Halo Bu Dayu, sudah lama kita nggak mendengar dan membaca ide serta pemikiran2 Ibu. Tapi kesunyian itu ternyata bukan diam sama sekali, bahkan banyak hal yang Ibu suarakan di Jakarta untuk perjuangan/memperjuangkan Bali. Mudah2 an suara-suara Ibu dan Bapak2 di Jakarta mendapatkan perhatian dari para pengambil keputusan.

Saya setuju sekali dengan apa yang Ibu sampaikan, bahwa soal proyek geothermal bedugul hendaknya jangan membuat kita sesama orang Bali berantem sendiri. Tentu saja setiap person/kelompok orang Bali punya pandangan masing-masing soal perlu tidaknya proyek tsb. Kita harus saling menghargai setiap pendapat, boleh berargumentasi namun tetap dengan kepala dingin.

Sekarang ini saja kita akan dihadapkan dengan persoalan "sulit". Yaitu, disatu pihak Gubernur Bali dan DPRD Bali sudah menyatakan menolak proyek geothermal, berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, dan tetapi baru-baru ini Menteri ESDM menyampaikan bahwa proyek geothermal bedugul harus jalan terus, karena pemerintah sudah terikat dengan perjanjian yang telah dibuat beberapa tahun lalu dengan investor. Dalam perjanjian tsb tentu ada klausul-klausul sanksi yang dibebankan pemerintah bila pemerintah membatalkan secara sepihak proyek tsb. Perjanijian ini tentu warisan dari pemerintahan lalu/orde baru (?) yang saat/masa itu tidak pernah memikirkan kemungkinan penolakan dari masyarakat bawah, karena biasanya memang demikian saat itu, bersifat otoriter lah. Jaman berubah, ketika masyarakat berani menyatakan penolakannya, seperti beberapa contoh belakangan ini :PLTGU Pemaron, Geothermal Bedugul, maka pemerintah akhirnya terjebak dalam situasi dilematis.

Persoalan barangkali akan muncul ketika akhirnya pemerintah pusat memaksakan meneruskan proyek geothermal bedugul ini. Akan adakah perlawanan dari masyarakat Bali ? Jika ada, tentu hal ini membutuhkan energi mengelolanya. Nah barangkali tugas Ibu yang akan berat, juga berbagai tokoh dan elemen masyarakat Bali. Konflik ini harus dikelola agar tidak merugikan Bali sendiri. Seperti ketika kita menyaksikan jiwa besar kelompok masyarakat wisata Lovina yang dengan lapang dada menerima keputusan pemerintaah dan Bupatinya untuk terus membangun PLTGU Pemaron.

Persoalan penyediaan energi/listrik di Bali terus muncul karena keberadaan Bali yang unik, penghasil terbesar devisa untuk Indonesia, tetapi merupakan pulau kecil yang harus dijaga keasrian lingkungannya. Selain karena sudah memiliki filosofi Tri Hita Karana, juga karena Bali sebagai tujuan wisata membutuhkan lingkungan yang tetap terjaga.

Saya ingin mengusulkan agar persoalan energi/listrik Bali ini menjadi pemikiran kita bersama, apakah perlu lembaga khusus untuk mengkajinya ? Mari kita fikirkan. Mungkin Bu Dayu dan teman-teman lainnya bisa memberikan saran.

salam
gde wisnaya

On 11/11/05, suabali <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Gede dan teman milis yang tercinta,

Cerita Gede tentang John Perkins dan bagaimana dia dikirim oleh negaranya,
memata2i dan kemudian membangun sebuah konstruksi ekonomi di Indonesia.
Seharusnya walaupun agak terlambat  hal tsb menjadi konsumsi Krama Bali
pula, baik dari kelompok strategis maupun kalau mungkin dalam kehidupan
warga sehari-hari. jadi kalau harus menolak Proyek Geothermal Badugul, kita
tidak perlu banyak berantem lagi karena setiap krama atau semeton Bali sudah
pada tahu kenapa, apa, dan bagaimananya.
Dalam rapat kerja dengan kementrian Energi, saya selaku anggota DPD
menyampaikan keberatan saya kepada mentri tentang kelanjutan proyekk
Bedugul, dan meminta dia agar menarik campur tangannya. Saksi yang mendengar
adalah direktur marketing kementrian energi yang kebetulan adalah adiknya
Ibu Suryani tokoh perempuan Bali. Pada Rapat kerja yang lain dengan KAPOLRI
Sutanto, saya meminta agar dia berlagu adil dan bijak dalam memberantas
tajen, sementara kasino dibiarkan sasja. Saya sebutkan bahwa tajen
mengandung muatan ekonomi kecil yang sarat dan itu sekarang lumpuh. Jawaban
ada pada laporan kompas hari berikutnya, walaupun jawaban sangat sumbang.
Jadi seperti saya sampaikan, mari kita berbuat pada ruang kita masing2,
sekecil apapun, asal konsistens masuk akal, dan jujur. Kalau kita berbicara
tentang Bali yang tidak gonjang- ganjing ( istilah pengganti untuk kata
AJEG), mari kita kenali prioritas permasalahannya ,misalnya skalanya,
issunya, kontekstualnya dll dan kemudian tuntaskan jika kekuatan ada.
Bila mungkin setiap krama memiliki issu2 yang dikelola, sesuai kapasitas,
asalkan mengacu pada tercapainya KETENANGAN BALI misalnya, sekecil apapun
dia.
Maaf ini sekedar anjuran serta informasi untuk semeton yang ingintahu apa
yang saya lakukan di Jakarta dalam tingkatan DPD  Saya juga bersurat, dan
berbicara pada gub Bali Ketua DPRD Bali, KOMISI Lingkungan DPRRI, serta
bergerak dibawah memberikan pengertian pada masyarakat bawah tentang apa itu
Proyek Geothermal Bedugul, baik serta buruknya. Adu agumentasi dengan
semeton Bali yang pro Geothermal juga terjadi, tanpa kekerasan. Konsistensi
gerakan itu sangat penting.
Bagaimana kalau kita mengundangkelompok pewaris pemikiran alm. Sesepuh
Ekonomi kerakyatan kita  dari UGM, untuk berbicara tentang dimensi '
ketertindasan ekonomi' yang sedang kita derita di Bali dan Indonesia,
kemudian mencari 'benang merah' antara hubungan aktifitas makro dan perilaku
konflik yang terjadi di desa tampak siring baru-baru ini. Kalau ada yang
setuju mari bergabung.
Dayu Mas
----- Original Message -----
From: "Gde Wisnaya Wisna" <[EMAIL PROTECTED]>
To: < bali@lp3b.or.id>
Sent: Friday, October 21, 2005 9:36 PM
Subject: [bali] confession of hit economic men


selamat baca:

INDONESIA DIJERAT UTANG UNTUK DIJAJAH
Penuturuan John Perkins
Oleh Kwik Kian Gie

Beberapa hari terakhir beredar dokumen 5 halaman yang berjudul "Transkrip
wawancara dengan John Perkins mantan anggota "perusak ekonomi" (Econominc
Hit Men)" yang diterjemahkan oleh Setyo Budiantoro dari wawancara John
Perkins dengan kantor berita Democracy Now (Amerika).
http://www.democracynow.org/article.pl?sid=04/11/09/1526251

Dua hari yang lalu saya membeli buku yang ditulis John Perkins dengan judul
"Confessions of an Economic Hit Man". Buku ini diterbitkan di tahun 2004
oleh Berret-Koehler Publishers, Inc. San Francisco.
Saya baru membaca sampai halaman 70 dari buku setebal 225 halaman. Tanpa
komentar apapun, dalam tulisan ini saya kemukakan paragraf-paragraf yang
sangat relevan buat
Indonesia, yang tentunya saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara
bebas.

Di halaman ix dikatakan: "buku ini saya dedikasikan kepada dua orang
presiden dari dua negara yang pernah menjadi client saya dan yang sangat
saya hormati dan yang selalu saya kenang dalam semangat persaudaraan, yaitu
Jaime Roldós, presiden Ecuador, dan Omar Torrijos, presiden Panama.
Kedua-duanya baru meninggal dunia dalam tabrakan (crash) yang sangat
mengerikan.
Kematian mereka bukan kecelakaan. Mereka dibunuh karena mereka menentang
'persaudaraan' (fraternity) dengan para pimpinan dari dunia korporasi,
pemerintah dan perbankan yang tujuannya membentuk kerajaan (empire) dunia.
Kami (EHMs - singkatan dari Economic Hit Man)gagal membawa Roldós dan
Torrijos mengikuti perintah-perintah (to get them around) sang penguasa, dan
hit men jenis lain, yaitu para penjagal CIA yang selalu di belakang kami
mengambil alih (stepped in).

"Saya selalu berhasil diyakinkan tidak menulis buku ini. Selama d ua puluh
tahun terakhir saya mulai menulis buku ini empat kali. Setiap kali saya
didorong untuk menulis oleh kejadian-kejadian yang penting, yaitu invasi
oleh Amerika Serikat ke Panama di tahun 1989, Perang Teluk yang pertama,
Somalia, dan bangkitnya Osama bin Laden."

"Di tahun 2003, presiden dari sebuah perusahaan penerbit besar menolak
menerbitkan buku saya ini, karena dia tidak dapat menanggung (afford) amarah
dan penentangan oleh markas-markas besar organisasi-organisasi dunia. Dia
menganjurkan saya untuk membuatnya seolah-olah fiktif, seperti gayanya John
le CarrEatau Graham Greene."

Di halaman x: "Apa yang akhirnya membuat saya menyingkirkan ancaman dan
sogokan supaya tidak menulis?", yang dijawabnya sendiri: "jawab yang singkat
adalah anak tunggal saya, Jessica, yang sudah lulus universitas dan
mempunyai kehidupannya sendiri.
Setelah membicarakan rencana saya menerbitkan buku ini beserta
ancaman-ancamannya, Jess ica mengatakan : "Jangan khawatir ayah, kalau
mereka
membunuhmu (get you), saya akan melanjutkannya dari yang engkau tinggalkan.
Kami perlu melakukannya untuk cucu-cucumu yang saya harap suatu hari akan
saya berikan kepadamu."

Di halaman 12: "Saya hanya mengetahui bahwa penugasan sebenarnya yang
pertama buat saya adalah Indonesia, dan saya akan menjadi bagian dari dua
belas orang yang dikirimkan untuk membuat sebuah rencana strategi energi (to
create a master energy plan) untuk pulau
Jawa."

"Saya tahu bahwa dari saya diharapkan menghasilkan sebuah model ekonometrik
untuk Indonesia dan Jawa, dan saya memutuskan bahwa saya juga bisa mulai
membuatnya untuk Kuwait."

"Saya menemukan bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang dikehendaki oleh sang analis untuk memperkuat
kesimpulan-kesimpulan yang direkayasanya."

Di halaman 14 Perkins menceriterakan bahwa dia dipersiapkan oleh Claudine
Martin untuk menjadi EHM. Claudine antara lain mengatakan: "Engkau tidak
sendirian, kita adalah sekelompok kecil manusia dalam bisnis yang kotor (a
rare breed in a dirty business."

Di halaman 13: "Claudine mengatakan bahwa saya mempunyai dua tujuan penting.
Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional
yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui MAIN dan
perusahaan-perusahaan Amerika lainnya
(seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek
enjenering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk
membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut
(tentunya setelah mereka membayar MAIN dan kontraktor Amerika lainnya),
sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram (beholden) oleh para
kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan
menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki
(favors) seperti pangakalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses
pada minyak dan sumber daya alam lainnya)."

"Faktor yang kritis dalam semua kasus adalah Produk Domestik Bruto.
Proyek-poyek yang berdampak pada PDB yang tertinggi harus dimenangkan.
Kalaupun hanya satu proyek yang menjadi pertimbangan, saya harus mampu
menunjukkan (demonstrate) bahwa pembangunannya akan menghasilkan GNP yang
superior."

Halaman 15 akhir dilanjutkan dihalaman 16 : "...tujuan membangun
proyek-proyek tersebut yalah menciptakan laba sangat besar untuk para
kontraktornya, dan membuat bahagia sekelompok kecil elit dari bangsa
penerima utang luar negeri, sambil memastikan ketergantungan keuangan yang
langgeng (long term), dan karena itu menciptakan kesetiaan politik dari
negara-negara target di dunia."

"Semakin besar jumlah utang luar negerinya semakin baik. Kenyataan bahwa
beban utang yang akan dikenakan pada negara-negara penerima utang akan
menyengsarakan (deprive) rakyatnya yang termiskin dalam bidang kesehatan,
pendidikan dan pelayanan sosial lainnya untuk berpuluh-pulih tahun lamanya
tidak perlu menjadi pertimbangan."

"Claudine dan saya mendiskusikan secara terbuka karakteristik dari GNP. GNP
akan meningkat walaupun hanya membuat kaya satu orang saja, misalnya satu
orang yang memenangkan pembangunan perusahaan uitility, walaupun mayoritas
dari rakyatnya disengsarakan oleh utang pemerintahnya. Dari segi statistik,
ini akan tercatat sebagai kemajuan ekonomi."

"Engkau harus menghasilkan prakiraan yang optimistis tentang ekonominya,
bagaimana akan berkembang seperti jamur setelah selesainya pembangunan
pembangkit-pembangkit listrik beserta jaringan-jaringan transmisinya."

Di halaman 17: "Saya mengingatkan Claudine bahwa Tim MAIN yang akan
dikirimkan ke Jawa termasuk sepuluh orang lainnya. Saya menanyakan apakah
mereka menerima t raining yang sama seperti yang saya peroleh darinya.
Claudine meyakinkan saya mereka tidak tahu apa-apa, sambil mengatakan
"mereka adalah para insinyur yang membuat design pembangkit listrik,
transmisi dan jaringan distribusinya beserta pelabuhan laut dan jalan-jalan
raya yang memawa bahan bakar minyaknya.
Prakiraanmu yang menentukan besarnya (magnitude) dari sistem yang mereka
rancang - dan besarnya utang. Jadi engkau adalah kuncinya."

Claudine mengatakan kepada saya: "Kami kelompok sangat kecil yang dibayar
sangat mahal untuk menipu (cheat) negara-negara di seluruh dunia dengan
jumlah uang milyardan dollar."

Di halaman 18: "Claudine menceriterakan bahwa sepanjang sejarah, empires
dibangun atas kekuatan militer atau ancaman oleh kekuatan militer. Tetapi
pada akhir perang dunia kedua, dengan bangkitnya Uni Sovyet, dan dengan
ancaman kehancuran oleh nuklir (nuclear holocaust), pendekatan militer
terlampau beresiko."

Di halaman 18 juga ditulis bahwa ketika Inggris minta bantuan Amerika
Serikat untuk menjatuhkan Mossadegh karena dia berani melawan BP (British
Petroleum), AS memutuskan mengirimkan cucunya Presiden Theodore Roosevelt
yang bernama Kermit Roosevelt untuk menjatuhkan Mossadegh tanpa pertumpahan
darah dan tanpa senjata. Dia melakukannya dengan biaya beberapa juta dollar
yang dipakainya untuk membiayai keonaran dan demonstrasi besar-besaran oleh
rakyat Iran melawan Mossadegh. Sebelumnya Mossadegh dipuja-puji sebagai
pembawa demokrasi untuk negaranya, dan majalah Time menobatkannya sebagai
man of the year.

Semakin lama semakin seru, terutama kedatangan John Perkins di Indonesia
yang berkantor di kantor PLN Bandung dan seterusnya. Tetapi kolom saya
habis. Bacalah sendiri bukunya.

--
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>




--
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED] >
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke