Senin, 06/07/2009 07:50 WIB Wawancara Rhenald Kasali *Nekatnya Malaysia dan Nihilnya Tata Nilai Budaya Ekonomi RI* *Nurseffi Dwi Wahyuni* - detikFinance
***Jakarta* - Manuver Malaysia di blok Ambalat bukan semata persoalan militer dan politik. Guru besar Fakultas Ekonomi UI Rhenald Kasali menilai persoalan Ambalat disebabkan ketidakmampuan Indonesia membangun tata nilai budaya ekonomi. Malaysia, kata Rhenald, paham Indonesia hanya mampu membeli pesawat tapi tak mampu membeli peluru dan tak mampu membayar personil tentara dengan layak. Indonesia telah menghilangkan budaya ekonominya. Lebih jauh, Peraih gelar master of science dan doktor dari University of Illinois at Urbana & Champaign ini yakin, ketidakmampuan Indonesia mengatasi krisis juga disebabkan tak adanya pembangunan tata nilai. Apa dan bagaimana tata nilai budaya ekonomi Indonesia? Dalam pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sabtu pekan lalu, Rhenald menyatakan Indonesia perlu membangun tata nilai. Terutama, tata nilai di kalangan pemerintahan. Berikut wawancara *detikFinance* dengan Rhenald usai acara Pengukuhan Guru Besar UI, di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Sabtu (4/7/2009) . *Bagaimana anda melihat krisis yang terjadi sekarang?* Kata krisis belakangan ini menjadi rutin diucapkan masyarakat kita. Setiap kita menghadapi persoalan-persoalan, kita menyebutnya krisis. Sekarang ini ada 'global financial crisis'. Itu bukan satu-satunya krisis. Ada juga krisis garam, gula, pupuk, listrik, energi, rotan, demam berdarah, flu burung, air bersih, dan sebagainya. Ini merupakan suatu pertanda krisis datang begitu cepat dan ada indikasi kita tidak mampu mengatasinya. Kalau kita buka kamus bahasa, tiap bangsa punya definisi krisis yang berbeda. Dalam kamus Inggris, krisis adalah 'returning point', bisa untuk lebih baik, bisa juga lebih buruk. Tergantung apa yg dilakukan. Kamus Mandarin, krisis didefinisikan sebagai adanya peluang dalam setiap bahaya. Celakanya ketika kita buka kamus Indonesia, definisi krisis adalah situasi darurat, gawat berbahaya. Akibatnya, setiap mendengar kata krisis, kita justru berubah menjadi pencipta krisis karena kita sudah mengambil tindakan-tindakan yang sifatnya mendahului krisis. Jadi, seakan-akan telah terjadi krisis. Akhirnya, kita malah krisis 'beneran' karena kita tahan uang, karena kita katakan tidak ada daya beli, dan akhirnya situasi menakutkan itu menyebabkan resesi. Untuk lepas dari krisis, dalam orasi anda menyatakan Indonesia harus memiliki tata nilai. * Tata nilai seperti apa yang harus diterapkan di Indonesia?* Hampir semua negara dan lembaga besar menerapkan tata nilai. Indonesia sudah punya tata nilai. Sayangnya, Indonesia tidak membangun tata nilai budaya ekonomi. Padahal, sekarang budaya ekonomi menjadi tuntutan karena itulah yang menyebabkan Indonesia kalah atau menang. Saat ini penentunya bukan lagi kekuatan politik atau militer, tapi budaya ekonomi. Kalau militernya kuat, demokrasinya bagus, tapi tidak menghasilkan kemajuan ekonomi maka dianggap remeh di dunia. *Contohnya bagaimana?* Lihat saja, kenapa Malaysia berani menyerempet bahaya di Ambalat? Karena mereka tahu ekonomi Indonesia kalah dibanding mereka. Mereka berpikir, Indonesia tidak mampu membeli peluru, hanya mampu beli pesawat. Pelurunya tidak ada dan aparat-aparatnya di lapangan tidak digaji dengan layak, sementara rakyat di perbatasan tidak punya penghasilan yang baik. Itu artinya kita kurang memperhatikan budaya ekonomi. Demokrasi harus mendorong budaya ekonomi yang baru. Sekarang suara rakyat penting, tapi dibutuhkan budaya respek, budaya saling percaya, budaya menghormati, dan budaya berkompetisi. Tapi yang terjadi kan nilai-nilai budaya berlawanan, konflik mencurigai. Itu merusak. *Lalu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya?* Perubahan dimulai dari pemimpin. Siapa pemimpin tertinggi di Indonesia? Ya Presiden?dan wakil rakyat. Apa yang harus mereka lakukan? Sebelum mereka bekerja, mereka harus membangun tata nilai baru. *Tata nilai baru seperti apa?* Presiden terpilih dalam rapat pertama harus menjelaskan dia mau kemana, belief apa yang mau di-create supaya Indonesia menang. Kalau mau menang, bukan cuma instrumennya ini-ini-ini. Tapi gimana caranya? Anda bisa bayangkan 20 persen anggaran di APBN itu untuk pendidikan tapi bagaimana * delivery*-nya? Kalau *delivery*-nya sebagian besar hanya untuk iklan, untuk sertifikasi guru dan tidak digunakan untuk membangun sekolah atau menaikan gaji guru,apalah artinya anggaran yang besar itu? Jadi, Presiden sebagai pemimpin harus menetapkan apa yang dipercaya. Sekarang, ada yang percaya untuk menang itu perlu agama. Maka, ngomong moral terus. Satu lagi ngomong UKM, yang satu lagi ekonomi kreatif, yang satu lagi korupsi. Jadi pada ngomong sendiri-sendiri. Kalau kita mau tingkatkan pariwisata, harus holistik. Kesehatannya bagaimana, keamanan di bandara bagaimana, transportasi bagaimana, BUMN yang mengelola bandara bagaimana. Semua harus bekerja sama. Presiden harus ngomong, "Saya ingin tahun pertama hasilnya dari pariwisata. Maka untuk menang, kita harus kompetitif". Dia harus menjabarkan apa itu kompetitif. Jika Presiden menentukan tata nilai utama yang harus dimiliki adalah kejujuran. Maka presiden harus berani mengatakan kepada bawahannya, "Saya minta anda mengerti, anda diberhentikan bukan karena tidak berhasil, namun karena melanggar tata nilai yang sudah ditetapkan. Ada diberhentikan karena anda tidak jujur". Jika tata nilai nomor dua yang ditetapkan adalah kecepatan pelayanan publik, Presiden juga harus tegas terhadap departemen yang tidak melaksanakan tata nilai tersebut. Jadi bukan hasil, namun lebih kepada bagaimana melaksanakan tata nilai yang ditetapkan. Kenapa (Bernard) Maddof dihukum 150 tahun padahal dia umurnya belum tentu sampai segitu? Itu karena tata nilai. Jadi tata nilai ini yang harus dijaga. * Khusus ekonomi tata nilainya harus seperti apa?* Sekarang ada perubahan dari ekonomi terencana menjad ekonomi pasar. Kalau ekonomi pasar, orang harus menerima persaingan secara terbuka. Namun yang kecil tetap harus dilindungi, jangan diadu dengan yang besar. Jadi harus didesain, dengan tata nilai berikutnya yaitu hubungan harmonis selaras. Tapi apa para menteri sadar itu? Sekarang menteri partainya lain-lain. Baru diangkat harus langsung bekerja, dan anggaran diputuskan di tahun lalu, serta tata nilainya tidak dibangun. *Apa yang harus dilakukan pemerintah?* Saya menyarankan seminggu pertama pemerintahan baru harus bangun teamwork karena dengan adanya teamwork, maka semua akan bekerja dengan baik. Kalau di kabinet sekarang yang hebat kan Sri Mulyani. Terus, masing-masing punya pemikiran di kepalanya. Kalau Sri Mulyani sendiri yang perform, dia bisa disalahin karena yang lain tidak perform. Sofyan Djalil juga termasuk yang hebat. Tapi yang lain sendiri-sendiri. Masalah pertanian, misalnya, tidak cukup diselesaikan oleh Deptan. Di situ ada masalah pertanian, air, BUMN, pupuk, lingkungan hidup, dan juga transportasi. Masalahnya politik kita kan yang penting kombinasi warna. Maka kabinet ini disebut Kabinet Indonesia bersatu. Bersatunya karena latar belakangnya yang beda-beda. Tapi pikirannya bersatu tidak? Sendiri-sendiri kan? Sekarang ada metode outbound. Jadi nanti di pemerintahaan yang baru sebaiknya semua menteri itu mengikuti outbond selama seminggu. Kemudian mereka diberikan suatu kasus yang harus mereka selesaikan bersama-sama untuk menyatukan pikirannya. *(epi/qom)* -- ----- save a tree.. please don't print this email unless you really need to [Non-text portions of this message have been removed]