SUARA PEMBARUAN DAILY
Mimpi Jakarta sebagai Gerbang Budaya SP/Alex Suban Kawasan Silang Monas (Monumen Nasional), Jakarta. Jakarta sudah semakin tua. Kota yang menyimpan banyak cerita dan peristiwa. Setelah 481 tahun berlalu, wajah Jakarta telah banyak berubah. Gelombang modernisasi menjelma dalam bentuk gedung-gedung pencakar langit dan gaya hidup urban. Mungkinkah Jakarta menjadi gerbang budaya Indonesia? Hampir setiap tahun, Hari Ulang Tahun Jakarta selalu dirayakan dengan meriah dan megah. Penyalaan kembang api, pentas seni hingga beragam acara lain. Kini Jakarnaval menjadi puncak acara perayaan hari ulang tahun Jakarta ke-481. Seperti tahun 2007, perayaan tersebut akan diisi dengan atraksi, kesenian dari 10 daerah, dan pawai mobil hias. Termasuk iringan ondel-ondel, rebana marawis, dan tanjidor yang menjadi kesenian khas daerah tuan rumah. Pada 2007, perayaan tersebut memang berlangsung meriah. Namun, kemeriahan tersebut mungkin tidak terulang pada tahun 2008 ini. Keterbatasan dan keterlambatan alokasi dana kegiatan menjadi penyebabnya. Namun, sejumlah pertunjukan seni dan pawai tetap saja diadakan seperti acara Jakarta Anniversary Festival (JAF) VI 2008. Direktur Gedung Kesenian Jakarta, Marusya Nainggolan mengatakan JAF 2008 memasuki penyelenggaraan yang ke-7 dengan tema "Jadikan Jakarta Pintu Gerbang Budaya yang Inovatif dan Bersahabat". Jakarta merupakan Ibukota Indonesia yang menjadi pintu gerbang budaya untuk berbagai seni tradisi dan kontemporer dari Indonesia maupun mancanegara. Melalui seni budaya diharapkan akan terjalin hubungan persahabatan antardaerah dan antarnegara. Jakarta sebagai gerbang budaya boleh jadi sekadar tema. Tetapi lalu muncul banyak pertanyaan dari slogan itu. Apakah memang warga Jakarta sudah cukup berbudaya? Apakah pemerintah daerah Jakarta memang sudah menghargai budaya yang ada? Lantas bagaimana tafsir dan eksekusinya? Sudahkah aparatur pemda siap dengan tema itu? Menurut Kepala Sub Dinas Promosi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta I Nyoman Wedhana, Jakarta sebagai Gerbang Budaya memegang peran kunci dalam menyukseskan program pariwisata. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, Jakarta merupakan pintu masuk bagi turis asing dan lokal yang berkunjung ke Indonesia. Kedua, Jakarta sebagai Kota Metropolitan adalah miniatur Indonesia karena perpaduan beragam kebudayaan daerah hasil urbanisasi besar-besaran di kota tersebut. Nyoman Wedhana mengharapkan semoga penyelenggaraan Jakarnaval yang sederhana pada tahun 2008 ini, bisa sukses dan berlangsung aman tanpa kendala berarti. Ia berjanji penyelenggaraan di tahun 2009 bakal lebih semarak dan meriah seperti yang pernah terjadi pada 2006 dan 2007. Bagaimanapun Jakarta adalah kawasan peninggalan jejak-jejak tempo dulu Sunda Kelapa yang masih tersisa. Sebagian besar warisan telah lenyap, tetapi pelestarian masih bisa dilakukan dengan metode: konservasi, rekonstruksi, atau revitalisasi. Upaya ini diperlukan untuk mengangkat dan menimbulkan kembali kawasan-kawasan bersejarah. Sebut saja Kota, kawasan kota tua yang baru-baru ini ditemukan benda-benda antik. Sejumlah kasus pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah seperti Gedung Candranaya. Pemerintah beralasan harus memberikan tempat bagi bangunan baru yang modern. Situasi ini menimbulkan keprihatinan karena kehilangan bangunan kuno berarti kehilangan warisan sejarah berharga. Belum lagi aksi-aksi vandalisme yang merusak banyak warisan budaya di Jakarta. Ditambah lagi kasus premanisme yang mencoreng wajah Jakarta. Asep Kambali, Sejarawan dari Komunitas Historia Indonesia (KHI) mengatakan slogan Gerbang Budaya sudah tidak tepat diberikan kepada Kota Jakarta. Nilai tersebut, tutur Asep, telah pudar, karena kebudayaan kurang mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat perkotaan. "Umumnya, masyarakat perkotaan lebih memandang kebudayaan dan sejarah sebagai sesuatu yang membosankan. Tidak mendapat prioritas utama dalam kehidupan mereka, termasuk pemerintah," tutur Asep. Kini, Jakarta hanyalah tempat singgah bagi wisatawan dan tempat mencari uang bagi pendatang. Ia mengatakan, hal itu terjadi karena berubahnya apresiasi masyarakat terhadap nilai kebudayaan. Penjiwaan masyarakat terhadap nilai budaya telah menurun. "Budaya hanya menjadi hiburan yang bersifat selingan saja, karena masyarakat lebih tertarik membahas permasalahan ekonomi. Tidak heran, jika kebudayaan semakin tersisih dari kehidupan perkotaan," tambah Asep. Asep mengatakan berbagai kegiatan seni dan budaya menyambut HUT Jakarta merupakan hal positif demi kelestarian budaya. Namun, menyayangkan kegiatan itu hanya bersifat hiburan semata. Tidak ada pembahasan mendalam mengenai nilai budaya yang ditampilkan. Sekadar Perayaan Perayaan HUT Jakarta 2008 mungkin tidak sepenuhnya berkonsep sadar budaya. Pemerintah hampir tidak peduli dan menghargai pengembangan budaya. Termasuk juga menjadikan warga Jakarta "berbudaya" tertib dan taat aturan. Anggaran dan dana seringkali dituding sebagai penyebab masalah. Budaya pop dan modern lebih sering digadang-gadang. Itulah sebabnya Jakarta tidak pernah mengubah warganya menjadi "berbudaya". Konsep budaya disamaratakan dengan hiburan dan pesta perayaan. "Sampai sekarang, agenda kegiatan unggulan yang akan dilaksanakan untuk peringatan HUT Jakarta ke-481 belum terhimpun. Hal itu bisa dimaklumi, karena SKO (Surat Keputusan Otorisas, Red) telat, jadi dananya pun telat," kata Nyoman Wedhana. Keterlambatan pengesahan SKO, ujar dia, disebabkan oleh banyaknya penggantian posisi jabatan dalam struktur organisasi pemda. Hal itu menyebabkan pejabat baru yang bertugas di pos barunya perlu penyesuaian dan waktu untuk mempelajari berbagai dokumen dan rencana kerja atau kegiatan yang terbentuk sebelumnya. Termasuk kegiatan Jakarnaval. Tetapi, SKO tersebut telah disahkan sehingga Jakarnaval positif dapat berjalan seperti tahun 2007. Namun, alokasi dana mengalami penurunan, tidak seperti tahun 2006 dan 2007, yang mencapai Rp 1,5 miliar hingga Rp 1 miliar, tahun 2008 hanya mendapat alokasi sebesar Rp 500 juta. Nyoman Wedhana mengatakan untuk menyiasati keterbatasan dana itu, panitia melakukan beberapa pendekatan. Diharapkan, melalui pendekatan itu akan diperoleh dana tambahan untuk kesuksesan acara. Jika berhasil, sebagai contoh, panitia akan meminta bantuan dana Bank DKI untuk pengadaan kembang api karena tanpanya acara menjadi kurang greget. Sementara itu, gelegar musik yang biasanya diadakan setelah malam puncak itu, batal. Maklum, ucapnya, karena untuk mengadakan acara itu perlu biaya yang besar. Pada tahun 2007, dana sponsor yang membiayai gelegar musik tersebut. Walau dana terbatas, warga Ibukota tidak perlu khawatir karena Jakarnaval tetap dilaksanakan oleh Pemda. Menurut Nyoman, acara tahunan itu dilangsungkan pada 5 Juli 2008, pukul 19.00 WIB. Mengapa malam hari? Karena iring-iringan pawai dan hiasan di sepanjang rute perjalanan bakal terlihat indah di kegelapan malam. Artis Top Setelah dilepas Gubernur DKI di panggung kehormatan di Medan Merdeka Selatan. Arak-arakan menyusuri rute Patung Kuda, Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman dan berakhir di kawasan Semanggi. Peserta mobil hias yang telah terdaftar sebanyak 17 mobil dari masing-masing Unit Pemda, terdiri dari Dinas, Subdinas, dan Biro, serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). "Dengan berbagai kendala dan batas penutupan pendaftaran yang masih lama, 19 Juni, terdaftarnya 17 peserta itu merupakan hal yang menakjubkan. Selain itu, tingginya biaya pembuatan mobil hias yang berkisar Rp 40 juta - Rp 100 juta ternyata tidak menjadi halangan bagi peserta," tutur Nyoman Wedhana. Guna mendukung karnaval itu, malam final pemilihan Abang None (abnon) DKI Jakarta dilaksanakan pada 4 Juli 2008. Nantinya, pasangan abnon terpilih, bersama artis top Ibukota ikut di iring-iringan delman dan mobil hias dalam pawai budaya itu. Pelaksanaan acara yang pada awalnya bernama Delman Hias itu, menurut Nyoman, merupakan komitmen Pemda untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Jakarta adalah kota yang aman untuk melaksanakan kegiatan akbar. Jadi, isu-isu miring yang menyatakan Jakarta adalah kota yang tidak ramah bagi kegiatan turisme akan terjawab. Tidak mau kalah, Suku Dinas Kebudayaan dan Permuseuman di lima wilayah Kotamadya DKI Jakarta juga mempunyai agenda kegiatan sendiri. Kegiatan apa yang dilangsungkan, jelas Nyoman, tergantung dari kebijakan masing-masing pejabat kotamadyanya. Kota Jakarta juga memiliki kalender acara, seperti Jakarta Great Sale, mulai dari Juni hingga Juli 2008. Acara itu diadakan di pusat perbelanjaan dan pertokoan di sekitar ibu kota, seperti mal dan Pusat Grosir yang berhias diri ala Betawi. Kemudian beberapa kegiatan di tempat wisata dan museum di seantero Jakarta, seperti Taman Impian Jaya Ancol mengadakan acara bernuansa Betawi bertema Gue Anak Jakarta, pada 21 Juni dan Perayaan HUT Jakarta bersama Gubernur DKI Jakarta pada 22 Juni. Mulan Jameela merupakan satu di antara artis ibu kota pengisi acara Gue Anak Jakarta itu. Sementara Menurut Kepala Humas TMII Jerrimias Lahama, alunan musik orkes gambang kromong Noray Grup di Panggung Parkir Utara mengiringi perayaan hari jadi Jakarta di TMII. Orkes itu tampil pada 22 Juni, pukul 10.00 WIB. Pengunjung dapat menikmati ragam kesenian Betawi dengan mengikuti paket khusus yang tersedia di anjungan DKI Jakarta. Bertempat di Arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, pada 12 Juni-13 Juli berlangsung acara Pekan Raya Jakarta (PRJ). Seperti diberitakan pada harian ini, Rabu (11/6), rencananya PRJ akan diikuti oleh 2000 peserta perusahaan dalam dan luar negeri. PRJ sebagai tempat promosi wisata dan produk komersial lainnya diharapkan mendatangkan pengunjung tiga juta orang, dengan total transaksi sekitar Rp 1 miliar. Jakarta bukanlah sekadar bingkai kota tua. Banyak lembaran kenangan masa lalu yang tak boleh dilupakan. Untuk menjadikan Jakarta "Gerbang Budaya", pemerintah perlu berupaya lebih serius dari sekadar melempar slogan. Upaya memelihara dan melestarikan unsur-unsur budaya juga penting dilakukan. Termasuk menanamkan kesadaran pada seluruh warga. Kelak suatu hari Jakarta akan pantas menyandangnya. [RRS/N-5/U-5] KPSBI-HISTORIA Phone: (021) 7044-7220, Mobile: 0818-0807-3636 [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] http://kpsbi-historia.blogdrive.com