SYARAT TINGGAL DI NEGRI KAFIR
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://www.almanhaj.or.id/content/999/slash/0 

[Pembahasan 'Syarat Tinggal Di Negri Kafir' merupakan salah satu bagian dari 
syarah atau penjelasan 'Kitab Tiga Landasan Utama' yang di tulis oleh Syaikhul 
Islam Al-Mujaddid Muhammad At-Tamimi.]
___________________________________

Allah berfirman.

"Artinya : Hai hamba-hambaKu yang beriman, sesungguhnya bumiKu luas, maka 
sembahlah Aku saja". [Al-Ankabut : 56]

Imam Al-Baghawi Rahimahullah berkata : "Ayat ini turun kepada orang-orang Islam 
yang tinggal di Makkah dan tidak ikut berhijrah. Allah menyeru mereka dengan 
sebutan 'beriman'" [I]

Dalil atas wajibnya hijrah dari As-Sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi 
wa sallam [1] : " Hijrah tidak terhenti sebelum terputusnya taubat dan taubat 
tidak terputus hingga matahari terbit dari barat" [II]
___________________________________

[I]. Tampaknya pengarang menukil dari ucapan Imam Al-Baghawi Rahimahullah 
secara makna saja, hal ini jika beliau menukil dari kitab Tafsir Al-Baghawi, 
karena ternyata di dalam tafsir Al-Baghawi tidak ditemui kalimat seperti yang 
disebutkan oleh syaikh.

[II]. Ini sebagai tanda akhir tidak diterimanya amal shaleh, sesuai firman 
Allah yang artinya : "Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah 
bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum 
itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya" [Al-An'aam : 158]

Yang dimaksud dengan sebagian tanda-tanda Tuhanmu adalah terbitnya matahari 
dari barat.

Untuk melengkapi penjelasan ini perlu saya sebutkan hukum bepergian ke negara 
kafir. Saya katakan, bepergian ke negeri kafir tidak diperbolehkan kecuali 
telah memenuhi tiga syarat :

Pertama : Hendaknya Seseorang Memiliki Cukup Ilmu Yang Bisa Memelihara Dirinya 
Dari Syubhat.

Kedua : Hendaknya Memiliki Agama Yang Kuat Untuk Menjaga Agar Tidak Terjatuh 
Dalam Syahwat.

Ketiga : Hendaknya Ia Benar-Benar Berkepentingan Untuk Bepergian.

Bagi yang belum bisa menyempurnakan syarat-syarat di atas tidak diperbolehkan 
pergi ke negeri kafir, karena hal itu akan menjatuhkan dirinya ke dalam fitnah 
yang besar dan menyia-nyiakan harta saja. Sebab orang yang mengadakan bepergian 
biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Jika ada suatu keperluan seperti berobat, mempelajari ilmu yang tidak ditemukan 
di negeri asal, maka hal itu diperbolehkan dengan catatan memenuhi syarat yang 
saya sebutkan di atas. Adapun masalah rekreasi ke negeri kafir, bukanlah suatu 
kebutuhan, karena ia bisa saja pergi ke negeri Islam yang menjaga syari'at 
Islam. Negeri kita ini, alhamdulillah ada beberapa tempat yang cocok dan bagus 
untuk dibuat rekreasi ketika masa liburan.

Adapun masalah menetap atau tinggal di negeri kafir sangatlah membahayakan 
agama, akhlaq dan moral seseorang. Kita telah menyaksikan banyak orang yang 
tinggal di negeri kafir terpengaruh dan menjadi rusak, mereka kembali dalam 
keadaan tidak seperti dulu sebelum berangkat ke negeri kafir. Ada yang kembali 
menjadi orang fasik atau murtad, bahkan mungkin mengingkari seluruh agama, 
sehingga banyak dari mereka pulang ke negerinya menjadi penentang dan pengejek 
agama Islam, melecehkan para pemeluk agama Islam, baik yang terdahulu mupun 
yang ada sekarang, na'udzu billah. Oleh karena itu wajib bagi yang mau pergi ke 
negeri kafir menjaga dan memperhatikan syarat-syarat yang telah saya sebutkan 
di atas agar tidak terjatuh ke dalam kehancuran.

Bagi Yang Ingin Menetap Di Negeri Tersebut (Kafir), Ada Dua Syarat Utama :

Pertama : Merasa Aman Dengan Agamanya.
Maksudnya, hendaknya ia memiliki ilmu, iman dan kemauan kuat yang membuatnya 
tetap teguh dengan agamanya, takut menyimpang dan waspada dari kesesatan. Ia 
harus menyimpan rasa permusuhan dan kebencian terhadap orang-orang kafir serta 
tidak sekali-kali setia dan mencintai mereka, karena setia dan mengikat cinta 
dengan mereka bertentangan dengan iman. Firman Allah.

"Artinya : Kamu tidak mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir 
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasulNya, sekalipun 
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, atau 
keluarga mereka" [Al-Mujadilah : 22]

Firman Allah.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang 
Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebahagian mereka adalah 
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka 
menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu, termasuk golongan mereka. 
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim, maka 
kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang 
munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasharani) seraya berkata 
:'Kami takut akan mendapat bencana. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan 
kemenangan (kepada rasulNya) atau suatu keputusan dari sisiNya, maka karena itu 
mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka" 
[Al-Maidah : 51-52]

Dalam sebuah hadits shahih Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya barangsiapa yang mencintai suatu kaum, maka ia tergolong dari 
mereka, seseorang selalu bersama dengan orang yang ia cintai" [2].

Mencintai musuh Allah adalah bahaya yang paling besar pada diri muslim, karena 
mencintai mereka berarti mengharuskan seorang muslim untuk setuju mengikuti 
mereka atau paling tidak mendiamkan kemungkaran yang ada pada mereka. Oleh 
karena itu Nabi besabda : "Barangsiapa mencintai suatu kaum, maka ia tergolong 
dari mereka". [3]

Kedua : Ia Mampu Menegakkan Dan Menghidupkan Syi'ar Agama Di Tempat Tinggalnya 
Tanpa Ada Penghalang.

Ia bebas melakukan shalat fardhu, shalat Jum'at dan shalat berjama'ah jika ada 
yang diajak shalat berjama'ah dan Jum'at, menunaikan zakat, puasa, haji dan 
syi'ar Islam lainnya. Jika ia tidak mampu melakukan hal di atas, maka tidak 
diperbolehkan tinggal di negeri kafir. Karena dalam keadaan seperti ini wajib 
baginya hijrah dari tempat seperti itu.

Pengarang kitab Al-Mughni (8/457) menyatakan tentang macam-macam manusia yang 
diwajibkan hijrah. Diantaranya orang yang mampu melakukannya sementara di 
tempat tinggalnya ia tidak mampu menampakkan agamanya dan tidak bisa menunaikan 
kewajiban agamanya, maka dalam keadaan seperti ini wajib baginya melakukan 
hijrah berdasarkan firman Allah.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan 
menganiaya diri sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya : 'Dalam keadaan 
bagaimana kamu ini.?' Mereka menjawab :'Adalah kami orang-orang yang tertindas 
di negeri (Makkah)'. Para malaikat berkata : "Bukankah bumi Allah itu luas 
sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempatnya di Neraka 
Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". [An-Nisaa : 97]

Ancaman yang sangat berat dalam ayat ini menunjukkan bahwa hijrah hukumnya 
wajib, karena melaksanakan kewajiban adalah wajib bagi orang yang mampu 
melaksanakannya, sedangkan hijrah merupakan salah satu hal yang penting dan 
pelengkap dari kewajiban agama tersebut. Maka jika suatu kewajiban tidak bisa 
sempurna kecuali dengan adanya suatu yang lain, maka sesuatu itu wajib pula 
hukumnya.

Setelah dua syarat pokok tersebut bisa terpenuhi maka tinggal di negeri kafir 
terbagi menjadi.

Pertama.
Ia tinggal untuk tujuan dakwah menarik orang kedalam Islam. Ini adalah bagian 
dari Jihad dan hukumnya fardhu kifayah bagi yang mampu untuk itu dengan syarat 
bisa merealisasikan dakwah tersebut dengan baik dan tidak ada yang mengganggu 
atau menghalanginya, karena berdakwah kepada Islam adalah wajib. Itulah jalan 
yang ditempuh oleh para utusan Allah. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa 
sallam menyuruh umatnya menyampaikan ajaran Islam, walaupun satu ayat, di mana 
dan kapan saja mereka berada. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 
"Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitabul 
Anbiya', bab "Penyebutan Bani Israel"]

Kedua.
Ia tinggal untuk mempelajari keadaan orang-orang kafir dan mengenal sejauh mana 
kerusakan aqidah, kezhaliman, akhlaq, moral dan kehancuran sistim peribadatan 
orang-orang kafir. Dengan demikian ia bisa memperingatkan orang-orang untuk 
tidak terpengaruh dan tergiur dengan mereka dan ia bisa menjelaskan kepada 
orang-orang yang kagum dengan mereka. Ini juga termasuk bagian dari jihad, 
karena bertujuan menjelaskan kehancuran agama orang-orang kafir. Dan ini secara 
tidak langsung mengajak manusia kembali kepada Islam, karena kerusakan kaum 
kafir menjadi bukti atas kebenaran agama Islam, seperti disebutkan kata mutiara 
: "Sesuatu menjadi jelas dengan mengetahui kebalikannya". Tetapi dengan syarat 
keinginan terealisir tanpa kemudharatan yang lebih besar daripadanya. Jika 
tidak terealisir maksud dan tujuan tiggal di negeri kafir seperti tersebut di 
atas, maka tidak ada faedahnya ia tinggal di negeri kafir. Jika ia bisa 
merealisasikan maksud dan tujuannya tapi kemudharatan yang ditimbulkan lebih 
besar, seperti orang-orang kafir membalasnya dengan ejekan, memaki Islam, Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan imam-imam Islam, maka wajib baginya 
menghentikan kegiatan tersebut berdasarkan firman Allah.

"Artinya : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah 
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampui batas tanpa 
pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan 
mereka, kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan 
kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan" [Al-An'aam : 108]

Termasuk dalam bagian ini adalah orang Islam yang tinggal di negeri kafir untuk 
menjadi intel (mata-mata) guna mengetahui rencana orang kafir terhadap umat 
Islam, selanjutnya ia menginformasikan rencana tersebut kepada orang-orang 
Islam agar berhati-hati dan mengerti tentang tipu daya musuh Islam. Hal ini 
pernah dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau mengirimkan 
Hudzaifah bin Yaman ke tengah-tengah orang musyrikin di saat perang Khandaq 
untuk mengetahui keadaan mereka. [Diriwayatkan oleh Muslim, Kitabul Jihad, bab 
"Perang Ahzab"]

Ketiga.
Ia tinggal sebagai duta bangsa atau kepentingan diplomasi dengan negera kafir, 
seperti menjadi pegawai di kedutaan, maka hukumnya tergantung tujuannya. 
Seperti atase kebudayaan yang bertujuan memantau dan mengawasi para pelajarnya 
di negera kafir agar mereka tetap komitmen terhadap agama Islam, baik dari segi 
akhlaq maupun moral. Dengan demikian tinggalnya di tempat tersebut mendatangkan 
maslahat yang sangat besar dan mampu mencegah kerusakan besar yang akan terjadi.

Keempat.
Ia tinggal untuk kepentingan pribadi seperti berdagang dan berobat, maka di 
perbolehkan baginya tinggal sebatas keperluan yang ada dan sebagian ulama ada 
yang membolehkan tinggal di negeri kafir untuk tujuan berniaga berdasarkan 
sebuah atsar dari sebagian sahabat.

Kelima.
Ia tingggal untuk tujuan belajar. Ini seperti bagian sebelumnya yaitu tinggal 
untuk suatu keperluan, tetapi ini lebih berbahaya dan lebih mudah merusak 
aqidah dan akhlaq seseorang. Karena biasanya seorang mahasiswa merasa rendah 
diri dan menganggap tinggi ilmu pengajarnya, sehingga dengan mudah ia 
terpengaruh pemikiran, pendapat, akhlaq dan moral mereka. Selanjutnya ia 
mengikuti mereka kecuali orang-orang yang dikehendaki dan dilindungi Allah. Dan 
ini sangat sedikit jumlahnya. Selanjutnya mahasiswa atau pelajar biasanya 
selalu membutuhkan pengajarnya yang akhirnya ia terikat dengannya dan 
membiarkan kesesatan karena kebutuhan pada gurunya. Lalu di tempat belajar, 
biasanya ia memerlukan teman bergaul. Ia bergaul dengan sangat akrab satu sama 
lain serta saling mencintai. Karena bahaya itulah hendaknya ia berhati-hati.

Bagi pelajar yang ingin tinggal di negeri kafir, di samping memenuhi dua syarat 
yang sudah disebutkan di atas, ia harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini.

Pertama.
Seorang yang hendak belajar memiliki kematangan berfikir, bisa memisahkan 
antara yang bermanfaat dan yang mudharat serta berwawasan jauh ke depan. Adapun 
pengiriman para pemuda belia yang masih dangkal pemikirannya, maka hal itu 
sangat berbahaya bagi aqidah, akhlaq, dan moral mereka, juga berbahaya bagi 
umat Islam. Di saat mereka pulang ke negerinya, mereka akan menyebarkan racun 
pemikiran yang mereka ambil dari orang-orang kafir, seperti telah banyak kita 
saksikan. Para pelajar yang dikirim ke negeri kafir itu berubah sekembali 
mereka ke negeri masing-masing. Mereka pulang dalam keadaan rusak agama, 
akhlaq, moral serta pemikirannya, hal yang sangat berbahaya bagi diri mereka 
sendiri serta masyarakat. Itulah yang kita saksikan secara nyata dan riil. 
Pengiriman para pelajar seperti mereka ke negeri kafir bagaikan kita menyajikan 
daging segar kepada anjing yang lagi kelaparan.

Kedua.
Seorang yang mau belajar hendaknya memiliki ilmu syari'at yang cukup, agar ia 
mampu membedakan antara yang benar dengan yang batil, mampu mencerna dan 
menghindar dari kebatilan agar ia tidak tertipu olehnya sehingga menyangka 
bahwa hal tersebut benar, atau merasa ragu dan kabur, atau tidak mampu melawan 
kebatilan tersebut akhirnya menjadi bimbang atau hanyut oleh arus kebatilan.

Dalam sebuah do'a disebutkan :

"Artinya : Ya Allah perlihatkan kepadaku kebenaran sebagai suatu yang benar 
lalu berikan kepadaku kekuatan untuk mengikutnya, dan perlihatkanlah kepadaku 
kebatilan sebagai yang batil dan berikan padaku kekuatan untuk menghindarinya 
dan janganlah Engkau kaburkan sehingga saya tersesat".

Ketiga.
Hendaknya seseorang yang mau belajar memiliki agama yang kuat sehingga bisa 
membentengi diri dari kekufuran dan kefasikan. Sebab orang yang lemah agamanya 
tidak mungkin selamat untuk tinggal di negeri kafir tersebut, kecuali yang 
dikehendaki Allah. Hal itu dikarenakan kuatnya serangan dan pengaruh, sementara 
yang bersangkutan tidak mampu mengadakan perlawanan. Banyak sekali hal-hal yang 
menimbulkan kekafiran dan kefasikan. Jika orang tersebut lemah agamanya, tidak 
memiliki kekuatan untuk melawan pengaruh tersebut, maka dengan mudah kekufuran 
mempengaruhinya.

Keempat.
Ia belajar untuk mengkaji ilmu yang sangat bermanfaat bagi umat Islam yang 
tidak ditemukan di sekolah-sekolah dalam negeri mereka. Jika ilmu tersebut 
kurang bermanfaat bagi umat Islam atau bisa di dapat di sekolah-sekolah dalam 
negeri mereka, maka tidak diperbolehkan tinggal di negeri tersebut untuk tujuan 
belajar. Karena hal itu sangat berbahaya bagi agama, akhlaq, dan moral mereka. 
Juga hanya menghambur-hamburkan harta saja dengan tidak ada gunanya.

Kelima.
Ia tinggal di negeri kafir untuk selamanya sebagai penduduk asli, ini lebih 
bahaya dari sebelumnya, karena kerusakan akibat berbaur dengan orang-orang 
kafir. Sebagai warga negara yang disiplin ia harus mampu hidup bersama-sama 
dengan anggota masyarakat secara harmonis, saling mencintai dan tolong menolong 
di antara sesama. Ia juga memperbanyak penduduk negara kafir. Ia terpengaruh 
dengan adat kebiasaan orang kafir dalam mendidik dan mengarahkan keluarganya 
yang mungkin akan mengikuti aqidah dan cara ibadahnya.

Oleh karena itu Nabi bersabda : "Barangsiapa berkumpul dan tinggal bersama 
orang musyrik, maka ia akan seperti mereka" [4]. Hadits ini walaupun dha'if 
dalam sanad-nya tapi isinya perlu mendapat perhatian. Karena kenyataan 
berbicara, orang yang tinggal di suatu tempat dipaksa untuk menyesuaikan diri.

Dari Qais bin Abi Hazim, dari Jarir bin Abdullah sesungguhnya Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda : " Saya berlepas diri dari seorang muslim yang 
tinggal bersama-sama dengan orang-orang musyrik" Mereka bertanya : "Kenapa 
wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab : "Tidak boleh saling terlihat api 
keduanya"[5]. Hadits ini di riwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan 
kebanyakan para perawi meriwayatkan hadits ini secara mursal dari jalan Qais 
bin Abi Hazim dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tirmidzi berkata : "Saya 
mendengar Muhammad (yang dimaksud Al-Bukhari) berkata bahwa hadits Qais dari 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan secara mursal".

Bagaimana seorang muslim merasa tenang hidup dan bertempat tinggal di negeri 
kafir yang secara terang-terangan syi'ar kekafiran itu dikumandangkan dan hukum 
yang diterapkan adalah hukum thagut yang memusuhi hukum Allah dan RasulNya, 
semua itu ia lihat dan ia dengar dengan perasaan rela. Ia merasa tentram 
tinggal di negeri tersebut layaknya hidup di negeri kaum muslimin dengan 
keluarganya, padahal ini sangat berbahaya bagi agama dan akhlak keluarga serta 
anak-anak mereka.

Demikianlah yang bisa saya paparkan tentang hukum tinggal di negeri kafir. Saya 
mohon kepada Allah agar penjelasan saya ini sesuai dengan kebenaran.

[Disalin dari Syarhu Tsalatsatil Ushul, edisi Indonesia Penjelasan Kitab Tiga 
Landasan Utama, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq 
hal. 221-226, penerjemah Zainal Abidin Syamsudin, Ainul Haris Arifin]
_______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Kitabul Jihad, bab 'Apakah Hijrah Telah 
Terputus", Ahmad, 1/192, Ad-Darimi, Kitabus Siar, bab "Hijrah Belum Terputus", 
Al-Haitsami dalam kitab "Majma'uz Zawa'id" 5/250, dia berkata : "Diriwayatkan 
oleh Abu Dawud dan An-Nasa'i sebagai hadits Mu''awiyah, dan Ahmad dan 
Ath-Thabrani. Meriwayatkan pula dalam kitab "Al-Awsath" dan "Ash-Shagir" 
riwayat dari selain Ibnu As-Sa'di. Rijal hadits Ahmad kuat".
[2]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitabul Adab, bab "Tanda Kecintaan Kepada 
Allah Ta'ala", dan Muslim, Kitabush Shilah, bab "Seseorang itu Bersama Orang 
yang Dicintainya
[3]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitabul Adab, bab "Tanda Kecintaan Kepada 
Allah Ta'ala", dan Muslim, Kitabush Shilah, bab "Seseorang Itu Bersama Orang 
yang Dicintainya"
[4]. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Kitabul Jihad, bab "Tinggal di Negeri 
Orang-Orang Musyrik
[5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitabul Jihad, bab "Larangan Membunuh Orang 
yang Menyelamatkan Diri Dari Bersujud", dan At-Tirmidzi, Kitabus Siar, bab 
"Makruhnya Tinggal Di Antara Orang-Orang Musyrik" 


--- On Wed, 13/7/11, Fachry Achmad <heavenly.w...@gmail.com> wrote:

From: Fachry Achmad <heavenly.w...@gmail.com>
Subject: [assunnah] OOT: Konsultasi Pergi Ke Negeri Kafir
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 13 July, 2011, 7:40 AM

Bismillahirrohmanirrohim.
Akhi ukhti rohimakumulloh,
Saya mohon pendapat atas permasalahan saya. Saya berniat pergi ke luar negeri 
dengan tujuan sekolah. Rencana lain saya, saya pergi kerja di luar negeri untuk 
mencari uang cepat untuk sekolah. Negara tujuan saya antara lain: Amerika atau 
Jepang. 

Pertanyaan saya:1. Apakah niat saya tersebut diperbolehkan secara syar'i 
(sekolah di luar atau kerja untuk mencari uang untuk sekolah)?2. Apakah negara 
tujuan saya tersebut "aman" bagi akidah saya?

3. Apakah ada di antara ikhwan yang tahu lokasi berkumpulnya komunitas muslim 
di antara negara tersebut?
Saya sangat mengharapkan bantuan ikhwan sekalian. Semoga Alloh lindungi kita 
semua dari keburukan. Barokallohu fikum.

Achmad Fachry Prodjokusumo
Bekasi, Indonesia


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke