bismillah,
artikel salafiyun dlm sorotan tu bikinan orang HT, dan mereka menyebar banyak 
sekali artikel yg sama pada grup dikusi friendster, dan bantahan dari salafi 
udah lengkap jg.

bwt turharyatno,... coba antum buka almanhaj.or.id banyak artikel untuk 
menjelaskan manhaj salaf...termasuk tahdzir thdp HT oleh ulama2 kibar..
antum jelaskan saja...

mungkin ini salahsatunya, sekalian baca ikhwan HTnya

MUQADIMAH
Masih banyak di antara kita yang mempertanyakan apa itu “Salafi”,
dan mengapa harus Salafi… ?. Sebagian kaum muslimin malahan menilai
bahwa kata-kata “Salafi” menunjukkan sikap fanatik, bahkan lebih jauh
lagi dikatakan sebagai sikap ta’assub terhadap kelompok tertentu serta
mengecilkan orang lain, dan yang lebih parah lagi adalah ; mereka
mengatakan bahwa Salafi merupakan istilah baru dalam Islam. Benarkah
persangkaan tersebut...! Dibawah ini kami nukilkan jawaban dari Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di majalah Al-Ashalah edisi
9/Th.II/15 Sya’ban 1414H

MENGAPA HARUS SALAFI ..?
Pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullah, adalah sebagai berikut : “Mengapa perlu
menamakan diri dengan Salafiyah, apakah itu termasuk akwah Hizbiyyah,
golongan, madzhab atau kelompok baru dalam Islam ..?”

Jawaban beliau adalah sebagai berikut : Sesungguhnya kata
“As-Salaf” sudah lazim dalam terminologi bahasa Arab maupun syariat
Islam. Adapun yang menjadi bahasan kita kali ini adalah aspek
syari’atnya. Dalam riwayat yang shahih, ketika menjelang wafat,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sayidah
Fatimah radyillahu ‘anha : “Artinya : Bertakwalah kepada Allah dan
bersabarlah, sebaik-baik “As-Salaf” bagimu adalah aku”.

Dalam kenyataannya di kalangan para ulama sering menggunakan
istilah “As-Salaf”. Satu contoh penggunaan “As-Salaf” yang biasa mereka
pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid’ah : “Dan setiap kebaikan
itu terdapat dalam mengikuti orang-orang Salaf”. “Dan setiap kejelekan
itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf”.

Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkari nisbat
(penyandaran diri) pada istillah SALAF karena mereka menyangka bahwa
hal tersebut tidak ada asalnya. Mereka berkata : “Seorang muslim tidak
boleh mengatakan “saya seorang salafi”. Secara tidak langsung mereka
beranggapan bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih
baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq”. Tidak diragukan lagi
bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa
konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang
para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya,
kemudian sesudahnya”. (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim). Maka
tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara’) dari penyandaran
kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri
dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin
seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan.
Orang yang mengingkari istilah ini, bukankah dia juga menyandarkan diri
pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ..?. Bisa jadi ia
seorang Asy’ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi’i, Maliki atau
Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Padahal orang-orang yang bersandar kepada madzhab Asy’ari dan pengikut
madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pribadi yang tidak
maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa
penisbatan-penisbatan kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum ini
tidak diingkari ..?

Adapun orang yang berintisab kepada Salafus Shalih, dia
menyandarkan diri kepada ISHMAH (kemaksuman/terjaga dari kesalahan)
secara umum. Rasul telah mendiskripsikan tanda-tanda Firqah Najiah
yaitu komitmennya dalam memegang sunnah Nabi dan para sahabatnya.
Dengan demikian siapa yang berpegang dengan manhaj Salafus Shalih maka
yakinlah dia berada atas petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla. Salafiyah
merupakan predikat yang akan memuliakan dan memudahkan jalan menuju
“Firqah Najiyah”. Dan hal itu tidak akan didapatkan bagi orang yang
menisbatkan kepada nisbat apapun selainnya. Sebab nisbat kepada selain
Salafiyah tidak akan terlepas dari dua perkara :

- Pertama, menisbatkan diri kepada pribadi yang tidak maksum.

- Kedua, menisbatkan diri kepada orang-orang yang mengikuti manhaj pribadi yang 
tidak maksum.

Jadi tidak terjaga dari kesalahan, dan ini berbeda dengan ISHMAH
para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya kita berpegang teguh
terhadap sunnahnya dan sunnah para sahabat setelahnya. Kita tetap terus
dan senantiasa menyerukan agar pemahaman kita terhadap Al-Kitab dan
As-Sunnah selaras dengan manhaj para sahabat, sehingga tetap dalam
naungan ISHMAH (terjaga dari kesalahan) dan tidak melenceng maupun
menyimpang dengan pemahaman tertentu yang tanpa pondasi dari Al-Kitab
dan As-Sunnah.

MENGAPA SANDARAN TERHADAP AL-KITAB DAN AS-SUNNAH BELUM CUKUP?
Sebabnya kembali kepada dua hal, yaitu hubungannya dengan dalil syar’i dan 
fenomena Jama’ah Islamiyah yang ada.

A. Berkenan dengan sebab pertama. Kita dapati dalam nash-nash yang
berupa perintah untuk menta’ati hal lain disamping Al-Kitab dan
As-Sunnah sebagaimana dalam firman Allah : “Artinya : Dan taatilah
Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian”. (An-Nisaa : 59).
Jika ada Waliyul Amri yang dibaiat kaum Muslimin maka menjadi wajib
ditaati seperti keharusan taat terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah. Walau
terkadang muncul kesalahan dari dirinya dan bawahannya. Taat kepadanya
tetap wajib untuk menepis akibat buruk dari perbedaan pendapat dengan
menjunjung tinggi syarat yang sudah dikenal yaitu : “Artinya : Tidak
ada ketaatan kepada mahluk di dalam bemaksiat kepada Al-Khalik”. (Lihat
As-Shahihah No. 179). “Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin. Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannan dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (An-Nisaa : 115). Allah
Maha Tinggi dan jauh dari main-main. Tidak disangkal lagi, penyebutan
SABIILIL MU’MINIIN (Jalan kaum mukminin) pasti mengandung hikmah dan
manfa’at yang besar. Ayat itu membuktikan adanya kewajiban penting
yaitu agar ittiba’ kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah harus sesuai
dengan pemahaman generasi Islam yang pertama (generasi sahabat). Inilah
yang diserukan dan ditekankan oleh dakwah Salafiyah di dalam inti
dakwah dan manhaj tarbiyahnya. Sesungguhnya Dakwah Salafiyah
benar-benar akan menyatukan umat. Sedangkan dakwah lainnya hanya akan
mencabik-cabiknya. Allah berfirman : “Artinya : Dan hendaklah kamu
bersama-sama orang-orang yang benar”. (At-Taubah : 119). Siapa saja
yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih
bukanlah seorang yang benar selama-lamanya.

B. Adapun berkenan dengan sebab kedua. Bahwa kelompok-kelompok dan
golongan-golongan (umat Islam) sekarang ini sama sekali tidak
memperhatikan untuk mengikuti jalan kaum mukminin yang telah disinggung
ayat di atas dan dipertegas oleh beberapa hadits. Diantaranya hadits
tentang firqah yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan, semua masuk
neraka kecuali satu. Rasul mendeskripsikannya sebagai : “Dia (golongan
itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini”.
Hadits ini senada dengan ayat yang menyitir tentang jalan kaum
mukminin. Di antara hadits yang juga senada maknanya adalah, hadits
Irbadl bin Sariyah, yang di dalamnya memuat : “Artinya : Pegangilah
sunnahku dan sunnah Khulafair Rasyidin sepeninggalku”. Jadi di sana ada
dua sunnah yang harus di ikuti : sunnah Rasul dan sunnah Khulafaur
Rasyidin. Menjadi keharusan atas kita -generasi mutaakhirin- untuk
merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita
tidak boleh berkata “Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah
tanpa petunjuk “Salafus As-Shalih”.

Demikian juga kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang
haq dan batil di jaman ini. Belum cukup kalau kita hanya mengucapkan
:”Saya seorang muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah
juga mengaku demikian baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam
Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan
mereka ..? Kalau kita berkata : Saya seorang muslim yang memegangi
Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga belum memadai. Karena firqah-firqah
sesat juga mengklaim ittiba’ terhadap keduanya. Tidak syak lagi, nama
yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah
ungkapan : “Saya seorang muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan
As-Sunnah serta bermanhaj Salaf”, atau disingkat “Saya Salafi”. Kita
harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, tanpa manhaj
Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman,
pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, belumlah cukup. Kita paham
para sahabat tidak berta’ashub terhadap madzhab atau individu tertentu.
Tidak ada dari mereka yang disebut-sebut sebagai Bakri, Umari, Utsmani
atau Alawi (pengikut Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Bahkan bila seorang
di antara mereka bisa bertanya kepada Abu Bakar, Umar atau Abu Hurairah
maka bertanyalah ia. Sebab mereka meyakini bahwa tidak boleh memurnikan
ittiba’ kecuali kepada satu orang saja yaitu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, yang tidak berkata dengan kemauan nafsunya,
ucapannya tiada lain wahyu yang diwahyukan. Taruhlah misalnya kita
terima bantahan para pengkritik itu, yaitu kita hanya menyebut diri
sebagai muslimin saja tanpa penyandaran kepada manhaj Salaf ; padahal
manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar. Lalu apakah mereka
(pengkritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan
madzhab atau nama-nama tarekat mereka .? Padahal sebutan itu tidak
syar’i dan salah ..!?.

Allah adalah Dzat Maha pemberi petunjuk menuju jalan lurus. Wallahu
al-Musta’in. Demikianlah jawaban kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan
sikap fanatik atau ta’assub pada kelompok tertentu, tetapi menunjukkan
pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafus Shalih dalam memahami
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wallahu Waliyyut-Taufiq.

[Kontributor : Puji Hartono, 04 Februari 2002 ]
dari: perpustakaan-islam.com




----- Original Message ----
From: Adhitya Ramadian P <[EMAIL PROTECTED]>
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Friday, September 12, 2008 2:18:29 PM
Subject: Re: [assunnah] Re: BENARKAH???

Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh

Salaf bukanlah penamaan yang dibuat2 namun menisbatkan pada kaum 
salaf/terdahulu yaitu sahabat, tabi'in, tabiut tabi'in.

sebagai catatan, bahwa dalam hal ini kita lihat dari dasarnya yaitu, manhaj 
salaf, bukan orang-orangnya, seperti yang dikatakan oleh ustadz hakim.

selebihnya coba antum tonton vcd mengenai mubahasah III yang diadakan oleh 
persis, dimana dari kita didatangkan ust Hakim dan ust. Abu Qotadah, vcdnya 
sudah banyak ikhwan yang menyediakan di internet.

Adhitya Ramadian



----- Original Message ----
From: Muhammad tuhar yatno <[EMAIL PROTECTED]>
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Thursday, August 28, 2008 5:10:01 PM
Subject: [assunnah] Re: BENARKAH???

Assalamu'alaikum warahmatullah hiwabarokatuh

ikhwan fillah, ana meminta tolong kepada antum sekalian untuk menjelaskan hal 
ini.
sahabat ana (yg forward email ini) adalah seorang haroky, namun ana masih 
berharap dia untuk meniti manhaj salafusholeh, dia adalah orang yang hanif. dan 
mau untuk menerima kebenaran.

jazakallah khairon
wassalamu'alaikum warahmatullahiwabarokatuh


2008/8/26 Farhan, Farhan (EXT) <[EMAIL PROTECTED]>
>
> Assalamu'alaikum Wr. Wb
>
> No, silahkan dipelajari artikel dibawah…
> And jngan lupa kasih tanggapan.OK...
>
> SALAFIYYUN DALAM SOROTAN :
> BENARKAH GERAKAN SALAFY PALING AHLUS SUNNAH ?
>
> Oleh : Fauzan al-Anshori


..... [deleted by Admin]

Kirim email ke