KEBERKAHAN HARTA DI TANGAN ORANG SHALIH
Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin
http://almanhaj.or.id/content/3101/slash/0


Manfaat harta yang bersih dan halal di tangan orang shalih sangat
banyak. Ibarat pohon kurma yang tidak menyisakan bagian sedikit pun,
melainkan seluruhnya bermanfaat untuk manusia, sehingga tidak ada
alasan bagi seorang muslim yang ingin meraih hidup bahagia di dunia
dan akhirat untuk bermalas-malasan dan berpangku tangan.

Dengan hidup berkecukupan, menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah
menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul semakin indah,
berdakwah semakin sukses, berumah tangga semakin stabil dan beramal
shalih semakin tangguh. Oleh karena itu, harta di tangan seorang
mukmin tidak akan berubah menjadi sarana perusak kehidupan dan tatanan
sosial serta penghancur kebahagian keluarga. Harta di tangan seorang
muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah,dan
perekat hubungan dengan makhluk. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ.

Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang shalih.[1]

Harta tersebut akan menjadi energi yang memancarkan masa depan cerah,
menjadi kekuatan yang mengandung berbagai macam keutamaan dan
kemuliaan dunia akhirat, serta penggerak roda dakwah dan jihad di
jalan Allah.
Allah berfirman

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا
وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Rabb-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. [Al Baqarah : 274].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberi pujian kepada seorang
muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya di jalan kebaikan.
Dari Abdullah bin Umar, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَا
هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ

Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, dan
tangan yang di atas suka memberi dan tangan yang di bawah suka
meminta.[2]

Dengan harta yang halal dan bersih, para generasi salaf berlomba dan
berpacu mengejar pahala dan meraih surga. Sebagai contoh, seperti yang
terjadi pada kehidupan Umar yang bersaing secara sehat dalam berinfak
di jalan Allah dengan Abu Bakar.

Dari Umar bin Al Khaththab, ia berkata: Pernah suatu hari Rasulullah
memerintahkan kepada kami agar bersedekah. Dan ketika itu saya sedang
memiliki harta yang sangat banyak. Maka saya berkata,”Hari ini aku
akan mampu mengungguli Abu Bakar,” lalu aku membawa separoh hartaku
untuk disedekahkan. Maka Rasulullah bersabda,”Apa yang kamu tinggalkan
untuk keluargamu? Saya berkata,”Aku tinggalkan untuk keluargaku
semisalnya,” lalu Abu Bakar datang membawa semua kekayaannya, maka
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wahai, Abu Bakar! Apa
yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?” Ia menjawab,”Saya tinggalkan
untuk mereka, Allah dan RasulNya.” Maka aku berkata: “Saya tidak akan
bisa mengunggulimu selamanya”.[3]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426H/2005M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. HR Ahmad dalam Musnad-nya dengan sanad yang hasan, juz 4, hadits
no. 197 dan 202
[2]. HR Bukhari (1429), Muslim, (1033), Abu Dawud (4947), Ahmad dalam
Musnad-nya, Nasaa-i dan Ibnu Hibban.
[3]. Riwayat Tirmidzi (3675), Hakim di dalam Mustadrak (1/414). Dia
berkata, ”Shahih"


ETOS SEORANG MUSLIM (ANTARA KERJA DAN MENCARI ILMU)

Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin



Apabila kita mencermati kehidupan para ulama dan imam sunnah, mereka
telah memberikan contoh dan teladan sangat mulia dalam menyeimbangkan
antara kepentingan mencari ilmu dan kerja mencari nafkah. Bahkan para
nabi dan rasul berusaha dan berkarya untuk menopang kelangsungan dalam
penyebaran risalah dan dakwah. Nabi Zakaria menjadi tukang kayu, Nabi
Idris menjahit pakaian dan Nabi Daud membuat baju perang, sehingga
bekerja untuk bisa hidup mandiri merupakan sunnah para utusan Allah.
Maka, berusaha untuk mencari nafkah, baik dengan berniaga, bertani dan
berternak tidak berarti menjatuhkan martabat dan tidak bertentangan
dengan sikap tawakkal. [1]

Inilah yang difahami para utusan Allah dan para ulama salaf, sehingga
mereka tergolong orang-orang yang rajin bekerja dan ulet dalam
berusaha. Meski begitu, mereka juga gigih dan tangguh dalam menuntut
ilmu dan menyebarkan agama. Tidak mengapa seseorang yang bekerja di
bidang dakwah dan urusan kaum muslimlin lalu mendapat imbalan dari
pekerjaan tersebut, karena Umar bin Khaththab ketika menjadi Khalifah
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dari baitul mal.

Ibnu Sa’ad meriwayatkan, ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, setiap
pagi pergi ke pasar memanggul beberapa helai pakaian untuk dijual.
Beliau bertemu dengan Umar dan Ubaidah bin Jarrah. Maka mereka
berkata: “Bagaimana engkau berdagang, sementara engkau menjadi
pemimpin kaum muslimin?!” Maka beliau menjawab: “Dari mana aku
menghidupi keluargaku?” Mereka menjawab: “Kalau begitu, kami akan
memberikan jatah untukmu setiap hari separuh kambing dari harta baitul
mal”. [2]

Cobalah renungkan kehidupan para utusan Allah dan para ulama salaf;
kegiatan mereka dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan
mereka mengais rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya. Oleh
karena itu, kita harus bisa meneladani mereka, baik dalam menuntut
ilmu maupun dalam mencari nafkah. Tidak malas bekerja, dengan alasan
tidak bisa menuntut ilmu. Apapun bentuk usaha seorang muslim, yang
penting halal dan diperoleh dengan cara yang benar; maka harus
ditekuni dan dijalani dengan penuh suka cita, tidak perlu gengsi dan
rendah diri. Tidak perlu malu terhadap profesinya yang dianggap oleh
kebanyakan orang sebagai profesi yang hina dan tidak bermartabat.
Karena mulia dan tidaknya sebuah usaha atau profesi, tidak bergantung
pada bergengsi atau tidaknya menurut pandangan manusia; misalnya,
seperti bekerja di perusahan asing yang ternama, atau posisi jabatan
kelas tinggi, atau menduduki tempat yang banyak sabetannya. Namun,
kemuliaan sebuah usaha sangat ditentukan oleh kehalalan dan benarnya
jenis usaha di hadapan Allah serta terpuji menurut syari’at.

Adanya paradigma yang salah dalam memandang sebuah usaha dan profesi,
menyebabkan banyak manusia mengambil jalan pintas dalam memilih jenis
pekerjaan, tidak lagi memperhitungkan halal haram, yang penting bisa
bekerja mendapatkan duit berlimpah. Banyak di antara mereka yang
kemudian terjerumus ke dalam usaha kotor yang sangat dimurkai Allah.
Tidak jarang pula, di antara mereka saling bersitegang dalam kompetisi
bisnis yang tidak sehat, saling menjatuhkan satu sama lain. Sehingga
tujuan pokok dalam berusaha tidak terwujudkan, yaitu usaha untuk
menopang hidup agar bisa tenang. Di sisi lain, terdapat sejumlah orang
yang hidup bermalas-malasan dan enggan berusaha. Alasan yang
dikemukakan karena sibuk mencari ilmu. Atau karena beranggapan bahwa
semua bentuk usaha tidak terlepas dari syubhat yang bisa merusak sikap
zuhud dan tawakkal. Padahal siapapun yang menyangka bekerja untuk
mencari nafkah bisa merusak tawakkal, pasti kebutuhan sehari-hari akan
dipasok melalui infaq, sedekah, hadiah, berbagai bentuk patungan dan
pemberian dari orang lain; bahkan terkadang mereka juga tidak
segan-segan mencela orang mampu yang tidak mau membantunya. [3]

Sungguh sangat naïf bila kita melihat orang yang faham agama dan
berakhlak mulia, namun mempunyai kebiasaan meminta-minta, suka
mengeluh, menjadi beban orang lain, bermalas-malasan serta menghadapi
kenyataan hidup dengan berpangku tangan. Benarlah yang dikatakan Umar
bin Al Khaththab: “Sungguh terkadang aku kagum terhadap seseorang.
Namun, setelah aku tanyakan apakah dia memiliki pekerjaan? Kalau
mereka menjawab “Tidak” maka orang tersebut jatuh harga dirinya di
hadapanku”. [4]

Sungguh tidak masuk akal, seseorang yang tidak pernah beranjak dari
masjid untuk berdzikir dan i’tikaf, sementara keluarganya terlantar
dan kebutuhan hidup dipasok orang lain. Manakah tanggung jawabnya
sebagai orang yang faham agama, kalau ternyata kebutuhan hidup
terkumpul dari patungan teman dekat dan para tetangga? Jawaban apa
yang kita berikan di akhirat kelak, bila ternyata kewajiban rumah
tangga kita yang menunaikan orang lain, baik orang tua, mertua, teman
dekat atau sanak kerabat, padahal kita masih mempunyai kekuatan untuk
bekerja? Maka Imam Syafi’i berkata: “Tidak halal harta sedekah bagi
orang yang masih mempunyai kekuatan untuk bekerja”. [5]

Sudahkah kita berkaca dengan pandangan skeptis di atas, sehingga
sampai pada suatu kesimpulan bahwa sikap dan tindakan seperti itu
sebagai kesalahan dan pengingkaran terhadap tanggung jawab? Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِي اللَّهُ عَبْدًا رَعِيَّةً يَمُوتُ حِينَ
يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهَا إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Tidaklah seorang hamba diberi tanggung jawab kepemimpinan Allah,
kemudian pada saat ia meninggal, ia curang terhadap yang dipimpinnya,
melainkan Allah mengharamkan baginya Surga. [HR Bukhari dan Muslim]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426H/2005M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke