Saya yakin dasar Muhammadiyah menetapkan haramnya bunga bank, sebagaimana
juga merokok, bukan karena motif ekonomi, tapi semata karena dalil yang
mereka yakini menunjukkan bahwa hal tersebut hukumnya haram. Kalau motifnya
ekonomi tentu lebih menguntungkan untuk "merapat ke kubu" yang menghalalkan
rokok. Karena perusahaan rokok mempunyai dana yang sangat besar untuk urusan
promosi. Bahkan iklan di media massa juga banyak didominasi oleh mereka,
meskipun iklan rokok sudah dibatasi sedemikian rupa.

Masalah kesiapan industri perbankan syariah tentu menjadi PR mereka agar
bisa bersaing dengan yang konvensional, apalagi mereka sudah "diuntungkan"
dengan fatwa tersebut.  PR tersebut misalnya prosedur yang lebih njelimet,
penamaan produk yang terkesan tidak familiar, bahkan bagi seorang muslim,
inovasi serta agresivitas, dll.

Saya setuju dengan pendapat bahwa perbankan syariah hendaknya tumbuh bukan
semata karena alasan ideologis tapi juga harus dibarengi dengan kualitas
produk & pelayanan. Karena bila ternyata kualitas produk & pelayanannya
jelek maka akan menjadi bumerang & mencemarkan  setiap yang "berembel-embel"
syariah lainnya.

Falah



Pada 7 April 2010 14:26, oka <oka.wid...@indosat.net.id> menulis:

>
>
> Saya mengamati industri perbankan syariah di Indonesia, mungkin sudah 10
> tahun terakhir ini. Bukan merupakan kebetulan, jika saya kenal secara
> pribadi dengan beberapa penggiat dan manajemen perbankan syariah di
> Indonesia.
>
> Bottom line, saya skeptis dengan fatwa Muhammadyah ini, sebagaimana saya
> skeptis dengan fatwa MUI sebelumnya, perihal pengharaman bunga bank.
>
> Nasabah dan bisnis bank secara general terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
> deposan (nasabah yang menyimpan uang di bank dalam bentuk tabungan,
> Deposito, Giro maupun produk sejenis lainnya) dan debitur (nasabah yang
> mendapatkan fasilitas kredit komersial, corporate, personal, kartu kredit
> dll).
>
> Saya merasa bahwa dasar pengambilan keputusan fatwa ini, lebih banyak dari
> kacamata deposan. Sehingga memang, implementasi fatwa ini serta merta dapat
> dilakukan untuk nasabah deposan, toh return dari produk simpanan bank
> (konvensional maupun syariah) terlalu kecil. Banyak media investasi lain
> yang sudah ditawarkan lembaga keuangan non bank yang returnnya lebih tinggi.
> Hanya menurut saya, Muhammadyah baru membatasi fatwanya pada bunga bank,
> bagaimana dengan produk2 investasi dari lembaga keuangan non bank ini?
>
> Ketika MUI beberapa tahun lalu juga mengeluarkan fatwa yang sama, lagi2
> sudut pandang deposan lebih menjadi pertimbangan dari pada sudut pandang
> debitur. Padahal keduanya sama-sama menggunakan produk bank (nasabah).
>
> Jika memandang dari sudut debitur, implementasi fatwa ini pastilah jauh
> lebih sukar. Debitur adalah orang yang membutuhkan kredit atau pembiayaan.
> Produk-produk kredit bank syariah, menurut saya, lebih kompleks daripada
> bank konvensional. Terutama, dalam hal persyaratan dokumentasi pada saat
> penarikan kredit. Persyaratan yang lebih njelimet ini, sayangnya, tidak
> diimbangi dengan biaya bank (bunga) yang lebih murah. Bahkan dalam hal
> jaminan (collateral), sami mawon, dengan bank konvensional.
>
> Nasabah debitur, lebih rasional dan lebih pragmatis daripada nasabah
> deposan. Itulah, saya kira kunci jawaban, kenapa bank syariah di Indonesia
> belum bisa berkembang sebagaimana diharapkan. Sudah benar jargon dan iklan
> bank syariah, yang memberikan image, walau namanya bank syariah, tapi bank
> ini untuk semua kalangan. Sebagai contoh, dipakainya Susi Suusanti sebagai
> ikon iklan bank syariah. Akan tetapi bahwa produk kredit (pembiayaan) bank
> syariah masih tidak "debtor friendly" harus diakui.
>
> Pengalaman sebelumnya ketika MUI mengeluarkan fatwa haram, pengaruh
> terhadap perkembangan bank syariah tidaklah significan. Apakah dengan adanya
> fatwa Muhammadyah ini hasilnya akan berbeda? saya yakin jawabannya TIDAK.
>
> Oka
>
> Catatan :
> - Ketika Muhammadyah mengeluarkan fatwa haram merokok, sebagai moderator
> saya langsung merubah tag millis ini menjadi "Millis AKI-stop smoking".
> Sayangnya ketika, organisasi ini mengeluarkan fatwa haram bunga perbankan,
> saya tak bisa mengubah tag millis ini menjadi "Millis AKI-No to bank's
> interest", tidak juga menjadi "Millis AKI-Yes to bank's interest".
>
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke