ini bagus.. komentar anggota BA tentang metode Shicida..., inget kan yang
saya ceritain beberapa hari lalu..?
ok, met baca..

----- Original Message -----
From: "Dini Mardiati" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Monday, June 10, 2002 11:37 PM
Subject: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?


Halo lagi ...

Terus terang saya jadi penasaran dengan metode Shicida. (Asyik juga
jadinya, terpancing cari informasi ... )

Dari referensi tsb, tampaknya metoda Shicida BUKAN untuk mengajar
membaca sejak kecil. Karena tujuannya adalah peningkatan memory - untuk
mengoptimalkan proses image dan kapasitas imajinatif. Jadi dengan
flashcard, anak dilatih mengingat dengan kecepatan tinggi. Diharapkan,
dengan segudang memori dikepala, anak menjadi kreatif.

Kalau ternyata anak jadi bisa baca sejak kecil, itu bonus. Tapi prinsip
metoda ini mengajarkan bagaimana agar mampu menghubung-hubungkan
(asosiasi) informasi dengan cepat dan imaging training.
NB : Sampai dimana pengaruhnya pada tiap orang ? perlu diingat, bahwa
kemampuan imaging sangat berkaitan dengan modal dasar (IQ) seseorang -
terbukti dalam pengalaman saya  menterapi klien,-  maksudnya, yang IQnya
rata-rata nggak akan bisa disulap jadi superior. Atau bila trainingnya
lewat hipnosis, bisa lebih baik? - cuma masalahnya, berarti harus
dihandle yang ahlinya.

Imaging baik maka kecerdasan emosional (EQ) baik ?

Tidak juga. Meskipun dalam metode Shicida diajarkan pula tekhnik
pelatihan pernafasan atau imaging - yang kadang digunakan pula dalam
terapi psikis, bukan berarti anak yang dilatih metode ini akan dengan
baik membaca situasi dan bereaksi emosional yang proporsional.
Memory, imaging, EQ, memang sama-sama terkait dengan otak kanan, tapi
bukan berarti sama.
EQ harus dilatih, diasah melalui contoh simulasi atau dongeng atau kisah
nabi dan feedback dari perbuatan riil anak. Anak yang dilatih tekhnik
pernafasan bisa jadi lebih mudah diarahkan untuk menggunakannya (secara
benar, tentunya) untuk merubah mood atau arah berpikirnya. Sekali lagi,
untuk ini perlu latihan, waktu dan kesabaran. Bukan instant.

Mbak Lilis Suryani tanggal 4 Juni lalu di milis ini juga sudah
meringkaskan artikel mengenai pengembangan EQ. (waktu itu judul email :
DSA di Depok)

Apakah berarti pendidikan a la tradisonal hanya melatih otak kiri ?

Sebenarnya tidak. Kuncinya adalah sikap dan ide dari guru dan ortu.
Kalau boleh, saya kutip pendapat salah satu peneliti kreativitas selama
20 lebih :
"The best way to encourage creativity in children is to foster
curiosity, encourage questions and provide challeges in everyday life" -
Chen Lung-an.

Kreativitas dapat diajarkan, bukan dalam ruang kelas, tapi dari
kehidupan, bagaimana membuka mata anak tehadap dunia, membantu mereka
melihat berbagai kemungkinan.
- inilah yang saya lihat dalam pola pendidikan balita dan dasar di
Jerman. Anak diajak ke musium, ke kantor polisi, laboratorium, dll.
Hanya saja pihak yang didatangi juga sudah siap dengan paket informasi
yang memungkinkan anak mencoba, mencari tau dan menemukan berbagai hal
menarik- sayangnya di kita belom jalan, ya ... Mereka juga dipancing
untuk berkreasi dengan bahan alam yang ada di sekitarnya, atau
memanfaatkan kotak atau kemasan bekas produk.

Satu lagi yang saya liat, prakarya anak benar-benar murni karya mereka,
bukan seperti di kita yang umumnya para ortu  heboh bila anak mereka
dapat tugas atau ortu yang menghias sepeda anak untuk lomba sepeda hias
waktu tujuhbelasan, .... "soalnya malu juga kan kalo bikinan anak jelek
....."

sekedar mengingatkan

Keprihatinan saya terhadap arah/trend pendidikan anak yang belakangan
ini seolah bertema "cetaklah anak super", bukanlah berarti tidak setuju
dengan tekhnik pendidikan baru. Tapi maaf, saya "mencium" ambisi ortu
yang bisa merusak anak. Kalau ditanya apa dasarnya, saya sulit
menerangkan. Mungkin ini juga salah satu bentuk imaging - karena
terbiasa menjadi observer.

Saya berharap balita yang pandai baca tulis pada akhirnya memang gemar
membaca (moga-moga bukan komik) dan terpancing untuk cari informasi dari
berbagai sumber - bukan sekedar disuapi.

Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Benar kan ? Tapi
sekali lagi saya menghimbau kepada rekan-rekan agar berhati-hati sebelum
bertindak. Cobalah untuk mencari tau essensi dari sesuatu yang baru
secara menyeluruh, jangan sebagian saja. Banyak bertanya pada yang
pakarnya (tapi hati-hati juga lho dengan muatan sponsor penyelenggara
acara!)

Bukankah segala sesuatu tergantung dari niat awalnya ? Cuma memang kita
harus bertanya lagi pada diri sendiri dan mencoba jujur. Tidak mudah lho
mencoba melihat sisi gelap diri kita.
Bila anda menggunakan metoda baru dengan niat membantu pengembangan
anak, lakukanlah. tapi ortu harus penuh toleransi dan apresiatif, jangan
sampai membunuh sense kreatifitas anak.
Ingatlah, usia balita masih pada tahapan konkret, jadi bila anak 1,5
tahun hanya tertarik pada onta saat dibacakan kisah nabi, _  adalah hal
yang sangat wajar.
Teruslah memberi stimulasi, terutama dari contoh riil sikap dan perilaku
kita - pada porsi yang wajar - karena itu memang tugas kita sebagai
ortu.

bisa lihat  http://www.sinorama.com.tw/en/1999/199903/803044eb.html







>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke