KEUTAMAAN WAQAF(2)
Oleh
Ustadz Aunur Rofiq Ghufron
http://almanhaj.or.id/content/3035/slash/0
http://almanhaj.or.id/content/3036/slash/0

MENJUAL HARTA WAKAF
Sykaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam berkata: Imam Ahmad berpendapat,
harta wakaf tidak boleh dijual atau diganti yang lain, kecuali bila tidak
bisa dimanfaatkan secara keseluruhan, atau tidak mungkin diperbaiki;
sehingga jika tidak dapat dimanfaatkan, maka boleh dijual atau diganti
dengan yang lain. Imam Ahmad ini beralasan dengan amalan sahabat Umar
Radhiyallahu 'anhu ketika sampai berita kepadanya, bahwa baitul mal di Kufah
rusak. Sehingga beliau menulis surat kepada sahabat Sa’ad Radhiyallahu 'anhu
agar memindah masjid di Tamarin, dan menjadikan baitul mal di depan masjid,
sedangkan masjid itu senantiasa dijadikan sebagai tempat shalat. Perbuatan
Khalifah ini disaksikan oleh sahabat, dan tidak ada yang mengingkarinya.
Karenanya, kedudukan perbuatan sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu ini bernilai
Ijma’.

Ibn Taimiyah berkata: Apabila dibutuhkan ganti, maka harta wakaf itu wajib
diganti dengan semisalnya. Adapun bila ia tidak dibutuhkan, boleh diganti
dengan yang lebih baik, bila ternyata dengan diganti (itu) lebih
mendatangkan maslahat. [Lihat Taisirul Allam, 2/252].

Adapun misal harta wakaf yang harus diganti, orang mewakafkan genting
masjid, atau kayu, atau peralatan bangunan lainnya, barang itu sudah rusak,
maka wajib diganti; sebab bila tidak, maka tidaklah bermanfaat bangunan
tersebut, mengingat sebagian peralataannya tidak berfungsi lagi. Misal yang
lain, yang tidak membutuhkan ganti, tapi bila diganti akan lebih bermanfaat;
(misal) orang mewakafkan rumah dan tanah untuk masjid. Mengingat rumah itu
sempit dan tidak bisa menampung kebutuhan jama’ah, maka bangunannya diganti
dengan yang lebih luas, sehingga dapat menampung jama’ah yang lebih banyak.

LARANGAN BAGI PEWAKAF
Wakif, hendaknya memperhatikan benda yang diwakafkan. Antara lain : Pertama.
Benda wakaf tidak boleh dihibahkan kepada siapapun. Mengapa? Karena wakaf
adalah mengambil manfaat, bukan menghabiskan bendanya. Kedua. Benda wakaf
tidak boleh diwaris. Karena bila diwaris, berarti status wakafnya pindah
menjadi milik perorangan. Ketiga. Benda wakaf tidak boleh dijual-belikan.
Karena dengan dijual-belikan, berarti akan hilang benda aslinya.
Adapun dalil larangan tiga perkata di atas, ialah sebagaimana keterangan
hadits di atas. Antara lain Umar Radhiyallahu 'anhu berkata.

أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ

Sesungguhnya tanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan
tidak boleh diwaris. [HR Bukhari].

PENGURUS WAKAF
Pengurus wakaf adalah mewakili wakif, untuk melaksanakan amanahnya. Tentunya
dibutuhkan orang yang amanat. Diutamakan orang yang berakidah benar dan Ahli
Ilmu din (agama) dan bermanhaj yang benar. Memiliki kemampuan mengelola,
agar dapat disalurkan hasilnya untuk kebaikan.

Di dalam kitab Kasyaful Qana’ disebutkan, tidak sah wakaf diserahkan kepada:
Pertama. Orang yang tidak jelas, misalnya wakaf ini kami serahkan kepada
siapa saja, karena diragukan kepengurusannya. Kedua. Diserahkan kepada orang
mati, jin atau budak, karena wakaf membutuhkan tenaga yang mampu
mengelolanya. Ketiga. Diserahkan kepada bayi yang belum lahir. Karena wakaf
membutuhkan izin untuk memilikinya. Sedangkan bayi, dia tak memiliki
kemampuan. [Lihat kitab Kasyaful Qana’, 4/249].

JENIS BENDA WAKAF
Adapun jenis barang yang boleh diwakafkan, misalnya:

1. Tanah Kosong.
Sebagaimana hadits di atas, bahwa Bani Najjar mewakafkan tanah untuk masjid.
Tentunya bukanlah wakaf tanah hanya diperuntukkan masjid saja, tetapi boleh
untuk pendidikan atau rumah sakit dan selainnya yang bermanfaat bagi kaum
muslimin khususnya, dan tidak dipergunakan untuk perkara maksiat seperti
wakaf untuk gedung biskop, tempat pelacuran dan semisalnya.

2. Alat Perang.
Wakaf berupa alat perang juga dibolehkan, walaupun bendanya tidak tetap,
karena ada riwayat dari Abbas Radhiyallahu 'anhu Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

مَا يَنْقِمُ ابْنُ جَمِيلٍ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فَقِيرًا فَأَغْنَاهُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَأَمَّا خَالِدٌ فَإِنَّكُمْ تَظْلِمُونَ خَالِدًا قَدِ احْتَبَسَ
أَدْرَاعَهُ وَأَعْتُادَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Bukanlah ibn Jamil benci (mengeluarkan zakat), melainkan dia miskin, lalu
Allah mencukupinya dan Rasulnya. Adapun Khalid, sesungguhnya kalian
menzhaliminya. Sungguh dia telah mewakafkan baju perangnya, dan dia
menyediakannya untuk perang fi sabilillah. [HR Bukhari, no. 1375]

3. Hewan Atau Kendaraan.
Amr bin Al Harist Radhiyallahu 'anhu berkata.

مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلَا دِينَارًا وَلَا
عَبْدًا وَلَا أَمَةً وَلَا شَيْئًا إِلَّا بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ
وَسِلَاحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً

Pada waktu wafatnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
meninggalkan dirham, tidak pula dinar, tidak pula budak pria, tidak pula
budak wanita, dan sedikitpun tidak meninggalkan harta, melainkan keledainya
yang putih, senjata dan tanah. Beliau mewakafkan semua barang itu. [HR
Bukhari, no. 2661].

Hadits ini juga sebagai dalil point 2, yaitu waqaf berupa alat perang.

Ulama berbeda pendapat mewakafkan benda yang tidak kekal, misalnya binatang,
kendaraan dan lainnya. Tetapi, mereka hanya berselisih dari segi penamaan,
disebut wakaf ataukah shadaqah. Perbedaan pendapat ini tidak membatalkan
orang yang berinfaq berupa hewan yang dipergunakan hasilnya untuk menuju
jalan Allah.

4. Sumur Atau Pengairan.
Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam datang di kota Madinah. Beliau tidak menjumpai air tawar,
melainkan sumur namanya Rumah lalu Beliau bersabda.

مَنْ يَشْتَرِيهَا مِنْ خَالِصِ مَالِهِ فَيَكُونَ دَلْوُهُ فِيهَا كَدُلِيِّ
الْمُسْلِمِينَ وَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang membeli sumur ini dengan uangnya sendiri, sehingga timba
yang diletakkan di dalamnya sebagai timbanya orang muslim, dan dia akan
mendapat imbalan yang lebih baik di sorga? Lalu aku membelinya dengan
hartaku sendiri. [HR Ahmad, no. 524; Tirmidzi, no. 3636; Nasa’i, 3551].

5. Kebun Yang Dimanfaatkan Penghasilannya.

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا
أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ
فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Sa’ad bin Ubadah, tatkala ibunya meninggal dunia, dia tidak
berada di rumah. Lalu dia bertanya : wahai Rasulullah : sesungguhnya Ibuku
meninggal dunia , sedangkan saat itu aku tidak ada ,apakah bermanfaat
baginya bila aku yang bersodaqoh ? Beliau menjawab: Ya. Dia berkata: Wahai
Nabi ! saksikanlah bahwa kebun yang berbuah banyak ini aku wakafkan agar dia
dapat pahala. [HR Bukhari, no. 2551]

Hadist ini menjelaskan pula bahwa boleh orang mewakafkan harta, pahalanya
diperuntukkan keluarganya yang telah meninggal dunia.

Keterangan hadits di atas merupakan contoh benda wakaf, bukan sebagai
pembatasan. Apabila kita mewakaf kan benda lain berupa mushhaf, kitab hadits
dan lainnya hukumnya boleh.

PENERIMA DAN PENGGUNAAN WAKAF
Siapakah yang berhak memanfaatkan hasil wakaf dan bagaimana pemanfaatannya?
Berikut beberapa hadits yang menjelaskan penerima hasil wakaf dan
penggunaannya.

1. Sesungguhnya Umar bin Khathab Radhiyallahu 'anhu berkata kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي
مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا
وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا
يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى
وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا
جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ
غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ

Saya mendapat bagian tanah di Khaibar. Tidaklah kami memiliki harta yang
lebih aku senangi daripada tanah ini. Lalu apa yang engkau perintahkan
kepadaku, wahai Nabi? Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau
wakafkan tanahnya, dan engkau shadaqohkan hasilnya.” Dia berkata : Lalu Umar
mewakafkan tanahnya, bahwa tanahnya tidak dijual, tidak dihibahkan, tidak
diwariskan. Lalu Umar menyedekahkan hasilnya untuk diberikan kepada kaum
fakir, untuk kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk kepentingan jalan
Allah, untuk orang yang terputus bekal bepergiannya, dan untuk menjamu tamu.
Yang mengurusinya tidak mengapa bila dia makan sebagian hasilnya dan memberi
makan yang lain, asalkan bukan menimbun harta. [HR Bukhari, no. 2532].

2. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ رَأَى رَجُلًا يَسُوقُ بَدَنَةً فَقَالَ ارْكَبْهَا

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang
laki-laki sedang menggiring onta, lalu Beliau berkata,”Tunggangilah onta
itu.” [HR Bukhari, 2442].

3. Sahabat Anas Radhiyallahu 'anhu berkata.

كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ أَنْصَارِيٍّ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ
أَحَبُّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرَحَى وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ
قَالَ أَنَسٌ فَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ) قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ ( لَنْ تَنَالُوا
الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ) وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي
إِلَيَّ بَيْرَحَى وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا
عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ: بَخْ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا
قُلْتَ فِيهَا وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَقَسَمَهَا
أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ

Abu Thalhah adalah sahabat yang paling kaya dari sahabat Al Anshar di kota
Madinah. Sedangkan harta yang paling ia sukai ialah tanah di Bairoha. Tanah
itu berhadapan dengan masjid. Rasulullah n masuk di tanah ini dan minum
airnya. Airnya segar sekali. Lalu Anas berkata : Tatkala turun ayat (Kamu
tidak akan mendapatkan kebaikan [surga] melainkan bila kamu membelanjakan
sebagian harta yang kamu senangi) Abu Thalhah bangun menjumpai Rasulullah n
dan berkata,”Wahai, Rasulullah! Allah berfirman : (Kamu tidak akan
mendapatkan kebaikan [surga] melainkan bila kamu membelanjakan sebagian
harta yang paling kamu senangi), dan sesungguhnya harta yang paling aku
cintai adalah tanah di Bairoha. Tanah ini kuwakafkan untuk kepentingan agama
Allah. Aku berharap kebaikannya dan sebagai tabungan di sisi Allah. Wahai,
Rasulullah! Engkau belanjakan harta ini sesukamu! Lalu Rasulullah n
bersabda,”Bakh! Inilah harta yang berlaba, itulah harta yang berlaba. Aku
memang telah mendengar perkataanmu ini. Aku berpendapat, hendaknya engkau
wakafkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya untuk
kerabatnya dan anak pamannya. [HR Muslim, no. 1664].

4. Hadits

أَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ
يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا
بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ
بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ
فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ
وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ

Sesunggguhnya Umar bin Khathab mendapatkan bagian tanah di Khaibar. Lalu dia
datang menjumpai Rasulullah untuk meminta saran mengenai kebun pembagian
itu. Lalu dia berkata,”Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya aku mendapatkan
bagian tanah di Khaibar. Sungguh belum pernah aku memiliki harta yang lebih
aku sukai daripada tanah ini. Maka, apa yang engkau perintahkan kepadaku
dengan harta ini? Lalu Beliau bersabda,”Jika engkau menghendaki, peliharalah
kebun itu dan engkau shadaqohkan buahnya. Dia berkata: Lalu Umar
menyedekahkan hasilnya. Sesungguhnya tanah itu tidak dijual, tidak
dihadiahkan dan tidak boleh diwaris. Lalu Umar menyedahkannya kepada fuqoro’,
kerabatnya, untuk memerdekakan budak, untuk fi sabilillah, untuk membantu
ibnu sabil dan untuk menjamu tamu. [HR Bukhari, Kitabusy Syurut, no. 2532].

Dari uraian hadits di atas, secara umum pemanfaatan wakaf ada dua macam.
Pertama, wakaf untuk keluarga. Maksudnya wakaf untuk cucu atau keluarga dan
orang sepeninggal mereka. Kedua, wakaf khairiyah. Maksudnya wakaf untuk
kemaslahatan umum. [Lihat Fiqih Sunnah, 3/337].

Adapun yang berhak menerima dan memanfaatkan hasil wakaf, secara terperinci
sebagai berikut.

1. Keluarga atau anak.
Jika pewakaf mewakafkan untuk keluarga, maka keluarga boleh mengambil hasil
wakaf, karena hadist di atas menerangkan: وَفِي الْقُرْبَى “ dan untuk
keluarga”.

2. Orang Kaya.
Waqaf ditujukan kepada orang kaya boleh, karena keumuman kalimat “dan untuk
keluarga”, berarti orang kaya termasuk di dalamnya. Selanjutnya hadits di
atas menyebutkan bahwa Beliau bersabda:

إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا

”Jika kamu menghendaki , kamu wakafkan tanahnya, dan kamu shadaqohkan
hasilnya”

Imam Bukhari menulis ”Bab Waqaf Diperuntukkan Orang Kaya dan Miskin dan
 Tamu” berdalil dengan hadits Umar. Lihat Shahih Bukhari, 2/1020.

