113 dari 560 anggota DPR belum memiliki NPWP --> apa kata dunia ?!
hmmmm... tapi ngga apa-apa juga sih. terima kasih karena dengan demikian
potongan PPh 21 kalian kena tarif 20% lebih tinggi dari tarif pasal 17 UU
PPh...
...hmmm trus katanya DPR mo usut perusahaan yg nunggak pajak........ :)




________________________________
From: anton ms wardhana <ari.am...@gmail.com>
Sent: Sat, January 30, 2010 10:24:39 AM
Subject: [Keuangan] Editorial MI: Kemalasan Wakil Rakyat

  
saya komen bagian yang berhubungan sama uang aja

tulis nama, tanda tangan, tapi gak masuk ruang sidang --> jadi pengin tahu
yang begini tetep dapat honor sidang gak yah? begini ini  masuk kategori
melanggar hukum (pemalsuan bukti). merugikan keuangan negara (membayar
kepada yang tidak berhak), tidak ya?

113 dari 560 anggota DPR belum memiliki NPWP --> apa kata dunia ?!
hmmmm... tapi ngga apa-apa juga sih. terima kasih karena dengan demikian
potongan PPh 21 kalian kena tarif 20% lebih tinggi dari tarif pasal 17 UU
PPh...
*p.s*: semoga PPh 21 nya dipotong, bukan ditanggung atau ditunjang
pemerintah.. kalo ditanggung/tunjang ya tambah bikin rugi negara, namanya.
yang ngga patuh siapa, yang nanggung pajaknya siapa..

*BR, ari.ams*

artikel asli:
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/30/120141/70/13/Kemalasan-Wakil-Rakyat#docu

Kemalasan Wakil Rakyat
Sabtu, 30 Januari 2010 00:00 WIB

VIRUS malas rupanya masih menjangkiti tubuh Dewan Perwakilan Rakyat. Paling
tidak hal itu terlihat saat berlangsung rapat paripurna dengan agenda
tunggal pertanggungjawaban realisasi APBN Tahun Anggaran 2008, Selasa
(26/1).

Pada acara yang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani itu ruang sidang
tampak kosong. Hanya tempat duduk di bagian tengah yang banyak terisi,
sedangkan di deretan pinggir banyak kursi yang kosong melompong.

Dalam daftar hadir tercatat 291 anggota menghadiri sidang paripurna itu.
Jumlah tersebut memang sudah memenuhi kuorum karena lebih separuh dari 560
anggota dewan hadir.

Akan tetapi, kebanyakan mereka hadir di atas kertas, hadir secara
administratif karena hanya menandatangani daftar hadir dan setelah itu
menghilang. Faktanya banyak kursi melompong di ruang sidang paripurna.
Sungguh pemandangan yang tak elok.

Kemalasan bersidang itu menunjukkan bahwa sejauh ini DPR periode 2009-2014
tidak menjalankan fungsi anggaran dengan baik. Bukankah sidang paripurna
tersebut membahas penggunaan APBN Tahun 2008 oleh pemerintah? Bukankah DPR
sendiri yang menyetujui dan mengesahkan APBN itu?

Kemalasan bersidang juga memperlihatkan bahwa anggota DPR belum menjalankan
fungsi pengawasan dengan baik. Sebab, agenda sidang paripurna tersebut
adalah pertanggungjawaban realisasi APBN Tahun 2008. Melalui sidang
paripurna itulah, anggota dewan semestinya mengawasi, mengontrol, dan
meminta pertanggungjawaban lembaga eksekutif dalam merealisasikan APBN.

Kemalasan bersidang sudah terlihat pada sebulan pertama masa kerja DPR. Saat
sidang internal berlangsung di ruang rapat komisi, banyak anggota dewan
malah asyik masyuk mengurusi kredit tunai dari satu bank nasional.

Virus malas lain yang menjangkiti tubuh wakil rakyat adalah kemalasan
menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Berdasarkan
catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga pertengahan Januari 2010, baru
229 dari 560 anggota dewan yang telah menyerahkan laporan kekayaan mereka
kepada KPK. Padahal, tenggat penyerahan laporan harta kekayaan berakhir 1
Desember 2009. Itu artinya tingkat kepatuhan pelaporan kekayaan para
legislator hanya 40,69%.

Virus malas lain yang juga berjangkit di tubuh para legislator adalah
kemalasan membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP). Direktorat Jenderal Pajak
mencatat terdapat 113 dari 560 anggota DPR belum memiliki NPWP.

Kemalasan memiliki NPWP jelas bukti tersendiri bahwa anggota dewan belum
mampu menjadi warga negara yang baik. Akan tetapi, sang pemalas itu sangat
rajin menuntut dan menikmati haknya. Lihat saja, baru tiga bulan bekerja,
anggota dewan telah mendapat fasilitas komputer mahal, renovasi rumah dinas
mewah, dan sebentar lagi, kenaikan gaji.

Ada logika yang terbalik di situ. Di mana pun, siapa pun, semestinya
menunjukkan kinerja dulu, baru memperoleh fasilitas. Di gedung wakil rakyat,
diberikan fasilitas dulu, termasuk kepada mereka yang malas, baru kinerja
diharapkan meningkat. Sungguh logika yang menyesatkan.

-- 
-----
save a tree, don't print this email unless you really need to

[Non-text portions of this message have been removed]


 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke