KEINDAHAN ASMA-UL HUSNA

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A
http://almanhaj.or.id/content/3670/slash/0/keindahan-asmaul-husna/

Berbicara tentang keindahan Asmâ-ul Husnâ (nama-nama Allâh Subhanahu wa
Ta’ala yang maha indah) berarti membicarakan suatu kemahaindahan yang
sempurna dan di atas semua keindahan yang mampu digambarkan dan terbetik
oleh akal pikiran manusia.

Betapa tidak, Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah dzat maha indah dan sempurna
dalam semua nama dan sifat-Nya, yang karena kemahaindahan dan
kemahasempurnaan inilah maka tidak ada seorang makhluk pun yang mampu
membatasi pujian dan sanjungan yang pantas bagi kemuliaan-Nya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sebuah
doa beliau yang terkenal:

لا أُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَما أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Aku tidak mampu menghitung/membatasi pujian/sanjungan terhadap-Mu, Engkau
adalah sebagaimana (pujian dan sanjungan) yang Engkau peruntukkan bagi
diri-Mu[1]

Maka, sebagaimana kesempurnaan sifat-sifat-Nya yang tidak terbatas,
demikian pula pujian dan sanjungan bagi-Nya pun tidak terbatas, karena
pujian dan sanjungan itu sesuai dengan dzat yang dipuji. Oleh karena itu,
semua pujian dan sanjungan yang ditujukan kepada-Nya bagaimanapun
banyaknya, panjang lafazhnya dan disampaikan dengan penuh kesungguhan, maka
kemuliaan Allâh Jalla Jalaluhu lebih agung (dari pujian dan sanjungan
tersebut), kekuasaan-Nya lebih mulia, sifat-sifat kesempurnaan-Nya lebih
besar dan banyak, serta karunia dan kebaikan-Nya (kepada makhluk-Nya) lebih
luas dan sempurna[2] .

Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan dalam al-Qur`ân bahwa tidak ada
satu makhluk pun di dunia ini yang mampu membatasi dan menuliskan dengan
tuntas semua bentuk keagungan dan keindahan nama-nama dan sifat-sifat-Nya,
bagaimanapun besar dan luasnya makhluk tersebut. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ
قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
(pula) [al-Kahfi/18:109]

Dalam ayat lain, Allâh Jalla Jalaluhu juga berfirman:

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ
مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ ۗ إِنَّ
اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana [Luqmân/31:27]

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “(Dalam ayat ini), Allâh Subhanahu
wa Ta’ala memberitakan tentang keagungan, kebesaran dan kemuliaan-Nya,
serta nama-nama-Nya yang maha indah, sifat-sifat-Nya yang maha tinggi dan
kalimat-kalimat-Nya yang maha sempurna, yang tidak mampu diliputi oleh
siapapun (dari makhluk-Nya), serta tidak ada seorang pun yang mengetahui
hakekat dan mampu membatasi (menghitung)nya, sebagaimana disebutkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam…Kemudian Ibnu Katsîr rahimahullah
menyebutkan hadits di atas…Arti ayat ini adalah seandainya semua pohon
(yang ada di) bumi dijadikan pena dan lautan (di bumi) dijadikan tinta dan
ditambahkan lagi tujuh lautan (yang seperti itu) bersamanya, untuk
menuliskan kalimat-kalimat Allâh Azza wa Jalla yang menunjukkan keagungan
dan kemuliaan-Nya, serta (kesempurnaan) sifat-sifat-Nya, maka (niscaya)
akan hancur pena-pena tersebut dan habis air lautan (tinta) tersebut
(sedangkan kalimat-kalimat keagungan dan kemuliaan-Nya tidak akan
habis)”[3] .

ARTI KEMAHAINDAHAN DALAM ASMA-UL HUSNA
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ
يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Hanya milik Allâh-lah asmâ-ul husnâ (nama-nama yang maha indah), maka
berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut dan memahami)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka lakukan [al-A’râf/7:180]

Pengertian al-Husnâ (maha indah) dalam ayat ini adalah yang
kemahaindahannya mencapai puncak kesempurnaan, karena nama-nama tersebut
mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada padanya celaan
(kekurangan) sedikit pun dari semua sisi [4] .

Misalnya, nama Allâh Subhanahu wa Ta’ala “al-Hayyu” (Yang Maha Hidup), nama
ini mengandung sifat kesempurnaan hidup yang tidak berpermulaan dan tidak
akan berakhir. Sifat hidup yang sempurna ini mengandung konsekwensi
kesempurnaan sifat-sifat lainnya, seperti al-‘ilmu (maha mengetahui),
al-qudrah (maha kuasa/mampu), as-sam’u (maha mendengar) dan al-basharu
(maha melihat).

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allâh Yang Maha Hidup (Kekal) dan tidak akan mati
[al-Furqân/25:58]

Demikian pula nama Allâh Jalla Jalaluhu “al-‘Alîmu” (Yang Maha Mengetahui),
nama ini mengandung sifat kesempurnaan ilmu (pengetahuan) yang tidak
didahului dengan kebodohan dan tidak akan diliputi kelupaan sedikit pun,
sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ ۖ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى

Musa berkata: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku di dalam sebuah
kitab, Rabbku (Allâh) tidak akan salah dan tidak (pula) lupa” [Thâhâ/20:52]

Pengetahuan-Nya maha luas dan meliputi segala sesuatu secara garis besar
maupun terperinci, sebagaimana firman-Nya:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا
وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي
كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allâh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) [al-An’âm/6:59]

Juga nama-Nya “ar-Rahmân” (Yang Maha Penyayang), nama ini mengandung sifat
rahmat (kasih sayang) yang maha luas dan sempurna, sebagaimana yang
digambarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda
beliau: “Sungguh Allâh lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada
seorang ibu terhadap anak bayinya”[5][6] .

SEGI-SEGI KEMAHAINDAHAN ASAMA-UL HUSNA
Dîbawakan keterangan beliau di sini beserta keterangan tambahan dari para
ulama lainnya.

1. Termasuk segi yang menunjukkan kemahaindahan Asmâul Husnâ adalah karena
semuanya mengandung pujian bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada satu
pun dari nama-nama tersebut yang tidak mengandung pujian dan sanjungan
bagi-Nya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguhnya nama-nama Allâh Azza
wa Jalla seluruhnya maha indah, tidak ada sama sekali satu nama pun yang
tidak (menunjukkan) kemahaindahan. Telah berlalu penjelasan bahwa di antara
nama-nama-Nya ada yang dimutlakkan (ditetapkan) bagi-Nya ditinjau dari
perbuatan-Nya, seperti ‘al-Khâliq’ (Maha Pencipta), ‘ar-Razzâq’ (Maha
Pemberi rezki), ‘al-Muhyî’ (Maha menghidupkan) dan ‘al-Mumît’ (Maha
Mematikan), ini menunjukkan bahwa semua perbuatan-Nya adalah kebaikan
semata-mata dan tidak ada keburukan sama sekali padanya…”[7] .

2. Termasuk segi yang menunjukkan kemahaindahan Asmâul Husnâ adalah karena
semua nama tersebut bukanlah sekedar nama semata, tapi juga mengandung
sifat-sifat kesempurnaan bagi Allâh Jalla Jalaluhu. Maka nama-nama tersebut
semuanya menunjukkan dzat Allâh Subhanahu wa Ta’ala, dan masing-masing
mengandung sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya[8] .

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguhnya nama-nama Allâh Azza
wa Jalla yang maha indah adalah a’lâm (nama-nama yang menunjukkan dzat
Allâh Subhanahu wa Ta’ala) dan (sekaligus) aushâf (sifat-sifat kesempurnaan
bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang dikandung nama-nama tersebut).
Sifat-Nya tidak bertentangan dengan nama-Nya, berbeda dengan sifat
makhluk-Nya yang (kebanyakan) bertentangan dengan nama mereka…”[9] .

3. Termasuk segi yang menunjukkan kemahaindahan Asmâul Husnâ , semua nama
tersebut menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan dan semua sifat itu pada dzat
Allâh Azza wa Jalla merupakan sifat paling sempurna, paling luas dan paling
agung.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ ۖ وَلِلَّهِ
الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat
yang buruk; dan Allâh mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [an-Nahl/16:60]

Artinya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mempunyai sifat kesempurnaan yang mutlak
(tidak terbatas) dari semua segi[10] .

4. Termasuk segi yang menunjukkan kemahaindahan Asmâul Husnâ adalah karena
Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berdoa
kepada-Nya dengan nama-nama tersebut dan itu merupakan sarana utama untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencintai
nama-nama-Nya, dan Dia k mencintai orang yang mencintai nama-nama tersebut,
serta orang yang menghafalnya, mendalami kandungan maknanya dan beribadah
kepada-Nya dengan konsekwensi yang dikandung nama-nama tersebut.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Hanya milik Allah-lah Asmâul Husnâ (nama-nama yang maha indah), maka
berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu [al-A’râf/7:180]

Yang dimaksud dengan berdoa dalam ayat ini adalah mencakup dua jenis doa,
yaitu doa permintaan dan permohonan, serta doa ibadah dan sanjungan [11] .

Pengertian doa permohonan (du’âut thalab) adalah berdoa dengan menyebutkan
nama Allâh Jalla Jalaluhu yang sesuai dengan permintaan yang kita sampaikan
kepada-Nya. Contohnya, kita berdoa: “Ya Allâh, ampunilah dosa-dosaku dan
rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau adalah al-Ghafûr (Maha Pengampun) dan
ar-Rahîm (Maha Penyayang)”; “Ya Allâh, terimalah taubatku, sesungguhnya
Engkau adalah at-Tawwâb (Maha Penerima taubat)”. “Ya Allâh, limpahkanlah
rezeki yang halal kepadaku, sesungguhnya Engkau adalah ar-Razzâq (Maha
Pemberi rezki)”.

Adapun doa ibadah adalah dengan kita beribadah kepada Allâh Subhanahu wa
Ta’ala sesuai dengan kandungan nama-nama-Nya yang maha indah. Konkretnya,
kita bertaubat kepada-Nya karena kita mengetahui bahwa Allâh Azza wa Jalla
adalah at-Tawwâb (Maha Penerima taubat), kita berdzikir kepada-Nya dengan
lisan kita karena kita mengetahui bahwa Allâh Azza wa Jalla adalah as-Samî’
(Maha Mendengar), kita melakukan amal shaleh dengan anggota badan kita
karena mengetahui bahwa Allâh Azza wa Jalla adalah al-Bashîr (Maha
Melihat), dan demikian seterusnya[12] .

PENUTUP
Demikianlah penjelasan singkat tentang keindahan Asmâul Husnâ, dan tentu
saja hakikat keindahannya jauh di atas apa yang mampu digambarkan oleh
manusia.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum Muslimin untuk membantu mereka
memahami keindahan dan kesempurnaan nama-nama dan sifat-sifat Allâh
Subhanahu wa Ta’ala, yang dengan itulah mereka bisa mewujudkan peribadahan
kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, karena landasan utama ibadah, yaitu
kecintaan kepada-Nya, dan tidak akan bisa dicapai kecuali dengan mengenal
nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan baik dan benar.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allâh
Azza wa Jalla dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya,
maka dia pasti akan mencintai-Nya”[13] .

Akhirnya, kami tutup tulisan ini dengan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla
dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha
sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk dan
taufik-Nya untuk memahami dan mengamalkan kandungan dari sifat-sifat
kesempurnaan-Nya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIV/1431H/2011. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim no. 486
[2]. Keterangan Imam Nawawi t dalam Syarhu Shahîhi Muslim 4/204
[3]. Tafsir Ibnu Katsir 3/596
[4]. Lihat al-Qawâ’idul Mutslâ hlm. 21
[5]. HR. al-Bukhâri no.5653 dan Muslim no.2754
[6]. Lihat al-Qawâ’idul Mutslâ hlm. 21-22
[7]. Badâ-i’ul Fawâ-id 1/171
[8]. Lihat al-Qawâ’idul Mutslâ hlm. 24
[9]. Badâ-i’ul Fawâ-id 1/170
[10]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/756
[11]. Lihat Badâ-i’ul Fawâid 1/172 dan Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 180
[12]. Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 180 dan al-Qawâ‘idul Mutslâ hlm.
17-18
[13]. Madârijus Sâlikîn 3/17

Kirim email ke