ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU DALAM PANDANGAN SALAFUSH SHALIH[1]
http://almanhaj.or.id/content/3092/slash/0


Tak pelak, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh masyhur
dalam masalah periwayatan hadits. Dia hidup bergaul dengan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam pergaulannya ini, dia
memanfaatkan secara penuh untuk menggali dan merekam
persoalan-persoalan agama yang disampaikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Dia ikut menghadiri majelis Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, makan dan minum bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
juga ikut berperang bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sehingga Rasulullah pun pernah memberikan kepercayaan kepada Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu untuk menyampaikan perintah Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud
rahimahullah dengan sanad yang shahih. Abu Hurairah berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kapadaku,
”Keluarlah! Sampaikan kepada orang-orang di Madinah, bahwasanya tidak
shahih shalat, kecuali dengan membaca Al Qur’an, sekalipun hanya
membaca Al Fatihah dan beberapa ayat tambahan.”

Rekomendasi dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan
tautsiq yang sangat berharga, dan kisah-kisahnya banyak tersebar di
berbagai kitab. Akan tetapi, para penggugat hadits-hadits Abu Hurairah
berpendapat, semuanya berasal dari riwayatnya belaka. Hal ini
dijadikan sebagai landasan (untuk menuduh), bahwa hal itu hanya
dibuat-buat untuk kepentingan (Abu Hurairah) sendiri dan sanjungan
kepadanya. Padahal, tidaklah demikian adanya. Seandainya Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu benar seperti yang mereka tuduhkan, tentu
hadits-hadits yang disampakannya akan ditolak oleh para sahabat
Radhiyallahu 'anhum, dan mereka pun akan melarang kaum muslimin untuk
bergaul dan mendengar ucapannya.

Pengakuan terhadap kejujuran Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ini,
dapat kita perhatikan beberapa sikap para sahabat, tabi’in dan tabi’ut
tabi’in atas beliau Radhiyallahu 'anhu yang disampaikan oleh para
ulama’. Yang semua itu menunjukkan kemuliaan Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu, keandalan dan kuatnya hafalan beliau Radhiyallahu 'anhu.

PENGAKUAN DARI PARA SAHABAT
1. Thalhah bin Ubaidillah Al Quraisy Radhiyallahu 'Anhu
Thalhah bin Ubaidillah adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang
dijamin masuk surga. Dia memberikan rekomendasi (tautsiq) kepada Abu
Hurairah, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi lewat jalan
periwayatan Malik Ibnu Abu Amir rahimahullah, ia berkata : Seseorang
datang kepada Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu 'anhu, dan
bertanya,”Wahai, Abu Muhammad ! Tahukah engkau dengan seorang Yamani
(keturunan Yaman), yakni Abu Hurairah? Benarkah ia seorang yang lebih
mengetahui hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
daripada kalian? Kami mendengar darinya hadits yang tidak kami dengar
dari kalian, ataukah ia berkata sesuatu atas nama Rasullullah yang
tidak Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan?!” Thalhah
Radhiyallahu 'anhu menjawab,”Adapun ia mendengar dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang kami tidak mendengarnya,
maka sesungguhnya aku sama sekali tidak meragukannya bila ia telah
mendengar dari Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami
tidak mendengarnya. Hal itu disebabkan ia seorang yang miskin, tidak
memiliki harta dan menjadi tamu bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, selalu hadir bersama Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sedangkan kami memiliki keluarga dan kecukupan, hingga kami mendatangi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada pagi dan sore hari saja.
Sekali lagi, kami tidak ragu, bila ia telah mendengar dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami tidak mendengarnya. Dan
kami tidak mendapatkan seorangpun yang memiliki kebaikan berkata atas
nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakannya.” Hadits tersebut
juga diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ad Daulabi, Abdullah bin Ahmad bin
Hambal dan Al Hakim rahimahullah.

Dalam lafazh yang diriwayatkan Al Baihaqi rahimahullah, terdapat
tambahan berharga, dalam Al Madkhal dari jalan periwayatan Asy’ats,
dari bekas budak (maula) Thalhah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Abu
Hurairah sedang duduk-duduk. Tiba-tiba, seseorang melintas di hadapan
Thalhah, seraya berkata kepadanya, ”Abu Hurairah telah memperbanyak
hadits.” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab, ”Kami telah mendengar
sebagaimana yang ia dengar, akan tetapi ia sangat kuat hafalannya dan
kami telah lupa.”

Disini kita bisa mengetahui, Thalhah Radhiyallahu 'anhu telah
memberikan kesaksian, bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu termasuk
ahlul khair, disamping kesaksiannya bahwa Abu Hurairah telah mendengar
dan menghafalnya.

2. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu Dan Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'Anhu.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pernah berkumpul dengan Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu dalam satu majelis, lalu berfatwa dengan pendapat
yang menyelisihi pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu. Seandainya
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu tidak ridha kepadanya, sebagaimana yang
dilukiskan oleh sebagian orang, tentu Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
akan melarangnya berbicara dan melarang orang menerima pendapatnya.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu juga pernah meminta fatwa Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu mengenai permasalahan yang berkaitan dengan shalat,
lalu ia pun mengikuti fatwa itu. 

Dan pengakuan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 
'anhu juga terlihat dengan meriwayatkan hadits darinya. Kita akan mendapatkan 
banyak contoh riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu
'anhu dari Abu Hurairah dalam Shahih Al Bukhari. Pada sebagiannya,
Ibnu Abbas secara sangat jelas mengakui hadits yang diriwayatkannya
dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata,”Sedikit pun, aku
tidak melihat yang lebih benar (mendefinisikan) al lamam (dosa kecil),
(kecuali) yang dikatakan Abu Hurairah dari Rasulullah: “Sesungguhnya,
Allah telah mencatat atas Ibnu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang
pasti akan ia lakukan, dan tidak mungkin tidak. Maka, zinanya mata
adalah melihat, dan zinanya lisan adalah bertutur kata,” yakni
pengertian al limam (dosa kecil), menurut lbnu Abbas Radhiyallahu
'anhu adalah perkara-perkara seperti ini.

Begitu juga kita dapati riwayat-riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
yang lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu terdapat dalam Sunan
An Nasa’i, Abu Dawud, serta Ibnu Majah.

Disamping meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
Ibnu Abbaz Radhiyallahu 'anhu juga memperbolehkan murid-murid dan
bekas budaknya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu. Kita mendapati banyak para perawi yang meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan tokoh besar, murid dan
sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang terkenal. Mereka adalah
para tokoh generasi tabi’in dan orang-orang pilihan. Periwayatan
mereka ini merupakan qarinah (indikasi yang jelas), bahkan sebagai
bukti sangat valid dan kuat keridhaan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
terhadap hal itu, dan persetujuan atas sikap dan perbuatan mereka.
Jika tidak, niscaya ia akan melarang mereka mengambil riwayat dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu . Terlebih lagi, ia masih hidup sepuluh
tahun setelah wafatnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

Sebagaimana halnya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang memperbolehkan
muridnya meriwayatkan hadits-hadits dari Abu Hurairah, begitu pula
halnya dengan sahabat lainnya, yaitu Abu Said Al Khudri. Dia juga
menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan
meriwayatkannya. Dan ditemukan pula ada beberapa muridnya yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Bahkan Abu
Said Radhiyallahu 'anhu bersedia menjadi makmum, shalat di belakang
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Ini termasuk jenis tautsiq
(pengakuan) yang sangat jelas, yang dapat ditambahkan untuk menjadi
dalil dan bukti.

Beginilah sikap Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, padahal ia
merupakan salah seorang dari kelompok kecil para sahabat yang diridhai
dan disenangi oleh Syi’ah. Orang Syi’ah menyanjungnya sebagai orang
yang istiqamah dan segera (cepat) kembali kepada Ali Radhiyallahu
'anhu, dan termasuk sahabat pilihannya. Bagimana pula dengan Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'anhu ? Mengapa orang yang (katanya) mencintai Ali
Radhiyallahu 'anhu tidak mengikuti jejak anak paman (sepupu) Ali
Radhiyallahu 'anhu ?

3. Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu termasuk kelompok kecil dari
kalangan sahabat yang disetujui dan diridhai oleh Syi’ah, serta
termasuk orang pilihan Ali Radhiyallahu 'anhu. Ath Thusi memujinya
sebagai orang yang memiliki kedudukan agung. Ibnu Dawud rahimahullah
mengutip, bahwa Ja’far Ash Shadiq menshifatinya dengan inqitha’
(sangat loyal) kepada mereka. Banyak riwayat dari Ash Shadiq, dari
ayahnya Muhammad Al Baqir dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dalam kitab
Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, dan yang lainnya. Demikian juga
riwayat Muhammad bin Amru bin Hasan bin Ali darinya (Muhammad Al
Baqir).

Jabir Radhiyallahu 'anhu menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu dan meriwayatkannya langsung darinya. Ini sebagai pemberitahuan
terhadap seluruh Syi’ah atas rekomendasinya terhadap Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu. Sebagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan
Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia juga memperbolehkan
murid-muridnya menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Kita akan menjumpai, Jabir Radhiyallahu 'anhu berbuat demikian juga
terhadap murid-muridnya.

Bahkan kita mendapati Abu Az Zubair Al Makki Muhammad bin Muslim
bermulazamah (mengikuti terus dalam segala keadaannya) kepada Jabir
Radhiyallahu 'anhu, dan meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu a'nhu
satu catatan kumpulan hadits beliau yang cukup terkenal, yang para
ahli hadits memasukkannya ke dalam kitab-kitab mereka. Beliau juga
mendengarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, dan tidak
ingin lepas mendapat keutamaan meriwayatkan haditsnya, sehingga ia pun
meriwayatkan hadits dari Abu ‘Alqamah Al Misri dari Abu Hurairah
Radhiyallahu a'nhu.

Kami hanya mencontohkan Abu Az Zubair karena kemasyhuran
persahabatannya dengan Jabir Radhiyallahu a'nhu. Jika tidak, maka
kebanyakan para perawi dari murid-murid Jabir Radhiyallahu a'nhu atau
Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id Al Khudri Radhiyallahu a'nhu
telah meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu a'nhu. Jika kita ingin berdalil dan berhujjah tentang
masalah itu dengan berbagai contoh, niscaya akan sangat panjang
pembahasannya.

Apakah anda tidak memperhatikan, wahai orang yang bersikap obyektif
dan adil?! Sungguh teramat jauh dan mustahil, bila diantara
putra-putra Ali Radhiyallahu a'nhum mengucapkan satu kata ataupun
kalimat (dimaksudkan) untuk melemahkan Abu Hurairah Radhiyallahu
a'nhu, lantas mereka tidak menyampaikannya kepada Jabir Radhiyallahu
a'nhu ?! Ataukah anda tidak melihat dan memperhatikan, bahwa sangat
jauh dan mustahil mereka memperdengarkannya kepada Jabir Radhiyallahu
a'nhu, kemudian Jabir Radhiyallahu a'nhu tidak menyampaikannya kepada
murid-muridnya, atau dia menyelisihi mereka hinggga meriwayatkan
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu ?!

4. Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu
Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Padahal, ia memiliki kedudukan yang
sangat mulia di kalangan orang Syi’ah. Bahkan, mereka menggolongkannya
sebagai satu dari enam orang yang dianggap tidak murtad dari kalangan
sahabat.

Al Hakim meriwayatkan satu kisah dari jalan Abu Asy Sya’tsa’, ia
berkata : Aku datang di Madinah. Tiba-tiba Abu Ayyub Radhiyallahu anhu
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Akupun
bertanya kepadanya, ”Engkau meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah,
padahal engkau pemilik rumah yang disinggahi Rasulullah Radhiyallahu
a'nhu?!” Ia pun menjawab, ”Sungguh, aku meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah itu lebih aku sukai daripada aku meriwayatkan langsung dari
Rasulullah Radhiyallahu anhu,” yakni ia memberikan peringatan agar
tidak meriwayatkan langsung dari Nabi Radhiyallahu anhu, karena
khawatir keliru dan salah.

Semakin tampak jelas dan tegas pengakuan Abu Ayyub Al Anshari
Radhiyallahu a'nhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan
periwayatan oleh murid-muridnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
juga. Ini juga menunjukkan, bahwa ia belum dan tidak mendengar sesuatu
seperti yang dituduhkan ataupun diduga oleh orang, bila Ali
Radhiyallahu anhu berkomentar buruk tentang Abu Hurairah Radhiyallahu
a'nhu. Padahal, ia termasuk orang yang senantiasa menemani Ali
Radhiyallahu a'nhu hingga wafatnya, dan ikut bersamanya dalam
peperangan serta bertindak sebagai menterinya (wazir).

Yang termasuk sahabat-sahabat Abu Ayyub Radhiyallahu a'nhu dan
murid-muridnya ialah: ‘Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Atha’ bin Yassar,
Musa bin Thalhah, Abu Salamah bin Abdul Rahman dan Mu’awiyah bin
Qurrah Al Muzani. Mereka, seluruhnya termasuk para perawi yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu .

5. Anas dan Wailah Radhiyallahu 'Anhuma
Diantara sahabat yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu adalah Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dan Wailah
bin Al Asqa’ Al Laitsi Radhiyallahu anhu. Wailah Radhiyallahu anhu
adalah sahabat Rasulullah yang terakhir meninggal di Damasqus. Dia
meninggal dua puluh tahun setelah Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
Berarti, ia memiliki kesempatan untuk memilah-milah seluruh perbuatan
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Namun ia tidak menjumpai sesuatu yang
dapat menyebabkannya menghentikan periwayatan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu. Bahkan, ia justru bersemangat dalam menyebarkan
haditsnya.

Demikianlah beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Sebenarnya
masih banyak shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits darinya, namun
kami hanya menyebutkan sebagian saja sebagai contoh. Sekaligus sebagai
bukti kepercayaan mereka kepada Abu Hurairah. Kalau seandainya mereka
tidak percaya atau menganggap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
berbohong, tentu mereka tidak akan mau mengambil hadits darinya. Dan
tentu akan melarang kepada murid-muridnya meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu . Dan faktanya, semua itu tidak terjadi.
Tetapi, justru mereka menerima dan meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu .

PENGAKUAN PARA TABI'IN DAN TABI' TABI'IN
Para tabi’in memberikan tautsiq (rekomendasi, pengakuan) terhadap Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu baik dengan perkataan maupun perbuatannya.

Sejarah fiqh Islam telah mengenal nama tujuh pakar fiqh Madinah
(fuqaha as sab’ah), yang ketenaran mereka telah melampaui ufuk pada
masa mereka dan pada generasi setelahnya. Disebabkan mereka dikenal
banyak mengumpulkan hadits, kecemerlangan dan kelurusan berfikir,
(memiliki) akal yang cerdas dan ketinggian dalam beristimbat
(menyimpulkan) hukum dari orang yang semasa dan seusia mereka.

Orang yang meneliti dan memeriksa riwayat-riwayat para pakar fiqih
yang tujuh (fuqaha as sab’ah) ini, akan mendapatkan lima dari mereka
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Mereka itu
ialah: Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, Urwah bin
Al Zubair, Said bin Al Musayyib, Sulaiman bin Yassaar dan Ubaidillah
bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud.

Abu Zinad memasukkan empat orang yang menjadi pakar fiqih terbaik
Madinah, yaitu: Said bin Al Musayyib, Urwah, Qabishah bin Dzuaib dan
Abdul Malik bin Marwan. Dan Qabishah termasuk rawi yang meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Demikian juga Abdul Malik
termasuk rawi yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu. Dialah yang kemudian menjadi khalifah.

Jika memeriksa dan meneliti daftar rawi yang meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah z , niscaya kita akan mendapatkan betapa banyak tokoh
pakar fiqh selain mereka yang dikenal kelebihan dan kepakarannya oleh
orang-orang yang hanya memiliki sedikit telaah kitab-kitab fiqh,
hadits dan tafsir. Mereka, ialah: Al Hasan Al Basri, Abu Shalih As
Samman, Al Muqbiri, Thawus, Abu Idris Al Khaulani, Amir bin Asy
Sya’bi, Muhammad bin Ka’ab Al Quradhi, Muhammad bin Al Munkadir, Abu
Aliyah Al Riyahi, Umu Ad Darda’ Ash Shughra (istri Abu Darda’ ra), Amr
bin Dinaar, Amr bin Maimun Al Audi, Muhammad bin Ibrahim At Taimi, Abu
Al Mutawakkil An Naji dan yang semisal dengan mereka. Riwayat mereka
dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ini menunjukkan pengakuan yang
sangat jelas bagi seorang yang berlaku adil dan obyektif.

Seperti mereka juga, dalam hal ini ialah anak-anak para sahabat yang
telah memadukan keutamaan dan kelebihan nasab serta kedalaman ilmu
fiqh, seperti Abu Salamah dan Humaid, keduanya putra Abdurrahman bin
Auf; Salim bin Abdullah bin Umar bin Al Khaththab; Sa’id bin Al
Musayyib; Ubaidillah bin Abdullah bin Utbab; Isa dan Musa, keduanya
putra Thalhah bin Ubaidillah (Thalhah ini adalah salah seorang yang
mendapat jaminan surga); Nafi’ bin Jubair bin Muth’im; Abu Burdah bin
Abu Musa Al Asy’ari dan Yazid bin Abdullah bin Asy Syukhair Al Amiri,
dan lainnya dari anak-anak para sahabat yang orang tuanya kurang
terkenal dibanding dengan mereka. Misalnya seperti: Muhammad bin Iyas
bin Bukair yang dilahirkan pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Ayah dan kedua pamannya yang bernama ‘Aqil dan Khalid’
termasuk orang yang ikut serta menyaksikan perang Badar. Khaitsamah
bin Abdurrahman bin Abu Sibrah, ayah dan kakeknya termasuk sahabat,
dia seorang terpercaya (tsiqat) dan orang shalih dari penduduk Kufah.
Abdurrahman bin Udzainah bin Salamah Al Abdi; serta lainnya seperti
orang-orang yang menjabat sebagai hakim, atau mereka yang termasuk
dalam kelompok yang berperang bersama Ali Radhiyallahu anhu. Mereka
semua meriwayatkan hadits-hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Dan seperti mereka juga, ialah cucu-cucu para sahabat. Misalnya: Hafsh
bin Ubaidillah bin Anas bin Malik, Tamamah bin Abdullah bin Anas, Abu
Zur’ah bin Amr bin Jarir bin Abdullah Al Bajalli, Hafsh bin Ashim bin
Umar bin Khaththab dan Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah Al Anshari,
dan semisal mereka yang kakek-kakeknya kurang dikenal dibandingkan
mereka yang tersebut di atas.

Fakta ini menunjukkan, bahwa riwayat para tabi’in dari kalangan anak
dan cucu-cucu para sahabat (yang diambil) dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu merupakan pengakuan terhadap Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu.

Diantara perbuatan yang menunjukkan adanya pengakuan mereka juga
-secara implisit- yaitu kepergian mereka meminta fatwa kepada Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, seperti yang dilakukan oleh Abu Katsir Al
Yamani, ketika ia berkata: Aku memasuki Madinah dari Yamamah saat
banyaknya orang yang berbeda pendapat dalam hal nabidz (anggur yang
telah disimpan, hampir menjadi arak). Aku menemui Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu untuk bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Lalu
aku berjumpa dengannya, dan akupun bertanya,”Wahai, Abu Hurairah.
Sesungguhnya aku datang dari Yamamah untuk bertanya kepadamu tentang
nabidz. Maka sampaikanlah kepadaku hadits dari Nabi n , dan jangan
engkau sampaikan selainnya.” Diapun menjawab,”Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Khamr itu terbuat dari anggur
dan kurma.”

Diantara perbuatan para tabi’in dari Kufah yang menunjukkan pengakuan
mereka terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, yaitu ketika Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu singgah ke tempat mereka. Lalu mereka
meminta agar beliau Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits untuk
mereka.

Seorang tabi’in yang terhormat, Qais bin Abu Hazim rahimahullah
menyatakan: Abu Hurairah Radhiyallahu anhu singgah di tempat kami di
Kufah. Antara Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan maula (orang yang
membebaskan perbudakan) kami ada hubungan kekerabatan. -Sufyan, yakni
Ibnu Uyainah berkata,”Dia adalah maula Al Ahmas.”- Qais berkata,”Maka
kami mendatanginya seraya mengucapkan salam kepadanya.” Sufyan berkata
lagi,”Maka penduduk tempat tersebut mendatanginya, dan bapakku berkata
padanya,’Wahai, Abu Hurairah. Mereka adalah orang-orang yang masih
satu nasab denganmu. Mereka mendatangimu untuk mengucapkan salam
kepadamu, kemudian ceritakanlah kepada mereka hadits dari Rasulullah n
.” Ia berkata,”Selamat datang kuucapkan kepada mereka.”

PENGAKUAN DARI PARA PENGIKUT TABI’IN (TABI’IT TABI’IN) DAN ORANG-ORANG
SETELAH MEREKA TERHADAP ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU
Asy Syafi’i rahimahullah menyebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu dan lainnya “Emas dengan emas (adz dzahab bi adz dzahab)” yang
menyelisihi hadits Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu yang berbunyi
“Riba itu hanya ada pada riba an nasiah”. Lalu beliau dan yang
sependapat dengannya merajihkan (menguatkan) hadits Abu Hurairah ra
daripada hadits Usamah Radhiyallahu anhu tersebut, karena banyaknya
perawi, yang mereka lebih hafal dan lebih tua dalam usia daripada
Usamah. Juga karena Usamah Radhiyallahu anhu bersendirian dalam
meriwayatkan hadits, kemudian (Asy Syafi’i) berkata,”Dan Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu lebih tua dan orang yang paling hafal meriwayatkan
hadits pada masanya.”

Ini merupakan pengakuan sangat berharga yang bersumber dari Imam Asy
Syafi'i rahimahullah. Imam Syafi’i merupakan seorang tokoh yang
terkenal memiliki kekuatan hafalan, fiqh, kejeniusan dan kepakarannya;
ditambah (lagi), ia memiliki kezuhudan dan sikap wara’ (bersahaja)
yang tinggi.

Al Imam Ath Thahawi rahimahullah -seorang pakar fiqh generasi awal
madzhab Hanafi, dan dia ini memiliki riwayat dari guru-guru Imam
Bukhari dan Muslim- ia berkata,”Sesungguhnya kita berprasangka baik
(memuji) terhadap Abu Hurairah.”

Diantara (pengakuan terhadapnya) juga, yaitu pengkhususan At Tirmidzi
rahimahullah (dalam) satu bab tentang manaqib Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu pada juz 13 dalam kitab Jami’-nya halaman 225 sampai
halaman 229. Juga Al Hakim Al Kabir Abu Ahmad, guru Al Hakim Ash
Shaghir penulis kitab Al Mustadrak berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu adalah seorang yang paling hafal dibandingkan dengan
sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (lainnya),
dan (dia) seorang yang paling setia bermulazamah terhadap Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam.”

Sedangkan muridnya, yaitu Al Hakim Abu Abdillah, penulis kitab Al
Mustadrad berkata,”Sesungguhnya, semua orang yang ingin menghafal
hadits dari awal mulanya Islam hingga masa kita sekarang. Maka mereka
termasuk pengikut dan penolong setia Rasulullah. Dan Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu adalah orang yang paling awal dan paling berhak
dengan gelaran Al Hifzh.”

Al Hakim t juga berkata di akhir pasal manaqib Abu Hurairah
Radhiyallahu a'nhu, yang ia khususkan dalam Al Mustadrak,”Allah yang
menjaga kita dari menyelisihi Rasul Rabb semesta alam,
sahabat-sahabatnya yang terpilih, para pemuka agama dari kalangan
tabi’in, dan orang-orang yang setelah mereka dari kalangan pemimpin
kaum muslimin dalam penjagaan syari’at agama kepada kita dengan Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu.”

Ketahuilah, bahwa Al Hakim rahimahullah yang menyebarkan mutiara ini
termasuk yang dikenal dengan tasyayyu’ (pendukung setia Ali
Radhiyallahu anhu), namun tasyayyu’ zaman itu tidak seperti sekarang
ini. Demikian juga Al Hafizh Abu Nu’aim Al Ashbahani, penulis kitab
Hilyatu Al Auliya’ berkata,”Abu Hurairah adalah orang yang paling
hafal terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dari kalangan para sahabat.”

Sedangkan Syamsul A’immah As Sarkhasi Al Hanafi rahimahullah yang
wafat tahun 490 H, penulis kitab Al Mabsuth berkata,”Sesungguhnya Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu termasuk seseorang, yang tidak ada
seorangpun meragukan ‘adalah (kejujuran, kepercayaan serta
ketaqwaannya, Pent.) nya dan persahabatannya yang lama dengan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Begitu juga kekuatan hafalan
dan ketelitiannya. Sungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah mendo’akan untuknya dengan hal itu (kekuatan hafalan) terhadap
apa yang ia riwayatkan,” kemudian ia berkata,”Dia adalah orang yang
sudah terkenal keadalahan, kekuatan hafalan dan ketelitiannya.”

Al Imam Adz Dzahabi rahi,ahullah berkata,”Dia seorang hafizh yang
faqih, ladangnya ilmu, dan termasuk tokoh senior dalam fatwa (kibaru
a’immati ala fatwa), disamping ketinggian ibadah serta tawadhu’nya.”
Dia juga memuji Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan mensifatinya
“Imam bagi para mujtahid, pemimpin para penghafal (hufazh) yang tekun,
teliti serta cermat (tsibt), dan ia telah membawa ilmu yang banyak
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dan penuh berkah di
dalamnya. Dalam jumlah banyaknya, seorangpun tidak ada yang menyamai
dan menyetarainya. Beliau juga, (dia) seorang yang berakhlaq mulia,
kuat hafalannya. Kami tidak menemukan kekeliruannya dalam meriwayatkan
hadits. Dia juga tokoh rujukan dalam Al Qur ‘an, As Sunnah dan fiqh.”

Sedangkan lbnu Katsir rahimahullah, penulis kitab tafsir dan tarikh
berkata, ”Sungguh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu termasuk orang yang
memiliki kejujuran, kekuatan hafalan, ketaqwaan, ketaatan beribadah,
zuhud, dan beramal shalih dalam tingkat yang cukup besar. Dia juga
memiliki keutamaan dan manaqib yang banyak, memiliki tutur kata yang
baik dan nasihat yang banyak.”

Begitulah kita melihat, betapa banyak perkataan dan sikap perbuatan
yang memberikan tautsiq (pengakuan), baik dari kalangan para sahabat
ataupun orang-orang setelah mereka dari abad abad pilihan, hingga abad
berikutnya.

Demikianlah sekilas tentang Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menurut
pandangan Salafush Shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in. Cukuplah sebagai bekal menjawab syubhat-syubhat yang
dilontarkan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu , yang dengan berbagai cara melontarkan opini yang
rancu dan dusta atas beliau Radhiyallahu anhu . Hendaklah kita
renungkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Abu
Sa’id Al Khudri.

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ
أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang
diantara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya kalian
tidak bisa mencapai satu mud atau separuh mud derajat mereka. [HR
Bukhari].

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke