyarakat kita sudah jenuh dengan segala macam > siraman rohani. Yang mereka inginkan adalah hidup aman, damai, sejahtera > dan berkeadilan. Itu hanya bisa dicapai, menurut saya, hanya melalui > langkah2 kongkrit, yang salah satunya adalah terus menerus mengencourage > kita semua untuk sebanyak mungkin dan dalam tempo yang sesingkat2nya > menjadi orang2 yang punya nyali untuk melaksanakan hukum secara konsisten > dan tidak pandang bulu. > > Bahwasanya orang2 yang punya nyali itu adalah 'manusia amanah' seperti > yang rekan Sodik katakan seperti berikut ini: "Menurut saya, Indonesia bukan hanya butuh pemimpin yang bernyali tetapi > yang utama adalah Indonesia butuh "manusia amanah" apapun tingkat sosial > dan kedudukannya serta tidak "alergi" atau mengingkari ayat-ayat Allah > swt...", siapa yang tidak mau. Idealnya tentu demikian. > > Anda selanjutnya mengatakan: 'Peraturan bukan satu-satunya mas Herman, coba mas Herman perhatikan, > kondisi pelanggaran hukum banyak terjadi di negara yang penduduknya > miskin dan tingkat pendidikannya masyarakatnya rendah. Yang kaya dan > pintar akan mengexploitir yang miskin dan bodoh, si kaya dan si pintar > akan mengendalikan sistem dan hukum sesuai kebutuhannya.'. Saya setuju peraturan bukan satu2nya penyebab. Pendidikan yang buruk, > kemiskinan yang dimana-mana, korupsi yang merajalela, dlsb., juga turut > menjadi penyebab. Tapi, kalau kita coba telusuri lagi kenapa semua > kesengsaraan itu dapat terjadi, maka kita akan menemukan jawaban, bahwa > itu diakibatkan oleh pelaksanaan hukum yang tidak konsisten. > > Hukum yang berinduk ke konstitusi negara itu, kalau kita lihat secara > lebih umum kan berarti 'kesepakatan'. Kalau konstitusi adalah kesepakatan > umum dari rakyat yang mendirikan negara itu, maka hukum adalah > kesepakatan2 rakyat yang lebih spesifik yang mengatur kehidupan sehari2 > kehidupan bernegara. Maka kita kenal hukum (UU) mengenai pendidikan, > kesehatan, kehakiman, kerukunan beragama, ketertiban umum, dlsb., dlsb. > Lalu, kita sekarang bertanya, buat apa sih hukum itu dibuat? Ya kan untuk > mencapai cita2 negara itu seperti yang tertuang didalam Konstitusinya. > Setahu saya, nggak ada konstitusi yang bertujuan membuat suatu negara > menjadi negara paling miskin dan paling korup di dunia. Maka, kalau semua > kesepakatan yang telah dibuat dipelbagai bidang kehidupan itu kita > laksanakan dengan konsisten, maka menurut teorinya cita2 konstitusi akan > tercapai. > > Nah, kalau mayoritas masyarakat suatu negara bodoh, hidup miskin, > sementara korupsi meraja lela, ini mengindikasikan bahwa di negara itu, > hukum dipelbagai bidang nggak diterapkan dengan konsisten. Dan hukum yang > nggak diterapkan itu, bukan hukum Tuhan, karena kita kan melihat juga > bahwa suatu negara bisa miskin tapi masyarakatnya ternyata taat beragama > (Iran, Irak, Afganistan, Indonesia, Senegal), yang berarti mereka mematuhi > hukum Tuhan. Hukum yang nggak mereka terapkan itu adalah 'janji' dan > 'kesepakatan' mereka sendiri terhadap satu sama lain yang mereka tuliskan > didalam UU dan peraturan yang mereka buat itu. Janji dan kesepakatan > inilah yang dilanggar, sehingga suatu negara akhirnya bisa terperosok > menjadi negara yang paling miskin didunia. > > Menurut saya, satu2nya cara untuk meraih cita2 konstitusi itu adalah > dengan melatih kita semua untuk 'taat' pada kesepakatan yang telah kita > buat bersama itu, ya hukum itu. Rasanya, ketaatan pada hukum itu pasti > akan semakin tebal, kalau seseorang itu patuh pula pada ajaran2 agamanya. > Tapi, sayangnya kenyataan menunjukkan bahwa kepatuhan kepada Tuhan, toch > tidak meningkatkan kepatuhan seseorang pada hukum. Apalagi kalau kita > setuju pada pendapat anda yang mengatakan bahwa sifat kedua hukum itu > berbeda, seperti yang anda tulis: 'UU negara kalau anda bersalah melanggar hukum, tertangkap, diadili dan > kemungkinan dihukum. UU Tuhan cukup "bijaksana" dia tidak akan langsung > menghukum anda.' Kalau begini maka patuh pada hukum Tuhan akan memberikan efek kontra > produktif pada patuh pada hukum negara. Wong, Tuhan saja 'bijaksana' kok, > tidak langsung menghukum, ini manusia kok malah berani2nya langsung > menghukum. Maka hukum manusia ini pasti salah, sehingga harus dicari > lubang dan celah untuk dilanggar! > > Kalau kita bisa sepakat bahwa hukum negaralah yang hanya bisa dijadikan > obat untuk mengangkat suatu negara dari jurang kehancuran, maka barulah > kita bisa menentukan aspek kehidupan yang mana dulu berikut hukumnya yang > harus dibenahi. Aspek dan Hukum pendidikankah?, aspek dan hukum > kehakimankah?, aspek dan hukum kehidupan beragamakah?, dlsb. Apakah hukum > seluruh aspek kehidupan bernegara itu dapat dibenahi secara sekuensial > atau harus secara paralel? > > Kalau saya boleh melangkah maju sedikit, dan menyorot aspek kehidupan > beragama, maka saya ingin mengusulkan, agar hukum (UU) kehidupan beragama > disempurnakan dengan menambahkan sebuah kesepakatan yang mengatur gelar > dan fungsi ulama, dimana seseorang boleh disebut sebagai ulama, dan/atau > bertingkah laku sebagai ulama, kalau ia telah lulus pendidikan ulama dan > mendapatkan sertifikat ulama dari Majelis Agamanya masing2. Ulama yang > memperbodoh, mengagitasi dan mengintimidasi umatnya akan terkena jerat > hukum. Penyempurnaan hukum ini menurut saya perlu sekali dilakukan, > mengingat, seperti saya sebutkan sebelumnya, manusialah yang mengakibatkan > suatu agama itu terkesan jelek dan jahat, sehingga oleh karena itu, > penyebaran dan pengajaran agama haruslah dilakukan oleh orang2 yang telah > memenuhi suatu persyaratan. Dengan demikian pengajaran dan penyebaran > keyakinan suatu agama dapat berjalan dengan murni dan tepat, mengikuti > kaidah2 pendidikan modern, tidak melanggar HAM, yang pada akhirnya hanya > akan mendukung tercapainya cita2 konstitusi. > > Saya amat mengerti bahwa pikiran2 saya ini dapat membuat emosi pada orang2 > yang keyakinan beragamanya merasa terusik. Untuk itu saya mohon maaf, > karena saya tak punya niat sedikitpun untuk mengusik keyakinan2 itu, sama > halnya pula bahwa saya tidak mau orang2 itu memaksakan keyakinan > keagamaannya itu kepada saya. Pun, saya sama sekali tidak berkehendak > untuk menggusur agama seperti yang anda tulis berikut: 'Kalau ada yang tidak beres dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama > nya yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu > ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan > konsisten.' Justru, saya sangat mendukung kalimat terakhir anda, yaitu 'perlu ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan > konsisten.', yang salah satu realisasinya adalah dengan mewajibkan ulama > bersertifikat itu. > > Senang dapat berkenalan dengan anda, mas Hudaya. > Salam hangat, > HermanSyah XIV. > > <[EMAIL PROTECTED]> > 02/26/2004 09:11 > Please respond to yonsatu > > > To: [EMAIL PROTECTED] > cc: > Subject: [yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas > Herrmansyah > > Ah Mas Herman ini.., maaf ......kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat > "naif" sekali tentang agama,dan kelihatannya memang "cenderung" apriori > . > Mudah-mudahan anda tidak punya pengalaman "traumatik" dengan agama dimasa > kecil atau saat ini. > > Tindakan pelanggaran hukum dan pelaksanaan amal ibadah jangan dicampur > aduk > mas Herman, mungkin mas Herman berpikir tentang konsep pahala dalam amal > ibadah, konsep "impas" dengan adanya pahala dalam amal ibadah dan > perbuatan > tercela. > Amal ibadah dalam agama bukan seperti transaksi mas Herman, setelah > melanggar hukum-kemudian melakukan ibadah, terus..... impas? Ulang lagi, > impas lagi? Ah... Mas Herman ini naif sekali. > Pelanggaran hukum dan amal ibadah seseorang dihadapan Tuhan punya > hitungannya sendiri, punya hakim sendiri, bukan disini. > > Mas Herman mengatakan karena mereka mengerti semua itu, mereka > melakukannya dan menjadi pemeluk agama yang saleh. > Dalam islam kita tidak bisa menjustifikasi diri kita sendiri, menjadi > hakim > yang bisa menilai posisi diri dihadapan Tuhan. > Seseorang yang beragama islam selama dia masih hidup dia tidak bisa > mengklaim dirinya lebih baik atau shaleh dari yang lain. > Seseorang yang sejak usia 5 tahun sudah melakukan amal ibadah secara > rutin, dihadapan Tuhan belum tentu lebih baik dari teman Mas Herman yang > barangkali baru dua tahun melaksanakan ibadah. > > Salah satu konsep pelaksanaan amal ibadah dalam agama islam, adalah > karena "cinta", you do it because you love to do it, and you don't expect > anything by doing it. > Gampangnya gini, di dunia yang kita cintai siapa, anak/istri/orang > tua/teman, kalau mereka meminta sesuatu, kita akan dengan senang hati > melakukannya dan tidak mengharapkan imbalan dari mereka. > Kalau amal ibadah kita karena cinta, kita tidak akan "berhitung" mas > Herman > ( mudah-mudah ini tidak terlalu absurd buat mas Herman). > > Mas Herman pernah lihat ayat-ayat Tuhan dalam kitab suci, nggak? > Al-Qur'an > misalnya, > Di Al-Qur'an, dijelaskan, bahwa Mas Herman terbentuk dari setetes mani, > bagaimana bumi terjadi dan berputar dalam orbitnya, dlsb. > Di dalam Al-Qur'an diberikan pengetahuan yang sangat luas kepada manusia > (yang sudah dirangkum 14 abad yang lalu), kalau mas Herman punya Al-Qur'an > coba jangan hanya dilihat isinya, coba dibaca anggap saja dulu sebagai > pengetahuan umum bagi mas Herman. > Kalau Mas Herman gak punya Al-Qur'an, beli dulu atau pinjam sama teman. > Kalau tertarik yang sedikit ilmiah, cari "The Bible, Science and Al > Qur'an" oleh Dr. Maurice Bacall > > Ayat-ayat Tuhan memang tujuannya bukan untuk membuat manusia jera kok, dia > hanya memberi bimbingan hal baik dan buruk dalam kehidupan dunia dan bukan > untuk di akhirat , anggap sama aja deh dengan UU negara . > Kalau tidak diikuti? ya nggak apa-apa > And...as a person, you are free to choose ,to be good or bad people. > UU negara kalau anda bersalah melanggar hukum, tertangkap, diadili dan > kemungkinan dihukum. UU Tuhan cukup "bijaksana" dia tidak akan langsung > menghukum anda. > Saya kutip kata Mas Herman dibawah : "Yang akan membuat manusia jera > didunia adalah peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri (dengan > inspirasi > dari Tuhan(masih butuh , nih?)) yang diterapkan dengan sungguh dan > konsisten". > Peraturan dibuat oleh siapapun tentu tujuannya pasti baik, tapi seberapa > besar sih kemampuan manusia menerapkan secara konsisten? > > Peraturan bukan satu-satunya mas Herman, coba mas Herman perhatikan, > kondisi pelanggaran hukum banyak terjadi di negara yang penduduknya > miskin > dan tingkat pendidikannya masyarakatnya rendah. > Yang kaya dan pintar akan mengexploitir yang miskin dan bodoh, si kaya dan > si pintar akan mengendalikan sistem dan hukum sesuai kebutuhannya. > Perhatikan tetangga kita Singapura, Malaysia, atau negara maju,kalau basic > needs masyarakat sudah tercapai, penegakan hukum secara konsisten > sebagaimana harapan mas Herman akan menjadi suatu kebutuhan. > Sabar ya dulu mas....., > > Dan satu lagi mas Herman, jangan under estimate terhadap agama mas. > Kalau ada yang tidak beres dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama > nya > yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu ditingkatkan > pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan konsisten. > > Percaya deh mas Herman, sooner or later agama itu akan menjadi kebutuhan > personal seseorang, kalau mas Herman belum, mungkin nanti.. > Pemahaman agama secara mendalam harus mulai dari diri sendiri, itupun > kalau kita mau. > > Salam Kenal > Hudaya > Ekek XIII > > > > --[YONSATU - ITB]--------------------------------------------- > Arsip : <http://yonsatu.mahawarman.net> atau > <http://news.mahawarman.net> > News Groups : gmane.org.region.indonesia.mahawarman > Other Info : <http://www.mahawarman.net> > --[YONSATU - ITB]--------------------------------------------- Arsip : <http://yonsatu.mahawarman.net> atau <http://news.mahawarman.net> News Groups : gmane.org.region.indonesia.mahawarman Other Info : <http://www.mahawarman.net> --[YONSATU - ITB]--------------------------------------------- Arsip : <http://yonsatu.mahawarman.net> atau <http://news.mahawarman.net> News Groups : gmane.org.region.indonesia.mahawarman Other Info : <http://www.mahawarman.net>