MUHASABAH DAN MUROQOBAH, JALAN MENUJU TAKWA

Oleh
Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi

http://almanhaj.or.id/content/3713/slash/0/muhasabah-dan-muroqobah-jalan-menuju-takwa/

Kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita
bertakwa kepada Allah Ta'ala. Barang siapa bertakwa kepada Allah Ta'ala, ia
akan terjaga dari siksa dan murka-Nya.

Allah memerintahkan manusia seluruhnya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan
dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [an-Nisâ`/4:1].

Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam. ['Ali Imran/3:102].

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ
وَالْمُنَافِقِينَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [al-Ahzab/33:1].

Takwa merupakan wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang pertama hingga
yang terakhir. Takwa merupakan faktor yang menjadikan manusia dapat
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang bertakwa,
maka Allah akan menjadikan bagi orang tersebut furqân. Sehingga ia akan
mampu membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Barang siapa yang
bertakwa, Allah akan memberikan baginya rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka. Orang yang bertakwa akan mendapatkan tempat yang aman di
akhirat. Sungguh ia berada di tempat yang mulia di sisi Allah Ta'ala.

Hakikat takwa, ialah kita mencari perisai yang bisa melindungi diri dari
adzab Allah. Yaitu dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan
menjauhi setiap larangan-Nya. Apabila mampu berbuat demikian, maka kita
akan menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. Untuk itu, semestinya kita
berhati-hati dalam bertindak, bersikap cermat dan berilmu tentang halal dan
haram.

'Umar bin Khaththab pernah bertanya kepada Abu Musa tentang hakikat takwa.
Abu Musa menjawab: ”Wahai Amirul-Mukminin, apa yang akan engkau lakukan
apabila engkau sedang berjalan di tempat yang penuh duri?”

Maka 'Umar menjawab: ”Aku akan melihat kepada kakiku. Sehingga aku bisa
mengetahui, apakah aku pijakkan di atas duri, ataukah di tempat yang aman”.

Inilah hakikat takwa, dengan selalu melihat setiap perbuatan kita, apakah
termasuk perbuatan yang diridhai Allah Ta'ala, ataukah sebaliknya? Apabila
termasuk perbuatan yang dibenci Allah, maka wajib bagi kita untuk
meninggalkannya. Jangan sampai Allah melihat kita berada dalam keadaan yang
tidak Dia sukai.

Oleh karena itu, marilah kita selalu berusaha agar berada dalam keadaan
yang diridhai-Nya. Allah senang apabila kita termasuk orang-orang yang
menjaga shalat, taat kepada aturan-Nya, berbakti kepada kedua orang tua,
dan tekun menuntut ilmu. Marilah kita berusaha untuk melakukannya.
Sekali-kali, janganlah kita meninggalkan kebaikan ini. Karena dengan inilah
Allah ridha kepada kita.

Marilah kita selalu berusaha untuk meniggalkan perbuatan yang dibenci Allah
Ta'ala. Jangan mendatangi kemaksiatan, tinggalkan perbuatan zina, mencuri,
dusta, ghibah dan namimah. Dan yang paling besar dari itu semua, yaitu
meninggalkan perbuatan syirik; suatu perbuatan dan pelaku kemaksiatan yang
paling dibenci oleh Allah Ta'ala. Karena Allah tidak ridha disekutukan.
Allah hanya ridha, apabila hamba-Nya beriman dan bertauhid kepada-Nya.
Maka, marilah kita menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertauhid kepada-Nya.

Allah sangat senang apabila kita menjadi orang-orang yang melaksanakan
sunnah-sunnah Nabi-Nya. Oleh karena itu, marilah kita jauhkan diri dari
perbuatan bid’ah, tinggalkan setiap larangan Allah. Adapun ketaatan
terhadap perintah-perintah-Nya akan menjadi penyebab kebahagiaan kita di
dunia dan akhirat. Allah berfirman:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ﴿١٣﴾وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam
surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka
benar-benar berada dalam neraka. [al-Infithâr/82:13-14].

Al-abrâr (orang yang suka berbuat kebaikan), ia akan selalu dalam
kenikmatan yang diberikan Allah di dunia maupun di akhirat. Adapun kaum
fajir (orang yang suka berbuat kejahatan), maka mereka akan selalu berada
dalam kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Ibnul-Qayyim berkata,”Barang siapa yang menyangka bahwa Allah akan
menyamakan antara orang-orang yang berbuat taat dengan orang-orang yang
suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya ia telah berprasangka buruk
terhadap Allah Ta'ala.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ
فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
shâlih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?
Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan
orang-orang yang berbuat maksiat? [Shâd/38:28].

Apakah Allah akan menyamakan kedudukan orang yang taat dengan ahlul
maksiat? Tentu tidak! Barang siapa beriman dan bertakwa, maka ia akan
mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan. Adapun orang-orang yang suka
bermaksiat, maka ia akan mendapatkan kesusahan dan kesempitan. Allah
berfirman.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ
وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا
ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat
dalam keadaan buta." Berkatalah ia: "Ya Rabbku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang
yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu
ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini
kamupun dilupakan." [Thâhâ/20:124-126].

Barang siapa yang berpaling dari dzikir dan ketaatan kepada Allah Ta'ala,
berpaling dari ilmu yang bermanfaat, maka ia seperti orang yang buta. Dan
ia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Waiyyadzu billah.

Adapun orang yang beriman kepada Allah, maka keadaannya sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
[an-Nahl/16:97].

Orang-orang yang taat akan dekat dengan Allah Ta'ala. Mereka akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagian salaf berkata:
"Sesungguhnya ada taman penuh kebahagiaan di dunia ini. Barang siapa yang
tidak memasukinya, maka ia tidak akan dapat memasuki surga yang ada di
akhirat”. Taman dimaksud, ialah kebahagiaan yang diperoleh dengan ketaatan
dan kedekatan dengan Allah Ta'ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يَكُونَ
اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبّ المَرْءَ
لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ
أنْ أنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ

”Ada tiga keadaan; barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan
manisnya iman. (Yaitu) apabila ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi
cintanya kepada siapapun selain keduanya, apabila ia mencintai manusia
tidak lain hanya karena Allah, apabila ia merasa benci untuk kembali kepada
kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana bencinya untuk
dicampakkan ke dalam api.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Demikianlah wasiat yang dapat kami sampaikan untuk diri kami pribadi dan
untuk saudara-saudara sekalian; takwa kepada Allah dan beramal shâlih.
Dengan keduanya, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kita memohon kepada Allah, semoga menjadikan kita semua termasuk dalam
golongan orang-orang yang bertakwa, dan menutup akhir hayat kita dengan
khusnul-khatimah.

Allah Ta'ala telah menyeru kita semua dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. [al-Hasyr/59:18].

Allah menunjukkan kepada kita dua perkara agung. Barang siapa melaksanakan
dua perkara ini, maka maka ia termasuk orang yang bertakwa.

Pertama, yaitu Muhasabah. Yakni, hendaklah setiap jiwa melihat apa yang
telah ia persiapkan untuk hari esok. Muhasabah sangat membantu seseorang
untuk bertakwa kepada Allah. Barang siapa melakukan muhasabah, maka ia akan
mengetahui ketaatan maupun kemaksiatan yang telah ia kerjakan. Sehingga,
apabila ia melakukan ketaatan, hendaklah diteruskan. Dan apabila melakukan
kemaksiatan, maka ia wajib untuk berhenti dan meninggalkannya.

Muhasabah juga sangat membantu seseorang untuk istiqamah di jalan Allah
Ta'ala. Sehingga para salaf berkata: ”Hisablah diri kalian sebelum kalian
dihisab oleh Allah Taala”. Barang siapa yang dihisab oleh Allah Taala,
sungguh ia akan mendapatkan siksa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : ”Barang siapa yang
dihisab oleh Allah, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya”.

Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengoreksi diri. Apabila kita
terjerumus ke dalam kesalahan, segeralah bertaubat kepada-Nya. Allah sangat
senang menerima taubat hamba-Nya. Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu
malam untuk menerima taubat manusia yang telah berbuat kesalahan di waktu
siang. Begitu pula Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu siang untuk
menerima taubat seseorang yang telah berbuat kesalahan di waktu malam.

Demikianlah, muhasabah merupakan perkara sangat penting. Oleh kerena itu,
para salaf selalu bermuhasabah terhadap diri mereka sebagaimana orang yang
terjun dalam perdagangan. Apakah ia mendapatkan keuntungan, atau justru
mengalami kerugian. Begitu pula kita, wahai hamba-hamba Allah. Marilah
koreksi diri masing-masing, bekal apa yang telah kita persiapkan untuk
menghadap Allah Ta'ala?

Suatu ketika, Sulaiman ibnu 'Abdil-Mâlik pernah bertanya kepada Abu Hasyim:
”Mengapa kita merasa benci terhadap kematian dan cinta terhadap dunia?”

Maka pertanyaan ini dijawab: ”Wahai Amirul-Mukminîn, hal ini karena kita
telah merusak akhirat kita dan memperbagus dunia kita. Tentulah seseorang
tidak akan senang untuk pindah dari rumah yang bagus ke rumah yang telah
rusak”.

Sungguh benar! Banyak di kalangan kita yang sibuk dengan dunia dan lalai
berbuat taat kepada Allah. Sehingga ia pun mengetahui, tidak ada bagian
sedikit pun untuk kehidupan akhirat. Dengan demikian, ia benci dan takut
terhadap kematian yang pasti akan mengantarkannya ke akhirat.

Adapun orang-orang yang cinta, taat dan selalu mengerjakan
perintah-perintah Allah, maka dia tidak takut terhadap kematian. Sehingga
tidak mengherankan, tatkala diseru untuk berperang, para salaf yang
mengatakan: ”Esok hari akan datang kematian yang kita cintai...,” hal ini
karena mereka selalu beramal shalih. Dengan amal shalih itu, mereka tidak
takut akan kematian dan hisab. Maka, jelaslah bagi kita, muhasabah
merupakan perkara penting yang sangat membantu seseorang untuk bertakwa
kepada Allah Ta'ala.

Perkara penting kedua, yang Allah tunjukkan kepada kita, yaitu muroqobah.
Yakni, sifat seseorang yang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah
Ta'ala. Sebagaimana firman Allah di akhir ayat .... innallaha khabirum bimâ
ta’malûn.

Tatkala seseorang merasa enggan berbuat taat, maka iapun sadar bahwa Allah
melihatnya. Sehingga, ia pun akan kembali untuk segera berbuat taat kepada
Allah. Tatkala seseorang berhasrat melakukan kemaksiatan, maka ia sadar
bahwa Allah melihatnya. Sehingga ia pun akan berhenti dari keinginannya itu
dan segera kembali kepada jalan-Nya.

Demikianlah, muroqobah merupakan hal penting yang sangat membantu seseorang
untuk takwa kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, Rasulullah n pernah
berwasiat kepada Mu'adz bin Jabbal dengan sabdanya: ”Bertakwalah kepada
Allah dimana saja engkau berada ...”.

Marilah kita bertakwa kepada Allah setiap waktu dan di setiap tempat.
Ketahuilah, bahwasanya Allah selalu mengawasi setiap gerakan kita. Barang
siapa telah memiliki sifat ini, sungguh sangat membantu dirinya dalam
bertakwa kepada Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah Ta'ala, supaya
menjadikan kita orang-orang yang bertakwa kepada-Nya saat di keramaian
maupun tatkala sendiri. Allahu a’lam.

(Diringkas oleh Ustadz Abu Maryam, dari khutbah Jum’at Syaikh Dr. Muhammad
Bakhit al-Ujairi di Masjid Ma'had Imam Bukhâri, Solo, Jum’at, 8 Februari
2008)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Kirim email ke