Note: forwarded message attached.

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"Baptist Rider Community" group.
To post to this group, send email to b_r_c@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to [EMAIL PROTECTED]
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/b_r_c
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
--- Begin Message ---
Piring Kayu & Gelas Bambu


SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama
anaknya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucunya, Viva yang
baru berusia enam tahun. Keadaan lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya

senantiasa gemetar dan pandangannya semakin hari semakin buram.

Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam bersama.

Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati hidangan di meja makan. Dia
merasa amat canggung menggunakan sendok dan garpu. Selama ini dia gemar
bersila, tapi di rumah anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar

dirasakannya, sehingga seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya

dia merasa malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal
menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera makannyapun
hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman, pegangannya terlepas.

Praaaaaannnnngggggg!! Bertaburanlah serpihan gelas di lantai.


Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut serpihan gelas
itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut, mukanya masam. Viva merasa
kasihan melihat kakeknya, tapi dia hanya dapat melihat untuk kemudian
meneruskan makannya.

"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar ibunya berkata
pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk ke dalam kamar. Arwan hanya
membisu.

Sempat anak kecil itu memandang tajam ke dalam mata ayahnya.

Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja kecil yang
rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di situlah ayahnya menikmati
hidangan sendirian, sedangkan anak menantunya makan di meja makan. Viva
juga dilarang apabila dia merengek ingin makan bersama kakeknya.

Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian.

Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan. Dia terkenang
arwah isterinya.

Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak kita
pada abang."

Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ. Setiap hari dia
dihardik karena menumpahkan sisa makanan. Dia diperlakukan seperti budak.

Pernah dia terpikir untuk lari dari situ, tetapi begitu dia teringat
cucunya, dia pun menahan diri. Dia tidak mau melukai hati cucunya.

Biarlah dia menahan diri dicaci dan dihina anak menantu.

Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan menggunakan piring
kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat dari bambu. Dia mencoba
mengingat-ingat, di manakah dia pernah melihat piring seperti itu. "Oh!

Ya..." bisiknya. Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya
dia melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan
piring yang sama!

"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis piring dan
mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.

Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali waktu makan,

tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila Viva memandang kakeknya
yang sedang menyuap makanan, kedua-duanya hanya berbalas senyum.


Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina terperanjat
melihat anak mereka sedang bermain dengan kepingan-kepingan kayu. Viva
seperti sedang membuat sesuatu. Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya.
"Sedang membuat apa sayang? Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata
Arwan menegur manja anaknya.

Dia sedikit heran bagaimana anaknya dapat mengeluarkan peralatan itu,
padahal ia menyimpannya di dalam gudang.


"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu. Bila Viva besar
nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah ke pasar beli piring seperti
untuk Kakek," kata Viva.

Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan Rina terusik.

Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva menusuk seluruh jantung,
terasa seperti diiiris pisau. Mereka tersentak, selama ini mereka telah
berbuat salah !

Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi yang tumpah tidak

dihiraukan lagi. Viva beberapa kali memandang ibunya, kemudian ayah dan

terakhir wajah kakeknya. Dia

tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk bersebelahan lagi
dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua itu juga tidak tahu kenapa anak
menantunya tiba-tiba berubah.


"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata Viva pada ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya mengangguk, tetapi dadanya masih terasa sesak.


MORAL OF THE STORY - Hargailah kasih sayang kedua orang tua kita.

Bapak Ibu kita hanya satu, setelah meninggal tidak akan ada pengganti.

Jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hidup !
 
 
Yolanda





Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

--- End Message ---

Kirim email ke