3. Fakir Miskin.
Fakir miskin atau anak yatimpun berhak meman faatkan hasil wakaf , utamanya
bila wakif mewakafkan untuk mereka, karena hadits diatas mengatakan :

وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ

”Lalu Umar menyedekahkan hasilnya untuk diberikan kepada kaum fakir”.

4. Ibn Sabil.
Ibn sabil, maksudnya orang yang bepergian ibadah, atau penuntut ilmu din.
Mereka membutuhkan bantuan karena terputus bekalnya. Mereka boleh menerima
bantuan hasil wakaf, karena hadits di atas ada kalimat:
وَابْنِ السَّبِيل “ dan untuk ibn Sabil”

5. Fi sabilillah.
Maksudnya untuk orang yang jihad atau berperang untuk menegakkan dinul Islam
dengan membelikan alat perang, atau untuk menafkahi para pengajar din Islam,
untuk sarana pendidikan Islam dan semisalnya, karena hadits di atas
menyebutkan: "Dan untuk fi sabililla وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ

6. Pewakaf.
Orang yang wakaf boleh mengambil sebagian hasil wakafnya, bila di dalam
wakaf ia mensyaratkan dirinya mengambil sebagian hasil harta wakafnya.
Karena ada hadits, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan orang bershadaqoh. Lalu ada orang laki-laki
berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ فَقَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ
قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ
قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ أَوْ قَالَ زَوْجِكَ قَالَ عِنْدِي
آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْتَ
أَبْصَرُ

Wahai, Rasulullah. Saya memiliki dinar,” Beliau berkata: ”Shadaqohkan untuk
dirimu.” Dia berkata,”Saya memiliki yang lain.” Beliau bersabda,”Shadaqohkan
untuk anakmu.” Dia berkata,”Saya memiliki yang lain.” Beliau
bersabda,”Shadaqohkan
untuk istrimu.” Dia berkata,”Saya memiliki yang lain.” Beliau
bersabda,”Shadaqohkan
untuk pelayanmu.” Dia berkata,”Saya memiliki yang lain.” Beliau
bersabda,”Engkau
yang lebih tahu.” [HR Abu Dawud, no. 1441].

7. Tamu.
Maksudnya, bila ada tamu, boleh diambilkan harta wakaf untuk menjamu tamu,
apalagi mereka tamu Allah, karena disebutkan hadits di atas : وَالضَّيْفِ
“untuk menjamu tamu”

8. Pengurus Harta Wakaf.
Tentunya pengurus harta wakaf tidaklah mengambil hasil wakaf, melainkan
sesuai dengan pekerjaannya dengan didasari takut kepada Allah. Hadits di
atas menyebutkan :

لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ
وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ

Yang mengurusinya tidak mengapa bila dia makan sebagian hasilnya dan memberi
makan yang lain, asalkan bukan untuk menimbun harta. [HR Bukhari, no. 2565].

ZAKAT WAKAF
Ibn Qudama berkata: Jika benda waqaf itu berupa pohon yang berbuah atau
tanah yang diperuntukkan pertanian, sedangkan yang menerima wakaf ini
perorangan, kemudian menghasilkan buah-buahan atau biji-bijian telah
mencapai nisab, maka wajib mengeluarkan zakatnya. Inilah pendapat Imam Malik
dan Imam Syafi’i. Adapun wakaf yang diperuntukkan fakir miskin, maka tidak
dikenakan zakat, meskipun pada waktu panen mencapai nisab. [Lihat Al Mughni,
8/228].

Dari keterangan di atas, tidak semua benda wakaf dikenakan zakat, tetapi
khusus wakaf tanah yang diperuntukkan untuk pertanian. Itupun terbatas
dengan tanaman tertentu. Untuk lebih jelasnya, dapat kita pelajari pada
pembahasan zakat tanaman.

Demikianlah keterangan singkat masalah wakaf. Semoga Allah Subhanhu wa
Ta'ala memberi petunjuk kepada umat Islam agar segera mewakafkan sebagian
hartanya, sehingga kebutuhan kaum muslimin dapat terpenuhi, baik untuk
kepentingan sarana ibadah, pendidikan atau untuk membantu orang yang
membutuhkannya. Utamanya untuk mengembangkan da’wah salafiyah dibutuhkan
sarana dan bantuan yang cukup, agar ahli tauhid cepat bangkit serta ahli
syirik dan ahli bid’ah berkurang. Barangsiapa membantu saudaranya muslim,
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membantunya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke