Hemmmm,

Setahu saya kesejahteraan hanya akan terjadi jika manusia mampu saling bertukar 
barang/jasa secara adil. Saling mengisi agar kekurangan dan kelebihan bisa  
bisa saling mengisi di berbagai bidang kebutuhan umat manusia agar sejahtera.

Untuk melakukan ini cuma ada tiga cara :

1. Dengan gotong royong. Segala bentuk pertukaran tanpa tanda uang. Pertukaran 
barang dan jasa didasarkan oleh kebersamaan, saling tolong menolong dengan 
prisip berat sama dipikul ringan sama dijinjing :-)
Hal ini berakibat masyarakat yang bertaransaksi barang/jasa tidak pegang uang 
sebagai alat pertukaran dengan kelompok lain diluar lingkunganya. Hal ini juga 
saya tenggarai mengakibatkan timbulnya kaum urban atau jadi TKI guna tenaga 
yang sama di tandai dengan 'uang' sebagai alat tukar yang berlaku umum.

2. Subsidi : Pertukaran tidak diukur dengan nilai sebenarnya dari setiap barang 
atau jasa yang saling dipertukarkan. Biasanya cara ini ditempuh guna 
menjembatani dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Sebagian 
harga yang harusnya ditanggung pengguna jasa di bayar oleh pemerintah. hal ini 
juga berakibat sistem pengupahan yang berbeda dengan pihak diluar lingkungannya 
karena sebagian besar kebutuhannya ditopang oleh subsidi.

3. Pasar Bebas : Setiap barang dan jasa dipertukarkan dengan nilai
sebenarnya dari barang atau jasa yang ada di pasar. Cari untung terlalu  
banyak.... hilang konsumen. Jual terlalu murah.... bangkrut produsen.  Konsumen 
dan produsen saling menghitung untung ruginya memanfaatkan barang/jasa yang 
tersedia dipasar :-)

Sri Mulyani dan Budiono mencoba membawa kita kearah tukar-menukar barang dengan 
harga sebenarnya, hanya saja masih banyak yang meragukan bahwa langkah ini 
tepat untuk Indonesia.

Langkah yang dilakukan sebenarnya sangat baik mengingat problem kemiskinan 
negeri ini adalah kemiskinan strutural. Bukan kemiskinan natural atau 
kemiskinan kultural. Secra natural, alam Indonesia sangat kaya raya, sampir 
setiap jenis energi yang ada dimuka bumi kita miliki dan juga pangan hayati dan 
nabati begitu banyak ragamnya :-)

Demikian juga secara kultur, bangsa ini termasuk rajin dan tidak suka 
mabuk-mabukan atau foya-foya. Sayangnya SMI dan Budiono malah di perlakukan 
seperti yang ditulis Rhenald Kasali.

Banyak yang ingin penyelesaian masalah kemiskinan tak ubahnya pengentasan 
kemiskinan di negara-negara dunia ketiga yang baik secara natural maupun 
kultural miskin.

Untuk itu saya salut pada Sri Mulyani dan juga Budiono :-)

Salam

RM



--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, wa idl <waidl2...@...> wrote:
>
> Dear all,
> 
> Saya membaca tulisan Rhenald Kasali, tidak ada yang substantif. Dia hanya 
> berbicara 2 hal. Pertama, Bank Dunia adalah ukuran kebaikan, prestasi, dan 
> pokoknya ukuran absolut termasuk dalam hal kinerja. Barang siapa yang 
> diterima baik oleh Bank Dunia, maka dia adalah orang terbaik. Di sini Sri 
> Mulyani adalah orangnya. Sebagai akibatnya, siapapun yang kritis terhadap Sri 
> Mulyani, maka orang tersebut adalah politisi yang sok tahu tentang ekonomi. 
> Dan kedua, yang berhak berbicara tentang ekonomi, termasuk mengkritik 
> kebijakan ekonomi, adalah hanya para ekonom. Rakyat kecil tidaklah perlu 
> bicara, apalagi menuntut pemidanaan sebuah kebijakan. (Ini perdebatan apakah 
> sebuah kebijakan bisa dipidanakan atau tidak. Yang kira-kira intinya 
> berujung: kebijakan seorang penguasa pastilah benar dan tidak boleh 
> dipidanakan, meskipun terindikasi koruptif).
> 
> Selain Kasali, selama 2 hari ini ada banyak pemujaan yang berlebihan kepada 
> Sri Mulyani, yang jika ditarik akan menjadi pemujaan terhadap Bank Dunia. 
> Tetapi, belum ada yang berbicara, termasuk Kasali, hal-hal yang sifatnya 
> lebih substantif. Misalnya: apa prestasi sri mulyani dan bank dunia bagi 
> indonesia dan terutama rakyat kecil? Remunerasi jelas gagal dan tidak 
> membuahkan kinerja yang baik, bahkan kinerja pajak ketahuan dimaling, 
> penerbitan SUN dan SUKUK 
> dengan bunga besar yang dibeli sebagian besar asing dan sekaligus merupakan 
> hot money yang setiap saat menjadi capital flight yang mengancam dan mendera 
> indonesia, 
> stimulus fiskal yang tidak memberi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi 
> rakyat, dan banyak lagi. Kepada bank dunia, indonesia harus mengalokasikan 
> dana besar 
> bahkan untuk nyahur utang yang belum dipakai, mengurangi subsidi rakyat, dan 
> menghindari alokasi dana untuk pertumbuhan ekonomi rakyat. 
> 
> Berilah penjelasan yang rasional, sehingga enak kalau mau angkat topi kepada 
> Sri Mulyani misalnya.
> 
> Wassalam,
> 
> 
> Waidl
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> ________________________________
> Dari: prastowo prastowo <sesaw...@...>
> Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
> Terkirim: Kam, 6 Mei, 2010 10:22:31
> Judul: Bls: [Keuangan] Rhenald Kasali: Ekonomi RI Tanpa Sri Mulyani
> 
>   
> Betul, bangsa ini juga harus belajar memilih dan memilah, agar mendewasa. 
> Bahwa Ibu Sri Mulyani terkait persoalan Bank Century, biarlah itu 
> diselesaikan oleh KPK yang memang berwenang untuk itu. Saya juga mengucapkan 
> selamat kepada Ibu Sri atas pencapaian yang tidak mudah ini. Kata Fauzi 
> Ichsan semalem, sedikit sekali orang Asia (kebanyakan India) yang bisa 
> menempati posisi Managing Director WB. Berarti reputasi Ibu Sri memang diakui 
> dunia internasional.
> 
> Terburu-buru dan terkesan membabi buta sekedar mengaitkan SMI dengan neolib ( 
> Ichsanudin Noorsy) dan pendiktean asing ( KKG). Ada saatnya kita berbeda, ada 
> kalanya kita bersatu. Rasanya mencari figur komplit seperti SMI akan menjadi 
> tugas berat bagi SBY, terlebih beban bagi Menkeu berikutnya, krn akan selalu 
> dibandingkan dg pendahulunya. Contohlah perpaduan : integritas, kapabilitas, 
> dan loyalitas SMI.
> 
> salam,
> 
> pras
> 
> ____________ _________ _________ __
> Dari: sen diskartes <d1ka...@yahoo. com>
> Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
> Terkirim: Rab, 5 Mei, 2010 20:03:19
> Judul: Re: [Keuangan] Rhenald Kasali: Ekonomi RI Tanpa Sri Mulyani
> 
> Bagaimanapun kita harus mengangkat topi buat Bu Sri Mulyani
> kinerja beliau sudah menunjukkan hasil nyata
> 
> salam
> -kartes-
> 
> ____________ _________ _________ __
> From: anton ms wardhana <ari.am...@gmail. com>
> Sent: Thu, May 6, 2010 9:55:53 AM
> Subject: [Keuangan] Rhenald Kasali: Ekonomi RI Tanpa Sri Mulyani
> 
> tulisan bung rhenald_kasali di kompas cetak,
> tentang ekonomi RI tanpa SMI
> 
> *BR, ari.ams*
> 
> ---------- Pesan terusan ----------
> Dari: Koran Digital
> Tanggal: 6 Mei 2010 09:15
> Subjek: [Koran-Digital] Rhenald Kasali: Ekonomi RI Tanpa Sri Mulyani
> 
> artikel asli: http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2010/05/06/ 0432580/
> ekonomi.ri.tanpa. sri.mulyani
> 
> *Ekonomi RI Tanpa Sri Mulyani*
> 
> Kamis, 6 Mei 2010 | 04:32 WIB
> 
> *Rhenald Kasali*
> 
> Pada tahun 1961, David McClelland menulis buku terkenal yang berjudul
> Achieving Society. Di buku itu McClelland mengingatkan, suatu bangsa akan
> jatuh bila mengandalkan pemimpin-pemimpinny a (baca: menteri atau CEO)
> berdasarkan motif-motif afiliasi (baca: persekongkolan, kekerabatan,
> afiliasi politik) atau motif kekuasaan (bagi-bagi kuasa). Sebagai gantinya,
> bangsa-bangsa harus mulai berorientasi pada achievement (hasil/kinerja) .
> 
> Riset yang dibukukan itu diterima luas di dunia dan diterapkan di
> negara-negara maju, mulai dari Amerika Serikat, Jerman, Inggris, sampai
> Malaysia, Thailand, dan Singapura. Sementara di Indonesia, orang- orang yang
> mengejar kinerja kehilangan rumah dan dibiarkan pergi. Itukah yang terjadi
> dengan Sri Mulyani? Bagaimana masa depan ekonomi Indonesia tanpa mereka?
> 
> *Korban perubahan*
> 
> Tak dapat disangkal bahwa negeri ini masih perlu banyak tokoh perubahan.
> Namun, perubahan selalu datang bersama sahabat-sahabatnya, yaitu resistensi,
> penyangkalan, dan kemarahan. Hasil yang dicapai para achiever selalu
> ditertawakan dan mereka diadili, dipersalahkan secara hukum, seperti yang
> dialami Nicolaus Copernicus di abad ke-16, Giordano Bruno (1600), dan
> Galilei Galileo (1633) saat memperjuangkan kebenaran.
> 
> Sebagian besar change maker diadili oleh bangsanya, dipenjarakan, dirajam,
> dan dibunuh, seperti Martin Luther King, Abraham Lincoln, Gandhi, dan Munir.
> Sementara itu di dunia ekonomi, di perusahaan-perusaha an, para pembuat
> perubahan dicari untuk diberhentikan, seperti yang dialami Rini Soewandi
> yang dianggap berhasil mengawal Astra Internasional dari krisis (1998). Ia
> diberhentikan secara tragis sebagai CEO oleh BPPN, padahal media masa
> memberikan penghargaan sebagai CEO terbaik (Kompas, 9/2/2000).
> 
> Pada tahun 2009, masalah serupa dihadapi Ari Soemarno setelah tiga tahun
> memimpin perubahan yang dianggap berhasil di Pertamina. Dan, tahun ini, kita
> menyaksikan umpatan-umpatan tidak sedap, bahkan tuntutan hukum terhadap Sri
> Mulyani. Padahal, di luar negeri ia dianggap sebagai menteri terbaik yang
> dimiliki dunia dan dalam pertimbangan saat memilihnya sebagai direktur
> pelaksana, Bank Dunia mengakui keberhasilannya dalam menangani krisis
> ekonomi, menerapkan reformasi, dan memperoleh respek dari kolega-koleganya
> dari berbagai penjuru dunia (www.worldbank. org).
> 
> Inilah saatnya bagi para politisi Indonesia untuk belajar menerima change
> maker dan achiever untuk meneruskan karya-karyanya dengan berhenti mengumpat
> dan mengadili apalagi mengedepankan motif-motif afiliasi dan kekuasaan.
> Kalau kita tidak bisa melakukannya, berhentilah menertawakan mereka.
> Janganlah kita menjadi sok kaya, dengan membuang baju bagus hanya karena
> satu benangnya terlepas lalu beranggapan seluruh jalinannya terburai.
> 
> Sebagai akademisi, sudah lama saya menyaksikan kejanggalan- kejanggalan yang
> terjadi di negeri ini. Orang berdebat dengan standar yang berbeda-beda dan
> begitu mudah marah bila kehendaknya tidak dipenuhi. Kita lebih sering
> menghujat dengan ukuran-ukuran yang tidak masuk akal.
> 
> Sudah sering pula disaksikan para ahli kita lebih dihargai di luar daripada
> di sini. Kita pun beranggapan politisi bisa lebih dipercaya daripada
> lembaga-lembaga internasional yang menghendaki kinerja. Persoalan yang
> dihadapi Sri Mulyani Indrawati adalah sama persis dengan anak- anak
> Indonesia yang gagal bersekolah di sini, tetapi berhasil di luar negeri.
> Saya sendiri mengalaminya, betapa sulit mendapat nilai bagus di sini,
> sementara di luar negeri kita sangat dihargai. Kita merasa bodoh di negeri
> sendiri bukan karena tidak mampu, melainkan karena betapa arogannya para
> pemimpin.
> 
> *Ekonomi ke depan*
> 
> Tentu saja di Indonesia ada banyak ekonom pintar yang siap menggantikan Sri
> Mulyani. Namun, untuk memimpin ekonomi Indonesia, diperlukan lebih dari
> sekadar orang pintar. Jujur, bersih, dipercaya dunia internasional, berpikir
> jauh ke depan, aktif bergerak dan responsif, berani melakukan perubahan dan
> diterima di dalam kementerian adalah syarat yang tidak mudah dipenuhi.
> 
> Indonesia butuh lebih dari sekadar pengumbar syahwat kebencian atau orang
> yang sekadar pintar bicara. Selama lebih dari sepuluh tahun proses reformasi
> berlangsung, ekonomi Indonesia telah menjadi pertaruhan berbagai
> kepentingan. Ekonomi yang seharusnya dibangun dengan fondasi makro-mikro
> yang seimbang selalu menjadi rebutan di kalangan politisi. Demikian pula
> kita butuh lebih dari sekadar birokrat yang hanya menjaga sistem. Kita perlu
> pengambil risiko yang berani menghadapi tantangan perubahan.
> 
> Ada kesan saat ini ekonom tengah diperlakukan sebagai orang yang tidak tahu
> apa-apa. Setelah dihujat sebagai neoliberal, ekonom tengah diuji untuk duduk
> manis di tepi ring dan membiarkan ekonomi diurus oleh para politisi. Saya
> tidak dapat membayangkan apa jadinya masa depan ekonomi Indonesia bila ia
> harus diurus oleh orang-orang yang taat pada maunya para politisi atau
> politisi yang berpura-pura menjadi ekonom.
> 
> Kita harus mulai menghentikan kriminalisasi terhadap para change maker agar
> orang-orang pintar yang punya keberanian mengawal perubahan dan memajukan
> perekonomian Indonesia dapat bekerja dengan tenang. Saya yakin Sri Mulyani
> bukan ”kabur” dari masalah. Seperti Sri Mulyani, banyak orang seperti itu
> yang saat ini berpikir untuk apa mengurus negara. Bukan karena mereka takut,
> melainkan semua berpikir, ”Untuk apa membuang-buang waktu percuma.” Ini
> hanya sebuah zero-sum game.
> 
> Tanpa Sri Mulyani, ekonomi Indonesia tentu akan tetap berjalan. Namun,
> sebuah kelumpuhan tengah terjadi karena orang- orang pintar memilih cari
> aman daripada memperjuangkan perubahan. Ekonomi Indonesia berjalan bak
> perahu kayu tanpa mesin yang mengarungi samudra luas. Tatkala kapal-kapal
> asing yang dilengkapi alat-alat navigasi modern menari di atas gelombang
> samudra dengan kekuatan pengetahuan, kita hanya mampu berputar di antara
> pusaran gelombang tanpa kepastian.
> 
> Sri, selamat bergabung di Bank Dunia. Tetaplah bantu negeri ini, seberapa
> pun perihnya cobaan yang kau alami; karena itulah hukumnya perubahan. Memang
> perubahan belum tentu menghasilkan pembaruan, tetapi tanpa perubahan tak
> akan pernah ada pembaruan.
> 
> *Rhenald Kasali Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia
> *
> 
> *
> *
> -- 
> -----
> save a tree, don't print this email unless you really need to
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> ------------ --------- --------- ------
> 
> ============ ========= ====
> Millis AKI mendukung kampanye "Stop Smoking"
> ============ ========= ====
> Alamat penting terkait millis AKI
> Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan- indonesia. com 
> Facebook AKI: http://www.facebook .com/group. php?gid=62473030 45
> Arsip Milis AKI online: http://www.mail- archive.com/ ahlikeuangan- 
> indonesia@ yahoogroups. com
> ============ ========= ====
> Perhatian : 
> Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: 
> - Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya
> - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
> yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
> - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke ahlikeuangan- 
> indonesia- ow...@yahoogroup s.comYahoo! Groups Links
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke