Kisah
dan Humor Seputar Surta

 

Resensi Buku Peta Kamasurta (Sukendra
Martha)

www.technologyindonesia.com |
Senen, 07 September 2009

 

 

 

Selama ini, mungkin kita membuka peta
ketika ada kepentingan sesaat: mencari lokasi tertentu, mendatangi undangan
perkawinan dan mudik lebaran. Padahal tanpa disadari, peta sangat lekat dalam
kehidupan keseharian manusia.

 

Ketika kita
berjalan melalui rute tertentu, berulang-ulang, secara tak terasa seakan ada
arah yang memandu langkah kita. Naluri spasial inilah yang disebut "peta
mental" (mental map). Seperti burung yang terbang ke suatu tujuan
tanpa perlu membawa GPS, manusia memang dianugerahi Tuhan kemampuan spasial. 

Dalam banyak cerita fiksi, sering kita lihat bagaimana
segulung peta diperebutkan beberapa pihak hingga berdarah-darah. Peta memang
sangat penting, apalagi ketika menyangkut kedaulatan sebuah negara. Klaim
negara tetangga akan sebuah pulau milik Indonesia, bisa menjadikan hubungan
bilateral memanas. 

Memang sebuah peta bisa memberikan banyak informasi
kepada pembacanya. Maka selembar peta harus mampu menjelaskan seribu kata bukan
malah menerbitkan seribu tanya. Karena itu, tak ada salahnya kalau kita
menyimak berbagai hal menarik seputar kegiatan survei dan pemetaan (surta),
cikal bakal lahirnya selembar peta. 

Salah satunya melalui buku Peta Kamasurta, karya
Sukendra Martha, Sekretaris Utama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL). Buku dengan judul sedikit "nakal" ini berisi catatan
ringan, humor dan kejadian menarik seputar surta. Pendekatan ini tentu sangat
kreatif dalam upaya pembelajaran publik. Seperti tuturan Prof. Dr. Ir. Jacub
Rais, MSc, "Kita semua ini seperti Snoopy, merasa paham peta padahal
sebenarnya tidak tahu." 

Sebagaimana profesi surta yang tidak banyak dikenal
orang, tapi sebenarnya secara langsung atau tidak sangat dibutuhkan oleh semua
orang. Dari awal, urusan tanah adalah dasar kebudayaan manusia. Apalagi ketika
menyangkut batas wilayah dan batas negara, yang pastinya menyangkut kepentingan
banyak orang. 

Mengenai pentingnya profesi surta ini, Prof Joenil Kahar
berpendapat, "Surveyor itu ibarat akar dalam pohon. Memang tidak terlihat,
tapi bagaimana pohon bisa berdiri tanpa akar." Maka kehadiran buku Peta
Kamasurta ini seakan memberi warna dan penghargaan pada profesi surta yang
diistilahkan: lahir di suatu tempat, tua di jalan. 

Dengan gaya ringan, celetukan khas, sindiran dan kritikan
halus, Sukendra Martha memaparkan berbagai hal menarik seputar surta. Untuk
mengimbangi judul sedikit "nakal" tadi, kita akan menemukan berbagai
hal yang berbau sensualitas seperti surveyor salon, kura-kura kawin, Pulau
Rondo (janda), Pulau Sophia Latjuba, Perawan Sunti dan lain-lain. Buku ini
menyinggung pula beberapa hal yang mengejutkan seperti masalah
kebohongan-kebohongan peta. 

Melalui buku ini pula Sukendra Martha berusaha
mengkritisi hal-hal yang terkait dengan masalah pemekaran wilayah yang tidak
terkendali. Perlu diketahui bahwa sampai tahun 2008, dari 148 daerah pemekaran
baru 30% yang menyelesaikan batas wilayahnya. Nah lho... 

Ketidaktahuan mengenai masalah surta, kadang juga membawa
masalah. Karena ada renovasi bangunan, alat GPS yang dipasang di kantor sebuah
instansi di Pare-pare dipindahkan seenaknya sejauh 20 meter. Dampaknya tentu
saja sangat dasyat. Jangan-jangan ada gempa sangat besar atau pergeseran di
bumi Pare-pare hingga koordinatnya berubah. Begitulah kalau orang tak paham,
tak mau berkonsultasi dengan ahlinya. 

Tapi tak harus jadi ahli untuk mengetahui hal-hal seputar
surta. Dengan senyum simpul pun kita bisa mendapatkan banyak hal. Dengan begitu
kita jadi paham dan mengerti akan pentingnya peta. Begitu juga ketika
merencanakan pembangunan, jangan sampai tata uang mengalahkan tata ruang yang
sudah ada dalam peta. 

Buku ini semakin menarik dengan adanya suplemen puisi
bertemakan peta karya Setiyo Bardono. Seperti membaca catatan-catatan dalam
buku ini, puisi-puisi yang disajikan juga tak harus dibaca dengan berkerut
kening. Puisi ringan tapi tak kehilangan makna seperti Kamasurta, Peta dalam
Botol, Cintaku Seteguh Pulau, dan Atlas Nama Cinta. Dalam kalimat terakhir
dalam puisi berjudul Toponimi, Setiyo membawa satu pesan kepada pembaca agar
tak segan membaca peta. Bacalah..., kemanapun engkau menuju. (pai)

__________________________ 

 

DATA
BUKU

Judul               
: PETA KAMASURTA

Penulis            
: Sukendra Martha

Editor             
: A. Fathoni

Genre             
: Humor Ilmiah

Cetakan          
: I, September 2009

Ukuran           
: 11,5 x 18 cm

Tebal              
: xxii + 162 halaman

ISBN               
: 978-602-95392-0-2

Harga             
: Rp. 30.000,-

 



==========================================
Pustaka Alvabet
Ciputat Mas Plaza Blok B/AD
Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat
Jakarta Selatan Indonesia 15411
Telp. +62 21  7494032, 
Fax. +62 21 74704875
www.alvabet.co.id




      

Kirim email ke