Saya kok lebih cenderung "untuk kasus Indonesia", Pemimpin Indonesialah yang
membuat rakyatnya bodoh.
sehingga bisa berkuasa lama, dan akibatnya bisa kita lihat bersama.  
Jangan jangan para pemimpin indonesia ini memang "bodoh".

Saya juga setuju bahwa agama tidak menjadikan masyarakat bodoh. Perintah
pertama kali yang muncul adalah "bacalah ....".
Ini berarti diperintahkan untuk belajar, menganalisa, berfikir dst.
Kalau manusia, nggak melakukannya yaaa sudah resikonya kalau bodoh.

Menarik sekali, apakah memang benar "pemimpin agama" lah yang membiarkan
masyarakat bodoh ?. Seberapa besar kontribusi para pemimpin agama dalam
konteks men"cerdas"kan manusia manusia indonesia. Saya tidak yakin 2 atau 4
jam perminggu untuk pelajaran agama di sekolah dasar (SD), akan menjadikan
mereka memahami dengan baik pelajaran agamanya apalagi pelajaran
berhitung/matematika. Yang saya alami, anak-anak saya "disekolahkan lagi" /
ngaji / madrasah sore dan tentu saja ibunya ikut membimbing.

Mas Hermansyah, bisa lebih spesifik  ""... > Dari cerita 'pencetus' agama2
besar itu, kita lihat bahwa munculnya agama
seiring dengan adanya kebodohan, kemiskinan dan penindasan di dalam
masyarakat....". apakah sampeyan ingin mengatakan bahwa agama itu diciptakan
manusia atau bagaimana ?. Saya mulai bisa mengerti konsep pikiran anda,
kalau kalimat "pencetus" yang tertulis itu, memang benar-benar bahwa agama
di"cetus"kan oleh manusia. 

Agama adalah pribadi, saya setuju bahwa agama tidak boleh dipaksakan (Mas
Hermansyah juga pernah nulis hal ini).Karena masing-masing manusia akhirnya
toh harus bertanggung jawab sendiri sendiri atas perilakunya. Bertanggung
jawab kepada siapa ?, kalau yang ini tentu saja bergantung dari mana manusia
itu melihat dirinya, apakah sebagai manusia yang hanya melihat dunia atau
apakah dia melihat sebagai makluh dunia dan akhirat. 

Kebodohan memang harus segera disingkirkan dari Indonesia, Anggaran
pendidikan harus dinaikkan, pemimpin harus bersih/nggak korupsi gede-gedean
(heheheh kalau kecil-kecil gimana ?)/jujur. Nah kalau yang ini sihhh sudah
pada paham/mengerti cuman lha susah amat sihhhhh.

Saya punya pengalaman menarik, di jakarta. Kalau mau masuk jalan TOL yang di
Gatot Subroto dari arah kuningan menuju pancoran, saya sering melihat mobil
mobil mewah menyerobot dari sebelah kiri, terusssss sampai dekat mulut pintu
masuk dengan gagahnya dan nekat memetong kekanan untuk masuk pintu TOL. Apa
iya, mobil mewah ini pemiliknya orang bodoh (masak nggak bisa kasih tahu
sopirnya). Barangkali moralnya yang memang mau menang sendiri. Yang ini
hanya sebuah pengalaman yang hampir tiap jum'at sore saya alami dijakarta.
Jadi nggak ada hubungannya dengan Indonesia yang "Miskin" dan "Bodoh" ?. 


Salam, dan selamat pagi dari jakarta.
BudiNir.



-----Original Message-----
From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 04, 2004 8:52 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: tanggapan buat mas Yanto R. Sumantri


Mas Hermansyah

Wah tanggapan dan ulasan Anda menunjukan bahwa Anda mempunyai pendapat
yang sangat didukung oleh suatu yang sangat mendasar , dan dapat
berimajinasi sebagaimana saya seorang Geologist membayngakan sesuatu yan
ada didalam perut bumi , Anda alumni dari jurusan apa ?

Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Anda mengenai bahwa agama
(apapun agamanya" - lah yang menjadikan masyarakat menjadi bodoh dan
menjadi  miskin. Lebih tepat  bahwa "pemimoin agama" lah yang membiarkan
masyarakat bodoh agar mereka dapat dan tepat menjadi peminpin dalam
golongan agamanya , sehingga mereka meng"haram'kan pendapat yang tidak
"persis"  dengan apa yang ada dalam Kitab kitab Suci mereka .

Ingat bagaimana nasib Galeli Galileo , Syeh Siti Jenar  dan banyak para
pembaharu dalam agama bernasib  menyedihkan .

Bahwa kita mengatur  kehidupan dunia dalam kaidah kaidah agama itu saya
setujui , akan tetapi harap diingat bahwa seluruh kitab suciapapun dalam
aplikasinya meerukan tafsir (ingat bahwa dalam hal Al Quran saja ad
berbagai macam tafsir , say tidak tahu dalam Kitab Suci 
[EMAIL PROTECTED] wrote:
> 
> Hallo mas Hudaya,
> Menarik sekali tanggapan anda buat mas Yanto.  Sekalipun tanggapan anda
> itu ditujukan buat mas Yanto, boleh kan saya nimbrung memberikan reaksi?
> Dengan demikian saya berharap bisa belajar lebih banyak lagi dari anda,
> mas Yanto, dan rekan2 lain yang ingin bertukar pikiran.
> 
> Mas Hudaya, dari tanggapan anda yang panjang lebar itu, anda menyimpulkan:
> >Jadi...menurut saya sih , akar dari semua ini permasalahan ini adalah
> >"KEMISKINAN"  yang berakibat    "KEBODOHAN".
> 
> Saya bertanya2 dalam hati, mana yang datang duluan ya?  Miskin dulu lalu
> jadi bodoh, atau bodoh dulu, lalu jadi miskin?
> 
> Kalau kita lihat sejarah peradaban umat manusia, maka rasanya kita bisa
> menarik kesimpulan bahwa yang duluan itu adalah 'bodoh', baru kemudian
> 'miskin'.
> 
> Lho kok bisa?
> 
> Untuk sampai kepada kesimpulan itu, saya musti membawa diri saya masuk ke
> terowongan waktu menuju ke ribuan tahun sebelum masehi, untuk mencoba
> membayangkan hidup bersama2 dengan manusia purba, yang berpindah2 dari
> satu tempat ke tempat lain, dari satu gua ke gua lain.
> 
> Di keluarga purba saya yang berjumlah 10 orang itu, harta benda yang kami
> miliki tidak ada yang aneh2 dan sama semua.  Rumah kami hanya sebuah gua
> yang gelap gulita.  Pakaian kami hanya kulit binatang yang dililitkan
> begitu saja.  Makanan kami adalah daun2an dan buah2an yang tumbuh
> disekitar kami, dan binatang buruan atau ikan yang dibunuh dengan tombak
> dari batu.  Kami tidak tahu apakah kami miskin atau kaya.  Yang jelas apa
> yang kami butuhkan untuk hidup tersedia disekitar kami.  Tinggal sedikit
> bersusah payah, maka kami bisa makan.  Kalau daun2an, buah2an dan hewan
> buruan terasa semakin berkurang untuk kebutuhan hidup, maka kami mencari
> gua baru yang alam sekelilingnya bisa menopang hidup kami.  Ditempat baru
> itu, kami juga masih tidak tahu apakah kami miskin atau kaya.
> 
> Sampai pada pencarian gua berikutnya, kami ternyata menemukan gua yang
> berdekatan dengan gua sebuah keluarga purba lainnya.  Bentuk fisik mereka
> sama dengan kami.  Mereka punya kepala, mata, telinga, mulut,  tangan dan
> kaki.  Tapi, baju kulit mereka lebih berbentuk baju, karena dijahit dengan
> serat2 tumbuhan.  Mereka ternyata juga bisa membuat api untuk memanggang
> binatang buruan mereka sekaligus digunakan untuk penghangat dan penerangan
> didalam gua mereka.  Karena harta benda kami tidak secanggih mereka, maka
> mereka mengolok-ngolok kami ketika mengetahui bahwa kami harus tidur
> berdempet-dempet dengan gelap didalam gua agar tidak kedinginan, dan harus
> menggigit serta mengunyah daging mentah dengan bersusah payah, karena
> dagingnya tidak dibakar.
> 
> Saya merasa sedih dengan olokan mereka itu.  Tiba2 saya mendapat ilham
> untuk mengekspresikan kesedihan saya ini.  Saya menemukan kata 'bodoh'.
> Ya, saya merasa bodoh, karena ternyata harus menggigit dan mengunyah
> daging bersusah payah.  Merasa bodoh, karena tak bisa membuat baju kulit
> sebagus yang mereka punya.  Merasa bodoh, karena tidak tahu bahwa api
> ternyata bisa dibuat.  Ya, memang keluarga saya lebih bodoh dari keluarga
> purba tetangga itu.  Karena kami bodoh, maka harta benda kami tak lebih
> dari baju kulit yang compang camping, gua yang gelap gulita dan hanya satu
> jenis tombak berburu, sementara tetangga kami itu, memiliki baju kulit
> dengan mode bermacam2, punya gua yang hangat dan terang dan punya berbagai
> macam alat berburu.   Maka, saya menemukan kata kedua, ...'miskin'.  Ya,
> saya miskin karena ternyata saya 'nggak punya apa2' dibandingkan tetangga
> saya itu.  Kenapa saya miskin?  Karena saya tidak sepandai tetangga itu.
> Jadi, karena saya nggak sepinter mereka, maka saya menjadi lebih miskin
> dari mereka.  Atau dengan kata lain saya miskin karena tidak pandai, alias
> bodoh.
> 
> Keluarga kami yang lebih bodoh ini, akhirnya pada suatu waktu dapat
> diperbudak oleh keluarga purba 'kaya' itu, dan lengkaplah sudah kegetiran
> hidup keluarga kami, yang berawal dari bodoh, lalu miskin, dan akhirnya
> terjajah.
> 
> Kalau kita berjalan terus sepanjang terowongan waktu, maka kita bisa
> melihat bahwa kesengsaraan hidup seperti ini, akhirnya berkembang dari
> kelompok kecil manusia2 gua, menjadi bangsa.  Maka kita kemudian dengar
> bagaimana Musa membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Mesir 7
> abad sebelum masehi, dengan mukjizat Tuhan.
> 
> Di India, juga  sekitar abad yang sama (kalau tidak salah), muncul
> masyarakat Hindu, suatu masyarakat  yang meyakini bahwa manusia memang
> ditakdirkan hidup dengan status kaya, miskin, bodoh, terpelajar, sesuai
> karmanya masing2.  Setelah mati, manusia akan lahir kembali dalam wujud
> baru dan status baru yang lebih baik, tergantung perbuatannya dalam
> kehidupan sebelumnya.  Demikian seterusnya secara berulang2, sampai si
> manusia akhirnya mencapai Moksa, kesempurnaan hidup, yang berarti tempat
> selanjutnya setelah kematian yang kesekian kalinya adalah Nirwana, alias
> sorga.  Berbeda dengan Musa, masyarakat Hindu (yang diajarkan oleh para
> resi) dapat menerima perbedaan status sosial ini, sehingga tidak muncul
> revolusi 'penghapusan' kasta Sudra.  Melalui ajaran Hindu yang mengakui
> eksistensi 4 Kasta itu, kita bisa lihat sampai sekarang ini bahwa segala
> ketimpangan sosial yang terjadi di India ternyata lebih mudah deterima
> oleh masyarakatnya, maupun didalam masyarakat2 Hindu lainnya di seluruh
> dunia.
> 
> Sidharta Gautamalah, yang tidak puas dengan ajaran Hindu, yang seolah2
> tidak membela rakyat miskin yang selalu terinjak2 itu.  Setelah berkelana
> dan bertapa bertahun2, akhirnya Ia mendapat pencerahan yang intinya adalah
> bahwa susah, senangnya manusia itu diakibatkan oleh perbuatan manusia
> sendiri, bukan karena keturunan atau karma.  Juga berbeda dengan Musa,
> Sidharta Gautama juga tidak membangkitkan semangat memberontak dari kaum
> miskin, akan tetapi lebih banyak memberikan ajaran untuk bangkit sendiri
> dari kenistaan hidup dengan berbekal hati nurani dan akal sehat.
> 
> Berikutnya, kita lihat Israel yang dijajah bangsa Romawi, dan seorang
> Jezus yang tidak bisa melihat penindasan dan penjajahan manusia atas
> manusia ini.  Maka, dengan berbagai mukjizat dari Tuhan, seperti Musa, Ia
> mengajarkan manusia untuk tidak saling menindas.  Sayangnya bangsa Israel
> yang dijajah itu menganggap Jezus adalah 'raja' mereka, sementara para
> ulama Yahudi tidak menerimanya karena menilai bahwa Jezus bukanlah mesias
> yang ditunggu-tunggu.  Maka, atas desakan ulama2 Yahudi itu, Pontius
> Pilatus, penguasa Romawi waktu itu, menjatuhkan hukuman salib bagi Jezus.
> Sama dengan Hindu dan Budha, Jezus tidak memimpin bangsa Yahudi
> membebaskan diri dari penjajahan Romawi, akan tetapi memberikan ajaran
> kepada manusia bahwa penjajahan dan penindasan atas manusia itu adalah
> perbuatan yang salah.  Demi keyakinannya itu, Ia rela mengorbankan dirinya
> mati di kayu salib.
> 
> 6 Abad kemudian, Muhammad mengajarkan Islam kepada bangsa Arab.  Penyebab
> munculnya Islam, lagi2 karena seorang Muhammad tidak bisa menerima
> kehidupan masyarakat arab yang 'barbar' pada saat itu, dengan penindasan
> manusia atas manusia disana sini.  Disamping itu, Muhammad yang mengakui
> eksistensi Musa (dan Jezus), melihat bahwa perilaku masyarakat Arab pada
> saat itu sudah kembali lagi seperti zaman Musa ketika harus menyampaikan
> 10 perintah Tuhan kepada bangsa Israel, yang pada saat itu kembali
> menyembah berhala dan hidup secara anarki.  Berbeda dengan Jezus, Muhammad
> berhasil menyebarluaskan keyakinannya itu dilingkungannya, yang meluas ke
> masyarakatnya, dan akhirnya berhasil membentuk pemerintahan berikut
> kekuatan bersenjatanya, sehingga dengan perang Islam berhasil di tegakkan
> di tanah Arab.  Dengan perang pula, Islam kemudian sempat mencapai daratan
> Eropa (Spanyol), akan tetapi kemudian terdesak kembali ke timur tengah
> karena serangan balik kaum Kristen yang pengikut ajaran Jezus itu.
> 
> Dari cerita 'pencetus' agama2 besar itu, kita lihat bahwa munculnya agama
> seiring dengan adanya kebodohan, kemiskinan dan penindasan di dalam
> masyarakat.
> 
> Pada masa itu, konsep2 negara demokrasi belum ada (kecuali mulai jaman
> Romawi), sehingga apalagi yang dapat dipakai untuk menyadarkan manusia
> untuk tidak berbuat buruk kalau bukan hukum 'keyakinan', alias hukum
> Tuhan.  Dengan takut dan sujud kepada Tuhan, manusia diajarkan dan
> berharap dapat hidup secara harmonis, aman, damai, tenteram, adil dan
> sejahtera didalam masyarakatnya.
> 
> Tapi, manusia berkembang terus. Ilmu pengetahuan berkembang terus, apakah
> hal itu diinspirasi oleh agama maupun tidak.  Bahkan di negara2 maju,
> agama (Kristen) yang tadinya memboncengi kekuasaan negara, kini berdiri
> terpisah dari pemerintahan.  Pemisahan ini muncul semata2 karena
> masyarakatnya ingin merdeka dari segala sesuatu yang bersifat dogmatis,
> yang berbau keyakinan, yang tidak bisa dijelaskan oleh akal.  Kenapa kok
> bisa begitu?  Karena, masyarakat yang ingin memisahkan 'negara' dari
> 'geraja' itu hidup di abad 18, dimana daya nalar mereka jauh berkembang
> jadi berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kali dari daya nalar keluarga
> purba saya tadi yang hidup didalam gua.  Dengan mendaya gunaan akal
> pikiran mereka secara bebas merdeka, masyarakat negara2 maju itu semakin
> pintar dan pintar, karena mereka melakukan penelitian dan eksplorasi
> ilmiah sampai limit kemampuan manusia, tanpa dipatok dengan larangan2
> Tuhan.  Satu2nya yang mengerem kebebasan berpikir mereka hanyalah
> moralitas, yang sedikit banyak ini dipengaruhi oleh agama juga.
> 
> Disisi lain, kita melihat bahwa cukup banyak negara yang menerapkan
> penyatuan antara agama dengan kekuasaan pemerintahan.  Ini terutama
> terjadi pada negara2 Islam.  Keputusan pemerintah harus mengacu kepada
> ayat suci.  Keputusan tertinggi bukanlah keputusan pemerintah akan tetapi
> keputusan khalifah, atau pemimpin umat.  Sehari2 yang dibicarakan hanya
> ayat2 suci dan sejarah nabi.  Manusia tidak boleh ini, tidak boleh itu,
> harus begini, harus begitu, karena Tuhan menyuruh demikian.  Akibatnya,
> negara2 dengan sistem pemerintahan dan sifat masyarakat yang seperti ini
> nggak maju2, karena yang dibicarakan hanya sekitar itu-itu saja dan
> kreatifitas mereka terkekang.  Hukum dunia kalau perlu tidak usah diurusi,
> karena hukum Tuhan melalui kitab suci toch sudah sempurna.  Walhasil,
> sekalipun mereka hanya jalan ditempat misalnya, tingkat kemajuan dan
> kepintaran mereka akan semakin jauh tertinggal dari hari ke hari,
> dibandingkan dengan negara2 sekuler yang berkembang terus itu.
> Pengecualian hanya ada pada Arab Saudi, yang masyarakatnya relatif 'bodoh'
> tapi kaya karena minyak dan Kaabah.
> 
> Karena negara2 maju itu lebih pandai, maka mereka menjadi lebih kaya dari
> negara2 yang pengetahuan penduduknya 'jalan ditempat' itu, karena mereka
> bisa menciptakan produk2 yang menghasilkan uang, yang dijual keseluruh
> dunia.  Sementara negara2 'jalan ditempat' itu, semakin miskin dan miskin,
> karena hanya bisa membeli produk2 yang dibuat oleh negara2 maju itu, nggak
> bisa membuat sendiri.  Untuk bisa membeli produk2 yang dibuat oleh negara2
> sekular itu, mereka bahkan harus sampai menguras sumber daya alam
> negaranya, yang mentoknya sampai menggadaikan negara .  Disisi lain,
> korupsi merajalela karena hukum dunia tidak ditegakkan, yang mengakibatkan
> rakyat mereka jadi kurus2 dan gepeng2 seperti wayang kulit.
> 
> Lalu, bagaimana dong caranya mengangkat negara2 (bangsa2) yang tertindas
> itu dari penderitaan?  Apakah harus ada Musa abad 21 yang memimpin bangsa2
> tertindas keluar dari penjajahan abad kini yang berupa penjajahan ekonomi
> itu?  Atau, apakah harus ada Jezus abad 21 yang mengklaim dirinya sebagai
> nabi agama terakhir, yang pasti akan memicu kemarahan umat Islam diseluruh
> dunia, sehingga dia harus disalib, tapi akibatnya semangat pengorbanannya
> menyebar keseluruh penjuru dunia?  Atau, apakah harus ada Muhammad abad 21
> yang memimpin umat Islam (yang paling menderita di dunia ini) untuk
> berjihad menghancur leburkan kaum kafir yang pintar2 dan kaya2 itu?  Atau,
> kita terima saja keaneka warnaan hidup ini, seperti ajaran Hindu.  Toch,
> itu sudah nasib masing2, yang dengan sendirinya akan berakhir jika Moksa
> sudah tercapai.  Atau, kita ikuti ajaran Budha, untuk bangkit dari diri
> sendiri dengan berbekal hati nurani dan akal sehat, keluar dari belenggu
> kebodohan dan jurang kemiskinan ini?
> 
> Menurut saya, pendekatan yang terakhirlah yang paling realistis dari ke 4
> alternatif diatas.  Jadi, harus diri kita sendiri yang bertekad bulat
> untuk mengenyahkan kebodohan yang mengakibatkan kemiskinan itu.
> 
> Lantas kita bertanya, apa sih yang menyebabkan kebodohan itu?
> Menurut saya, yang menyebabkan kebodohan itu adalah segala informasi,
> keyakinan, aturan, kesepakatan yang menyebabkan kemampuan kreatifitas kita
> tertekan dan terpasung, dan yang menihilkan harkat diri kita sebagai
> manusia merdeka.
> 
> Kalau kita setuju dengan difinisi diatas, maka oleh karena keyakinan
> termasuk sebagai salah satu penyebab kebodohan itu, maka kita perlu
> memberikan perhatian yang sangat serius pada penyebaran dan pengajaran
> agama, jangan sampai ia disebarkan dan diajarkan oleh ulama atau orang2
> yang bertingkah laku sebagai ulama dengan menggunakan kaca mata kuda. Pun,
> umat perlu diajarkan bahwa dengan patuh dan mengandalkan diri pada ayat2
> suci belaka, bukan merupakan jaminan bhw kita akan terbebas dari belenggu
> kebodohan dan jurang kemiskinan itu.
> 
> Disamping itu, agama menurut saya, cukup didiskusikan dalam forum2
> keagamaan saja, tidak perlu dibawa-bawa dalam pergaulan sehari-hari,
> karena ini bukan saja mendukung terciptanya kebodohan itu, tapi juga punya
> andil sangat besar dalam membentuk manusia2 yang bermuka dua.
> 
> Nah mas Hudaya, dan mas Yanto, dan rekan2 yang turut mengikuti diskusi
> kami bertiga ini, buat saya kesimpulannya adalah:
> Bodohlah yang datang duluan, baru kemudian kemiskinan.  Kebodohanlah yang
> menyebabkan Kemiskinan.  Kemiskinan pada gilirannya menyebabkan
> Ketertindasan.  Oleh karena itu Kebodohan harus diberangus.  Karena kita
> sekarang hidup di abad ke 21, bukan lagi diabad 7 sebelum Masehi, atau
> abad 1 Masehi atau 6 Masehi, maka untuk memberangus kebodohan itu (berikut
> kemiskinan dan ketertindasan yang dihasilkannya itu), bukan agama lagi
> yang dijadikan sebagai alat atau penuntun gerakan, akan tetapi
> kesepakatan2 manusia modernlah yang menjadi senjatanya, yang dibuat
> berdasarkan teori2 ilmu pengetahuan modern.  Agama yang berpotensi sebagai
> salah satu penyebab timbulnya kebodohan itu harus dibatasi ruang geraknya,
> yaitu hanya diforum-forum keagamaan saja.  Dalam pergaulan sehari2, kita
> tidak perlu lagi mengingatkan orang lain akan ayat2 suci, akan tetapi jauh
> lebih baik kalau kita mengingatkan mereka pada UU pasal berapa, ayat
> berapa, atau KUHP pasal berapa ayat berapa.
> 
> Saya tidak akan kaget kalau pendapat saya ini lagi2 akan membangkitkan
> emosi pada orang2 yang merasa keyakinan beragamanya terusik.  Untuk itu,
> saya mohon maaf lagi, karena lagi2 saya tidak bermaksud mendiskreditkan
> agama manapun juga.  Saya hanya ingin mencoba berpikir dan menyumbang
> saran tanpa dibatasi oleh dogma2 agama, yang saya harapkan dapat
> memberikan kontribusi, walau sebesar debupun, kepada segala upaya kita
> semua dalam mengangkat  republik ini dari derita yang berkepanjangan.
> 
> Salam hangat,
> HermanSyah XIV.
> 
> <[EMAIL PROTECTED]>
> 03/02/2004 11:04
> Please respond to yonsatu
> 
> 
>         To:     [EMAIL PROTECTED]
>         cc:
>         Subject:        [yonsatu] Re: tanggapan buat mas Yanto R. Sumantri
> 
> Mas Yanto,
> Terimakasih  atas responsnya,  maaf  agak telat soalnya  nulis sambil
> ngantor sih.
> Jangan dikatakan saya akan memberikan  pencerahan kepada Mas Yanto, anggap
> saja ini  obrolan ringan sesama almamater.
> 
> *Perbuatan  baik  dan buruk yang  terus berjalan (jadi kayak ngejawab
> ujian
> sekolah aja nih)
> 
> Gak usah pusing-pusing dengan grafik deh mas, biarin itu ada jaman kita
> kuliah aja ( Jadi ingat Pak Goenarso, dosen matematika lanjut).
> Pakai ilmu tukang buah aja Mas, pisahkan yang buah baik dan yang
> rusak/busuk.
> Jangan dicampur aduk semua, nanti kebolak-balik  gak ketahuan mana yang
> baik dan mana  yang busuk, kalau sudah dipisah melihatnya kan lebih jelas.
> Kita cari dan periksa penyebabnya utamanya kerusakan atau kebusukan,
> seberapa banyak jumlahnya ,  sebaliknya yang baik juga begitu.
> Kemudian kita lihat hubungan antara yang baik dan buruk, satu arah, atau
> bolak balik, bagaimana dampak hubungan ini.
> 
>  Beberapa hal yang bisa jadi penyebab yang Mas Yanto uraikan dibawah,
> 1).Tingkat Kemiskinan (berharta)
> Kesadaran  apa yang kita harapkan dari orang  yang sedang lapar Mas?
> Memikirkan makan kemarin, hari ini dan besok saja sudah menjadi tekanan
> bagi hidup mereka, sikap manusia yang sedang lapar akan mempengaruhi sikap
> mental dan emosionalnya.
> Orang kalau lapar sering "bermasalah", contohnya barangkali ada diantara
> kita sendiri , pas pulang kerumah lapar berat, mau makan di meja gak ada
> apa-apa atau makanan gak cocok. "Spaning" bisa naik tuh
> 
> Didalam agama Islam, kemiskinan itu sangat berbahaya mas, dikatakan "
> Kemiskinan akan membawa kamu kepada kesesatan/kemunkaran" (maaf, kata
> terakhir saya rubah supaya tidak terlalu "sensitif")
> Dalam kenyataan disekitar kita, memang ada kelompok yang memanfaatkan
> kemiskinan masyarakat  untuk kepentingan pribadi/kelompok yang berakibat
> burukpada kita semua.
> Kemarin saya mendengar di radio Pak Ahmad Syafie Ma'arif berkata bahwa
> peradaban Indonesia sekarang adalah peradaban "Sembako", mungkin ini ada
> benarnya  juga.
> 2). Tingkat Pendidikan (berilmu)
> Pemahaman apa yang kita harapkan dari orang yang tidak/kurang berilmu Mas?
> Kebodohan yang timbul karena kemiskinan
> 3). Pemimpin yang buruk
> Harapan apa yang bisa kita berikan kepada pemimpin seperti ini Mas?
> Manusia mempunyai sisi buruk  yang namanya hawa nafsu atau nafsu jahat ,
> nafsu  harta atau kekuasaan.
> Nabi Muhammad bersabda: "Musuhmu yang terbesar, ialah nafsu"jahat"-mu yang
> berada dalam dirimu", jangan-jangan nafsu jahat inilah yang banyak
> bercokol
> dalam diri pemimpin kita
> Tiga hal buruk diatas  berputar-putar terus dalam kehidupan masyarakat ,
> yang membuat kita frustrasi melihat dampaknya  pada pembusukan dan
> pengrusakan bangsa.
> Terus, dimana peranan agama ? Amal ibadah meningkat tapi maksiat jalan
> terus?
> 4). Kesadaran beragama (keimanan)
>  Pemahaman generasi muda sekarang tentang agama jauh lebih baik dari kita
> dulu lho .Dulu ,khususnya kita yang tumbuh di kota besar  beragama   hanya
> dengan modal "kul-hu" doang, kalau sampai tua tidak meningkatkan diri atau
> mencari lagi, ya segitu-gitu aja.
> Tumbuhnya  sekolah pendidikan dasar dan menengah  umum yang berbasis agama
> ( misalnya Al-Azhar, Al-Izhar , Al-al lainnya), mempercepat proses
> pemahaman yang lebih baik tentang agama kepada generasi muda,ditambah lagi
> dengan  banyak beredarnya  buku-buku  tentang Islam .
> 
> Kalau sekarang banyak generasi muda yang berjilbab, termasuk selebritis ,
> pergi haji diwaktu muda, banyak amal ibadah, dlsb,itu  karena mereka paham
> dan sadar betul dengan apa yang mereka lakukan, mereka mencari dan memang
> menemukannya .
> Beda dengan kita,  dulu  atau sekarang,  bisa jadi kita menjadi islam
> karena kultur atau tradisi orang tua, dengan pemahaman ala kadarnya.
> Kesadaran  pemeluk agama yang terus terus meningkat di masyarakat?
> Peningkatan amal ibadah yang terjadi saat ini  harus disyukuri , walaupun
> barangkali  ada yang melakukan ibadah itu adalah sebagai "pelarian"  dari
> sebagai orang-orang  " tertindas" atau   sebagai  "penindas", itu masih
> jauh lebih baik dari pada tidak ada sama sekali.
> Semua agama pasti menuju kebaikan, dan kebaikan dan keburukan punya jalan
> masing-masing pada setiap orang.
> Dalam suasana seperti ini ,  kayak apa jadinya  masyarakat, sudah miskin,
> bodoh, dan tidak beriman pula.
>  Agama bisa dijadikan oasis bagi  orang orang yang dahaga, tempat berteduh
> bagi musafir yang letih (puitis aja lagi),
> 
> Terus bagaimana dong kita memandang semua  keruwetan /semarawutan  yang
> terjadi ini?
> Kalau menurut saya sih, selama mayoritas rakyat kita  masih miskin dan
> yang
> berakibat pada kebodohan, kita akan begini terus.
> Kalau melihat realitas sekarang, kita  pakai ilmu tukang buah aja lagi,
> yang bagus-bagus harus di elus-elus, di baek-baek-in, diusap-usap ,
> dipelihara supaya gak jadi busuk.
> Yang busuk kalau memang sudah parah, ya harus disingkirkan, kalau kate
> tukang buah orang betawi , itu buah harus "di gejik" supaya hancur.
> 
> * *Masalah "maling yang beramal" yang banyak di sekeliling kita
> 
> Bingung  ya mas , kok bisa kayak gini ? Ya pantas bingung mas, karena
> mereka sendiri memang  orang yang sedang bingung.
> Mondar-mandir dari satu penampilan ke penampilan lain, Tuhan sudah
> mengenal
> jenis orang seperti ini  , sebagaimana dikatakan dalam Al -Qur'an:
> " Dan (ada pula ) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
> mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
> Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. (Q.9:102)"
> " Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberikan
> petunjuk. (Q.93:7)"
> 
>  Aku kasih jokes tentang perokok berat yang ingin berhenti merokok,
> mudah-mudahan Mas Yanto belum pernah dengar:
> " Ada seorang perokok berat yang berusaha keras untuk menghentikan
> kebiasaan merokoknya, dia sudah mencoba  tapi selalu gagal .
> Di mass media seringkali disampaikan  bahayanya merokok bagi kesehatan.
> Untuk memberi dorongan kepadanya untuk berhenti merokok, dia mencoba
> mendengarkan, menonton dan membaca   semua penjelasan mengenai  bahayanya
> rokok .
> Setelah sekian lama mengikuti , mendengar, membaca dan melihat penjelasan
> bahaya merokok , akhirnya dia paham betul betapa besarnya bahaya rokok
> bagi
> kesehatan dirinya,  dia menjadi sadar dan kemudian  membulatkan tekadnya
> untuk segera berhenti .
> Berhenti merokok? Ya nggak mas, dia  memutuskan "berhenti" , untuk
> melihat,
> mendengarkan atau membaca  segala sesuatu yang berkaitan dengan bahaya
> merokok. Rokoknya,  ya jalan terus! "
> Selain merokok ,  olahraga juga ,vitamin jalan juga, supaya......sehat.
> (Boleh dong.... namanya juga usaha.)
> 
> Mas Yanto pernah dengar  nggak, bahwa didalam kehidupan kita ini , ada: "
> kebaikan yang membinasakan , dosa yang paling mencelakakan dan dosa yang
> bermanfaat " ?
> Ini adalah sebuah dialog antara guru sufi dengan muridnya, (aku kutip
> sebagian):
> Murid : Wahai guru, dosa apakah yang paling mencelakakan?
> Guru  : Dosa yang tidak kamu sadari bahwa itu suatu dosa. Yang lebih
> celaka
> lagi adalah menganggapnya suatu kebajikan, pada hal itu dosa.
> Murid : Lantas, apakah ada  dosa yang bermanfaat,,guru ?
> Guru  : Ada !  Yaitu dosa yang selalu kau sesali, kau tangisi sampai mati,
> hingga tak berbuat dosa lagi. Itulah tobat nasuha, namanya
> Murid : Sebaliknya guru, apakah ada kebajikan yang justru akan
> membinasakan?
> Guru :  Dialah kebajikan yang membuatmu lupa akan perbuatan-perbuatan
> kejimu; kebajikan yang selalu kau ingat-ingat,  kau bangga-banggakan , dan
> terlalu yakin hingga kau  tak gentar lagi terhadap dosa yang telah kau
> perbuat.
> (Saya tambah satu lagi dialognya , bonus buat mas Yanto, karena menurut
> saya ini yang paling absurd dan indah )
> Murid : Wahai Guru, mohon dijelaskan, rahmat Allah manakah yang paling
> menguntungkan?
> Guru : Bilamana Allah melindungimu dari ketidakpatuhan kepada-Nya, dan
> menolongmu untuk taat kepada-Nya.
> 
> Menyikapi orang yang seperti Mas Yanto gambarkan sebagai maling yang
> beramal, menurut saya, kalau maling ya tetap maling, ditangkap, diadili
> dan
> harus dihukum.
> Ibadah dia nggak ada urusa sama hukum dunia, itu urusan  dia dengan Tuhan.
> Manusia memang unik mas, dengan segala kelebihan dan kekurangannya ia
> berusaha keras  " menjalani dan mensiasati "  hidupnya,  sebagaimana
> ilustrasi dan dialog tersebut di atas..
> 
> ***Masalah hukum dunia dan hukum akhirat
> 
> Saya punya  sebuah ilustrasi,  kisah di jaman Rasulullah (ditulis menurut
> versi saya).
> " Dijaman Rasul , ada seorang  yang  taat beribadah,  pada saat  dia akan
> meninggal, nafasnya gak putus-putus juga. berhari-hari nggak mati-mati
> juga. Orang-orang heboh ,kok orang sealim ini bisa bermasalah dengan
> kematiannya.
> Rasulullah dipanggil, diceritakan masalahnya ,Rasul manggut-manggut
> kemudian rasul bertanya apa masih ada keluarganya.
> Selainnya istrinya, ternyata ibunya masih hidup. Rasul mendatangi ibu
> orang
> tersebut dan menceritakan bahwa anaknya sakit parah hampir meninggal, si
> ibu dengan cueknya ber kata : "Oh ,ya....? Biarin aja, mau mati kek!".
> Rasulullah faham, pasti ada masalah nih antara anak dan ibu.
> Setelah di selidiki lebih jauh ternyata si ibu marah berat karena merasa
> ditelantarkan oleh si anak setelah dia menikah, Rasul meminta si ibu
> memaafkan anaknya yang sudah akan meninggal, si ibu tetap keukeuh nggak
> mau
> memaafkan anaknya.
>  Wah, runyam juga nih urusannya, si ibu ngotot gitu. Akhirnya Rasul
> meminta
> sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar di depan rumah si ibu, setelah
> cukup,
> lalu rasul menyuruh si sakit dibawa kesana. Lalu Rasul berkata pada si
> ibu,
> bahwa anaknya  harus di hukum di dunia untuk melepaskan dosanya,
> hukumannya
> adalah hukuman mati dengan dibakar. Mendengar hukuman berat buat anaknya,
> si ibu shock ,  dia pasti nggak tega lagi. Akhirnya, dia memaafkan si
> anak,
> dan si anak  akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan lega...."
> 
> Dalam islam, urusan dunia yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia
> memang harus diselesaikan di dunia mas Yanto, termasuk juga penerapan
> hukum
> yang harus dijalankan.
> Masalah hukum dunia (yang kita disepakati oleh kita semua)  pasti akan
> akan
> diikuti oleh umat Islam ,  hukum islam itu  paripurna  ia akan dapat
> mencakup hukum dunia yang dibuat oleh manusia.
> Saya setuju banget kalau koruptor-koruptor , perampok/pembunuh/pemerkosa
> dan bandar narkoba kelas berat untuk dihukum mati, saya rasa begitu juga
> dengan  umat islam lainnya.
> Tapi itu mah terserah ibu Mega aje, namenye juge dia yang lagi kuase. Itu
> kepikir nggak ame die ye?
> 
> ****Penerapan Hukum di Singapura
> 
> Itulah yang ingin saya sampaikan Mas,  bahwa agama  pasti tidak akan
> mengeliminasi (Jadi ingat Akademi Fantasi-Indosiar)  penerapan hukum
> dunia,
> karena agama  akan mengikuti semua peraturan  baik yang telah dibuat
> manusia (akomodatif).
> Saya yakin sekali,  bahwa apabila mayoritas suatu masyarakat  tidak lagi
> miskin , tidak lagi kelaparan , tidak lagi pusing dengan kebutuhan primer
> (walaupun barangkali kurang berilmu), beragama apapun dia , penerapan
> hukum
> pasti  bisa berjalan,
>  Mas mencontohkan Singapura yang mengabaikan agama, saya mencontohkan
> Malaysia, Brunei,  negara Arab (barangkali   kurang berilmu), mereka
> negara
> kaya dan beragama, hukum disana juga bisa ditegakkan.
> Menurut saya , negara  yang  beragama apapun , kalau kemiskinan yang
> menjadi kendala , maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik.
> 
> Penutup nih mas,
> Jadi...menurut saya sih , akar dari semua ini permasalahan ini adalah
> "KEMISKINAN"  yang berakibat    "KEBODOHAN".
> Di ITB dulu, Kemal Taruk bekas Ketua DM ITB pernah mencanangkan "Gerakan
> Anti Kebodohan" ,  sekarang ini perlu ada  yang mencanangkan lagi "Gerakan
> Anti Kemiskinan dan Kebodohan" bagi rakyat Indonesia, dengan konsep dan
> implementasi tentunya.
> 
> Sekian dulu dari saya  yang bodoh ini Mas Yanto,  sekali lagi ,ini  bukan
> pencerahan ya mas Yanto, ini sekedar obrolan ringan dengan "Aa" saya ekek
> angkatan III .
> Mohon dimaafkan  untuk kata yang salah  dan yang  tidak berkenan  bagi Mas
> To (sok akrab) atau teman-teman lainnya.
> 
> Salam Hormat
> Hudaya
> Ekek XIII
> 
> --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------
> Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau
>                   <http://news.mahawarman.net>
> News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman
> Other Info      : <http://www.mahawarman.net>
>


--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   


--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke