http://abiubaidah.com/10-faidah-tentang-wanita.html/

10 Faidah Tentang Wanita
   I. WANITA JUGA MEMBUTUHKAN ILMU
 
Al-Hafizh Ibnul Jauzi pernah mengeluhkan keadaan
para wanita pada zamannya, katanya: “Berapa kali kuanjurkan kepada
manusia agar mereka menuntut ilmu syar’I, karena ilmu laksana cahaya
yang menyinari. Menurutku kaum wanita lebih dianjurkan dari kaum lelaki, karena 
jauhnya mereka dari ilmu agama, dan hawa nafsu begitu mengakar
pada mereka. Kita lihat seorang putrid yang tumbuh besar tidak mengerti
tata cara bersuci dari haidh, tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik
dan tidak mengerti rukun-rukun Islam atau kewajiban istri terhadap
suami, akhirnya mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, menipu suami dengan 
anggapan boleh demi keharmonisan rumah tangga serta
musbibah-musibah lainnya”.[1][2]

Ini pada zaman Ibnul Jauzi, lantas bagaimana kiranya beliau mendapati wanita 
zaman kita? Betapa banyak para wanita zaman
sekarang yang begitu mengerti tentang kehidupan par artis, pemain film
secara detail, tetapi dia tidak mengerti tentang hukum darah haidh.
.

II. HUKUM WANITA SETANGAHNYA LAKI-LAKI
 
Ada beberapa hukum, dimana wanita setengahnya laki-laki, yaitu:
        1. Warisan
        2. Diyat
        3. Aqiqoh
        4. Persaksian
        5. Pembebasan budak. [3]
 III. KHITAN BAGI WANITA
 
Wanita khitan?! Jangan merasa asing, jangan merasa kaget, apalagi
berusaha untuk menganggapnya risih dan perbuatan hina sebagaimana
dilontarkan oleh sebagian kalangan pada zaman sekarang!! Sebab, khitan
bagi wanita merupakan amalan yang masyhur pada wanita salaf dahulu:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha istri Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam 
berkata,
”Apabila dua khitan telah bertemu (bersebadan) maka wajib mandi, saya 
melakukannya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kami 
mandi.”[4]
Hadits ini menunjukkan disyari’atkan khitan bagi kaum wanita. Imam
Ahmad berkata mengomentari hadits ini, ”Dalam hadits ini terdapat
isyarat bahwa kaum wanita juga khitan.” [5]
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةِ الأَنْصَارِيَّةِ رضي الله عنهاأَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ 
تَخْتَنُ بِالْمَدِيْنَةِ, فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: لاَ 
تَنْهَكِيْ فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ, وَأَحَبُّ إِلىَ الْبَعْلِ
Dari Ummu Athiyah al-Anshariyah -radhiyallahu ‘anha- bahwasanya ada seorang 
wanita yang mengkhitan di Madinah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- 
bersabda kepadanya, ”Janganlah terlalu dalam karena hal itu lebih menceriakan 
wanita dan lebih menyenangkan suami.”[6]
Syaikh al-Albani berkata: “Khitan bagi wanita
merupakan perkara yang biasa pada masa salaf (sahabat). Berbeda dengan
prasangka sebagian orang yang tidak memiliki ilmu”.[7]

IV. SAFAR TANPA MAHRAM

Ketahuilah, keharaman safar seorang wanita tanpa mahram adalah
keharaman sangat tegas dalam syariat ini. Rasulullah juga bersabda:
لاَ يَحِلُّ ِلامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ 
مَسِيْرَةَ ثَلاَثِ لَيَالٍ
إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk 
safar selama perjalanan tiga malam[8] kecuali bersama mahramnya.[9]
Syaikh Ahmad Syakir mengatakan: “Hadits ini termasuk pokok yang agung dari 
pokok agama Islam. Karena kandungannya bertujuan
menjaga wanita dari kerusakan yang dapat menimpanya berupa kerusakan
moral atau kehormatannya. Wanita itu lemah, mudah terpengaruh, bisa jadi 
akalnya dipermainkan hingga syahwatnya bisa terkalahkan”.[10]
.
V. KESUDAHAN PEJUANG EMANSIPASI[11]
 
Jamil Shidqi az-Zahaawi adalah salah seorang penyair dari Iraq (1279-1354 H).
        * Umar Ridha Kahalah juga mengatakan: “Az-Zahawi memiliki 
pemikiran-pemikiran nyeleneh dan meyelisihi mayoritas, berani dalam menyebarkan 
pemikirannya, termasuk
pembela emansipasi wanita yang menyebabkannya banyak dilanda
problematika, sehingga di akhir hayatnya dia hidup dalam kesempitan dan
kegundahan”.[12] 
VI. MANDI KETIKA SEDANG HAIDH
 
Apakah wajib mandi wanita yang tengah sedang haidh? Masalah ada tiga gambaran:
        1. Wanita yang mimpi basah dan mengeluarkan mani, padahal dia di tengah 
sedang haidh.
        2. Wanita yang dicumbui oleh suaminya (selain farji) lalu dia 
mengeluarkan mani
        3. Wanita yang jima’ dengan suaminya, lalu dia haidh sebelum sempat 
mandi.
Para ahli ilmu berpendapat dalam tiga permasalahan ini bahwa mandi
hukumnya sunnah sehingga bersih dari bekas jnabat. Dan mandi ini tidak
mewakili hukum mandi ketika darah telah berhenti (suci dari haidh),
karena masing-masing ada hukumnya. [13]
 
VII. SIFAT SHOLAT WANITA

Tidak ada dalil yang shohih tentang perbedaan sifat sholat lelaki dengan 
wanita. Hal ini dikuatkan dengan keumuman hadits:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
>Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat.
        * Dhohir hadits ini mencakup umum untuk kaum lelaki dan wanita. Inilah 
pendapat Ibrahim an-Nakha’I, beliau berkata: “Seorang wanita melakukan
dalam sholatnya seperti apa yang dilakukan kaum lelaki”.[14]
        * Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam Tarikh Shoghir hal. 95 dengan 
sanad shohih dari Ummu Darda’ bahwa dia duduk dalam
sholatnya seperti duduknya lelaki, dan dia adalah seorang wanita yang
berilmu. [15]
Adapun hadits:
إِذَا سَجَدْتُمَا فَضُمَّا بَعْضَ اللَّحْمِ إِلَى الأَرْضِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ 
لَيْسَتَ فِيْ ذَلِكَ كَالرَّجُلِ
>Apabila kalian berdua (wanita) sujud, maka rapatkanlah sebagian daging ke 
>tanah, Karen wanita dalam hal itu
tidak sama dengan lelaki.
Hadits ini derajatnya lemah, diriwayatkan al-Baihaqi 2/223, Abu Dawud dalam 
al-Marasil 117. Al-Baihaqi berkata: “Hadits munqathi’”. Yakni mursal, sebab 
Yazid
bin Abu Habib adalah seorang tabi’in terpercaya, tetapi dia meriwayatkan 
langsung dari Nabi. [16]
.
VIII. DI MANAKAH KECEMBURUAN?

Pada zaman sekarang, rasa cemburu untuk kehormatan istri dan
putrinya  nyaris hampir terlupakan. Istri dan anaknya menjadi pusat
lirikan orang, pergi berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, namun
tiada kecemburuan sedikitpun dalam hatinya? Manakah kecemburuanmu wahai
kaum lelaki? Dan manakah sifat malumu wahai kaum wanita?
Dahulu, ada seorang Arab gunung menceraikan istrinya karena dia
cemburu ketika istrinya jadi pusat lirikan orang. Tatkala ditanyakan
padanya, dia bersenandung dengan qosidah Haaiyahnya yang masyhur:
وَأَتْرُكُ حُبَّهَا مِنْ غَيْرِ بُغْضٍ
وَذَاكَ لِكَثْرَةِ الشُّرَكَاءِ فِيِْهِ
إَذَا وَقَعَ الذُّبَابُ عَلَى طَعَامٍ
رَفَعْتُ يَدِيْ وَنفْسِيْ تَشْتَهِيْهِ
وَتَجْتَنِبُ الأَسْوَدُ وُرُوْدَ مَاءٍ
إِذَا كَانَ الْكلاَبُ وَلَغْنَ فِيْهِ
Aku tinggalkan cinta kepadanya tanpa kebencian
Karena banyak orang bersaing denganku padanya
Bila lalat hinggap pada makanan
Aku angkat tanganku, sekalipun masih menginginkannya
Wanita hitam akan menjauhi air
Bila ada anjing yang minum di sana.[17]

.
IX. WANITA DAN MODE
 
Soal: Sekarang marak sebuah fenomena di
tengah-tengah kaum wanita, mereka memotong rambut hingga ke bahu hingga
terlihat menawan, memakai sandal jinjit, dan memakai alat-alat
kecantikan. Apa hukum hal-hal di atas?

Jawab:

Pertama: Potong rambut ada beberapa keadaan:

1.      Potongan yang menyerupai potongan laki-laki maka hukumnya
haram dan dosa besar, sebab Nabi melaknat kaum wanita yang menyerupai
kaum pria.
2.      Potongan yang menyerupai potongan khas wanita kafir, maka
hukumnya juga haram, karena tidak boleh menyerupai orang-orang kafir.
3.      Potongan yang tidak menyerupai pria dan wanita kafir,
hukumnya diperselisihkan ulama menjadi tiga pendapat; boleh, haram, dan
makruh.
(Pendapat yang kuat adalah boleh, berdasarkan hadits:
لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ ، إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيْرُ
>Wanita tidak boleh mencukur habis rambutnya tetapi boleh memendekkannya.[18]
Kedua: Sandal jinjit yang keterlaluan hukumnya tidak boleh dan menjurus kepada 
tabarruj (bersolek ala jahiliyyah) dan
menjadi pusat perhatian orang, padahal Allah berfirman:

[19]Maka segala sesuatu yang menjadikan wanita tampil beda dan pusat perhatian 
dengan perhiasannya maka tidak diperbolehkan.

Ketiga: Menggunakan alat-alat kecantikan hukumnya boleh selama tidak ada 
bahayanya dan tidak mengandung fitnah.  [20]
 
 
X. HUMOR WANITA
 
        * Al-Jahizh berkata: “Aku pernah melihat seorang
wanita yang tinggi sekali, waktu itu aku sedang makan, aku ingin
mencandainya maka kukatakan padanya: “Turunlah, mari kita makan
bersama”. Tidak tahunya, dia malah menjawab: “Hee, kamu saja yang naik,
biar kamu bisa melihat indahnya dunia…
        * Seorang wanita mak comblang pernah datang kepada seorang pria,
katanya: “Aku punya seorang wanita seperti pohon bunga narsis, apakah
kamu punya minat? Tatkala “hari h”-nya, ternyata wanita itu nenek tua
yang jelek rupanya. Pria itu berkata pada mak comblang: “Kamu telah
menipuku!!”. Wanita itu menjawab: “Demi Allah, saya tidak menipumu, saya 
katakan  bahwa dia seperti pohon bunga narsis karena rambutnya putih,
wajahnya kuning, dan betisnya hijau…
        * Abu Hanifah berkata: Seorang wanita pernah
menipuku, dia memberikan isyarat padaku kepada sebuah kantong yang jatuh di 
jalan, saya kira kantong itu miliknya, maka akupun mengambil dan
membawanya kepada wanita tersebut. Ternyata, setelah dekat, dia
mengatakan padaku: “Tolong ya, jaga kantong ini sampai pemiliknya
datang…[21]
________________________________
[1] Imam Ibnu Baz Durusun wa ‘Ibar Abdul Aziz as-Sadhan hal. 49.
[2] Imam Ibnu Baz Durusun wa ‘Ibar Abdul Aziz as-Sadhan hal. 49.
[3] Tahrirul Qowaid Ibnu Rojab 3/93.
[4] HR. Tirmidzi 108, 109, Ahmad 6/161, Syafi’i dalam al-Umm 1/31, Ibnu Majah 
608 dan ini lafazhnya, dan Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf 939, 940.
[5] Tuhfatul Maudud 166 oleh Ibnul Qayyim.
[6] HR. Abu Dawud 5271 dan lainnya, dishahihkan al-Albani dalam ash-Shahihah 
722.
[7] Ash-Shahihah 2/348.
[8] Pembatasan ini tidaklah dimaksud, bahkan semua yang dinamakan safar maka 
wanita dilarang kecuali bersama mahramnya. (Syarah Shahih Muslim 9/110).
[9] HR.Bukhari 1086, Muslim 1338.
[10] Audhohul Bayan fi Hukmi Safarin Niswan hal.44, oleh Samir az-Zuhairi.
[11] Lihat sejarah emansipasi secara bagus dalam buku Hirosatul Fadhilah karya 
Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid hlm. 139-178.
[12] Mu’jam Muallifin 1/505.
[13] Al-Ahkam Asy-Syar’iyyah li Dima’ Thobi’iyyah, DR. Abdullah bin Muhammad 
ath-Thoyyar hlm. 67.
[14] Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah 2/75 dengan sanad shohih.
[15] Ashlu Sifat Sholat Nabi al-Albani 3/1040.
[16] Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah: 2652.
[17] Lihat qosidah ini dalam Hayatul Hayawan al-Kubro ad-Damiri 1/2.
[18] Shahih. HR. Abu Zur’ah dalam Tarikh Dimsyaq 1/88 dan dishahihkan al-Albani 
dalam Ash-Shahihah: 605.
[19] QS. Al-Ahzab: 33.
[20] Diramu dari Majmu’ah As’ilah Tahummul Usroh Muslimah, Syaikh Muhammad bin 
Shalih al-Utsaimin hlm. 9-10, dan tambahan tarjih dari penulis.
[21] Kisah-kisah ini dibawakan oleh al-Hafizh Ibnul Jauzi dalam Akhbar Zhirof 
wal Mutamajinin hlm. 154, 157, 160.
Related posts:
        1. 10 FAIDAH TENTANG ILMU
        2. POLEMIK PRESIDEN WANITA
        3. Wanita di Saudi Arabia
        4. Mencatat Faidah: Tips Mudah dalam Mengumpulkan Banyak Ilmu
        5. 10 FAEDAH TENTANG BID’AH

Kirim email ke