Diskusi ini, kita lanjutkan dg kepala Thread ini saja ya... Jadi lebih gampang.

Saya kira penjelasan kawan2 disini, yg walau ngak ngaku, bisa "dicurigai" sbg 
pegawai Depkeu :)), sangat jelas.

1. Depkeu telah memberikan tolerasi. Artinya walau tanpa dasar hukum/aturan yg 
jelas, mungkin karena ini utk kepntingan "pahlawan tanpa tanda jasa", 
pembayaran tetap dilakukan.
 2. Depdiknas, teledor karena tdk segera menyusun atau melengkapi kekurangan 
peraturan 

Saya tarik ke praktek di swasta ya kawan2. 

Saya kira dalm scope yg lebih kecil diswasta juga ada kasus semacam itu. 
Pencairan dana/budget dg status dokumen pencairan menyusul. Biasanya thd 
kejadian spt ini selalu ada:
- persetujuan pejabat yg lebih tinggi yg memiliki wewenang
- ada target date batas pemenuhan kekurangan dokumen tsb

Kembali kekasus kita:
- adakah pejabat tinggi yg memberi otorisasi? Mungkin Menkeu sendiri, RI2 atau 
RI1? Jika tak ada maka siapapun pejabat yg mencairkan akan terkena hukuman, 
karena pencairan tanpa dasar.
- jika ada pejabat yg mengotorisasi, adalah target date nya? Pejabat yg lalai 
memenuhi target date lah yg hrs bertanggung jawab.

Keheranan saya bertambah, karena untuk meminta pengembalian incentive yg sdh 
dinikmati selama 2 tahun dari seluruh guru, bukannya pekerjaan yg aneh, sia2 
bahkan absurd? Kalo ngak bisa ditagih balik, apa seluruh guru hrs 
mengangsur...?? 

Jadi pertanyaan saya balik ke square one, kok  kasus ini tak menjadi skandal 
nasional ya? Jawabannya mungkin kasus ini cuma hoax, terlalu besarlah utk 
ditutupi, apalagi menjelang Pemilu. 



Sent from my BlackBerry® smartphone

-----Original Message-----
From: Hengki Suherman <hengsu112...@yahoo.com>

Date: Mon, 30 Mar 2009 04:14:52 
To: <AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com>
Subject: Re: [Keuangan] Salah alamat kalau Menkeu kejam binti Zalim


Benar. Secara Teknis, yang membuat PP adalah Departemen yang bersangkutan, 
dalam hal ini adalah Depdiknas.  Tapi ketika penyusunan berapa anggaran dan 
untuk apa, Depkeu tentu memeriksa dasar hukum pemberian tunjangan.  Kalau tidak 
ada dasar  hukum, tentu akan dicoret oleh Depkeu saat penyusunan APBN.  Ketika 
akan mencairkan mata anggaran Tunjangan tersebut, tentu berdasarkan DIPA.  DIPA 
dibuat berdasarkan APB setiap Satker Lembaga Kementrian.  Bila tidak ada dalam 
APBN, maka tidak akan ada DIPA.  Bila tidak ada di di dalam DIPA, uang tidak 
keluar.  Gitu aja kok repot.  Kalo uang cair, sementara DIPAnya tdk ada,  siapa 
yang salah? 

Kalo sdh ada dalam APBN, berarti ada DIPA.  Uang bisa keluar.  Siapa yng 
meloloskan Mata anggaran Tunjangan tersebut? hehehe. Gitu aja repot.



--- On Mon, 3/30/09, Dody Dharma Hutabarat <dodyd...@yahoo.com> wrote:
From: Dody Dharma Hutabarat <dodyd...@yahoo.com>
Subject: [Keuangan] Salah alamat kalau Menkeu kejam binti Zalim
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Monday, March 30, 2009, 9:15 AM











    
            Saya kira Depkeu telah memberikan toleransi maksimal atas 
pembayaran tunjangan profesi tsb.

UU ttg Guru & Dosen ditetapkan tanggal 30 Desember 2005.

Namun PP & Perpres ttg tunjangan profesi tsb hingga kini belum selesai (lebih 
dari 3 tahun!).

Penyusunan PP & Perpres itu sendiri di luar domain Depkeu.

Artinya Depkeu telah memberikan kelonggaran yang sangat besar.

Salah alamat kalau Depkeu disalahkan.

Malah Menkeu telah pasang badan utk membela kepentingan guru & dosen.



FYI, sejak berlakunya UU ttg Perbendaharaan, Depkeu tidak memeriksa seluruh 
persyaratan administrasi sebagai syarat pencairan. Tugas ini ada pada satuan 
kerja kementerian/ lembaga.



Dody



[Non-text portions of this message have been removed]




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke