TAJUK RENCANA
        

Sabtu, 13 Agustus 2005
440_garis_atas.gif (100 bytes)
Bahasa Sunda di SMA

    --Lebih-lebih jika di sekolah tersebut ada siswa
yang berasal dari luar Jawa Barat yang berbeda bahasa
ibunya, pelajaran bahasa Sunda bisa dianggap sebagai
"kartu mati" yang bisa memupus semangat siswa.  

MULAI tahun ajaran baru ini ada rencana muatan lokal
bahasa Sunda akan menjadi pelajaran wajib di SMA yang
ada di Jawa Barat. Di tingkat SD dan SMP sendiri,
bahasa Sunda memang sudah menjadi pelajaran wajib dan
konsisten dipelajari siswa. Bahkan menjadi salah satu
persyaratan kelulusan. Tujuannya tak lain, sebagai
upaya memelihara dan mengembangkan warisan budaya yang
dinilai mulai luntur dan jika dibiarkan bakal
mengalami kepunahan.

Seperti yang sudah kita duga sebelumnya, mewajibkan
bahasa Sunda sebagai pelajaran yang wajib dipelajari
siswa, bakal memunculkan silang pendapat. Meski lebih
banyak sekolah dan pihak yang setuju atau setidaknya
menyatakan "tidak apa-apa" bahasa Sunda sebagai
pelajaran wajib di SMA, akan muncul penolakan dan
sikap keberatan dari sejumlah kalangan. Dari wacana
yang muncul sedikitnya kita menangkap ada tiga alasan
mengapa bahasa Sunda ditolak sebagai pelajaran wajib
SMA, apalagi sebagai pelajaran yang menentukan
kelulusan.

Pertama, bahasa Sunda dinilai relatif sulit
dipelajari. Kedua, SDM guru yang bisa memberikan
pelajaran bahasa Sunda secara "kaffah" masih sangat
kurang. Ketiga, karena alasan latar belakang sejarah
dan dinamika akulturasi sebagai dampak mobilitas
penduduk yang masuk ke Jawa Barat, ada daerah-daerah
yang memang sulit jika harus menjadikan bahasa Sunda
sebagai pelajaran wajib. Sebut saja misalnya wilayah
Cirebon yang berlatar belakang budaya dan bahasa ibu
yang berbeda dengan Sunda. Atau daerah-daerah
perbatasan yang masyarakat demikian plural seperti
Bekasi dan Depok.

Namun sebenarnya, semua alasan itu teramat relatif dan
mudah dipatahkan. Jika harus dibandingkan tingkat
kesulitan penguasaan, mungkin kita bisa memperdebatkan
sulit mana mempelajari bahasa Sunda yang relatif mudah
dipraktikkan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan bahasa Inggris yang benar-benar bahasa asing?
Dengan pertanyaan ini, sebenarnya kita sulit menemukan
batasan atau parameter yang bisa melegitimasi bahwa
bahasa Sunda lebih sulit daripada bahasa Indonesia
atau Inggris.

Persoalannya sebenarnya bukan terletak pada sulit atau
tidak sulit bahasa Sunda itu dipelajari siswa. Tingkat
kesulitan itu sangatlah relatif. Yang sebenarnya
terjadi dan menjadi alasan kuat mengapa ada beberapa
pihak yang menolak bahasa Sunda menjadi pelajaran
wajib adalah masalah orientasi dan kepentingan. Untuk
apa sebuah bahasa dikuasai? Mengacu pada realitas yang
ada, sungguh jelas perbedaan orientasi siswa terhadap
bahasa Sunda dan bahasa asing. Siswa dan para orang
tua lebih cenderung memprioritaskan pelajaran bahasa
Inggris karena orientasinya jelas, yakni menjadikan
bahasa itu sebagai alat atau medium meraih sesuatu
yang lebih tinggi.

Artinya, bahasa Inggris itu dipelajari karena memang
adanya dorongan kebutuhan. Tak heran, banyak siswa
yang tak cukup mendapatkan pelajaran bahasa Inggris
harus rela dan mati-matian belajar lagi melalui les
atau cara lain. Rasanya belum pernah ada guru atau
orang tua yang meminta agar pelajaran bahasa Inggris
dihilangkan dengan alasan terlalu sulit dipelajari dan
beban pelajaran yang ada sudah terlalu berat.

Hal ini sangat berbeda dengan bahasa Sunda. Bahasa
Sunda dimasukkan sebagai mata pelajaran karena
dorongan kekhawatiran bahasa tersebut mengalami
kepunahan. Akibatnya, ibarat pepatah "kerakap tumbuh
di batu, hidup segan mati tak mau". Bahasa Sunda
memang bisa eksis sebagai satu pelajaran yang harus
dikuasai para siswa. Namun, eksistensinya terasa
karena ada unsur paksaan sehingga secara psikologis
memunculkan persoalan tersendiri bagi siswa dan guru
di sekolah. Lebih-lebih jika di sekolah tersebut ada
siswa yang berasal dari luar Jawa Barat yang berbeda
bahasa ibunya, pelajaran bahasa Sunda bisa dianggap
sebagai "kartu mati" yang bisa memupus semangat siswa.

Pemerintah Daerah Jabar dan seluruh instansi terkait
memang sah-sah saja menerapkan pelajaran bahasa Sunda
di SMA-SMA. Dengan catatan, upaya itu harus dilakukan
hati-hati, cermat, dan tidak "menggebyah uyah" atau
memukul rata, melainkan disesuaikan dengan kondisi
daerah mengingat faktor sejarah dan keragaman penduduk
Jabar sendiri.

Persoalan bahasa dan budaya, sejatinya bukanlah
sekadar perlu tidaknya bahasa dan budaya itu
dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Dalam konteks
bahasa dan budaya Sunda, yang lebih pokok adalah
bagaimana menanamkan kesadaran kepada warga Sunda agar
bangga menjadi orang Sunda atau tinggal di tanah
Pasundan. Apa yang terjadi sekarang ini yang kian
pudarnya wibawa Ki Sunda, sangat mungkin, adalah
implikasi dari terjadinya krisis kepemimpinan di
antara para elite Sunda sendiri.***

Baktos,

Rahman, Wassenaar/NL

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hk96ou1/M=362329.6886307.7839373.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123922527/A=2894324/R=0/SIG=11hia266k/*http://www.youthnoise.com/page.php?page_id=1998";>1.2
 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke