Na kudu jualan naon atuh. Jualan kareta api, tiguling jeung tabrakan,
rugi. Jualan kapal ngapung, hayoh ragrag atawa teu daek ngapung, rugi.
Eh, jualan enteh oge, rugi keneh wae geuning. Padahal, Walanda mah
jualan enteh teh bisa nyieun Panoongan Bentang. (mh)

======
Merugi, PTPN VIII Banting Setir

BUMN perkebunan PTPN VIII selama ini dianggap "lokomotif" usaha teh
nasional yang diharapkan mampu mendongkrak usaha teh rakyat maupun
swasta. Namun karena kondisi yang terus memberatkan dari usaha teh,
membuat mereka pun kini harus berupaya keras mengatasinya.
SITUASI berlarut-larut kurang menggembirakan bagi usaha komoditas teh
di Jabar membuat banyak perusahaan perkebunan dan petani pekebun
nyaris putus asa. PTPN VIII pun berniat mengalihfungsikan sebagian
areal tanaman teh di Panglejar, Kec. Cikalong Wetan, Kab. Bandung
Barat, yang terbelah jalan tol, untuk dijadikan resor.* KODAR
SOLIHAT/"PR"

Kerugian usaha dari produksi teh, membuat PTPN VIII terindikasi mulai
"banting setir" untuk menggeluti usaha lain yang lebih mendatangkan
pemasukan. Sejumlah areal kebun teh di dataran rendah direncanakan
akan dikonversi ke komoditas lain yang menguntungkan, terutama kelapa
sawit, namun ada sebagian yang dialihfungsikan.

Rencana pembangunan resor di Kebun Panglejar, Kec. Cikalong Wetan,
Kab. Bandung Barat, merupakan yang tengah santer di lingkungan PTPN
VIII. Kabar beredar menyebutkan, seluas 1.600-an hektare dari total
3.200-an hektare areal Kebun Panglejar akan diubah menjadi resor
sarana wisata mirip Dunia Fantasi bekerja sama dengan Ciputra Grup.

Perlintasan jalan tol Cipularang tampaknya cukup menggiurkan bagi PTPN
VIII, untuk menangguk keuntungan dari para wisatawan yang melintas.
Sebagian areal kebun teh di Panglejar akan "disulap" menjadi areal
peristirahatan dan tempat wisata, yang menurut kalangan perusahaan
tersebut, akan mendatangkan pendapatan jauh lebih banyak dan cepat
ketimbang tetap mengusahakan tanaman teh.

Dirut PTPN VIII, Abdul Halik yang dikonfirmasi, membenarkan, namun ia
menepis kabar pengalihfungsian lahan Kebun Panglejar sampai sebesar
itu karena statusnya sebagai unit kebun tetap dipertahankan.

"Rencananya hanya memanfaatkan sebagian areal yang tanaman tehnya
terkena polusi efek jalan tol Cipularang. Ini membuat kami
serbaterjepit untuk terus mengusahakan tanaman teh pada areal yang
dekat jalan tol, apalagi dari biaya produksi dengan harga tak
berimbang lagi," katanya.

Menurut dia, PTPN VIII tetap akan mempertahankan Hak Guna Usaha (HGU)
Kebun Panglejar, walau sebagian arealnya akan dibuat resor. Soal
pengelolaan resor tersebut, akan dilakukan melalui pendirian anak
perusahaan berpatungan dengan investor.

Ketua SP-Bun PTPN VIII, Muchlis Mochtar, mengatakan, target
peningkatan laba 20 persen per tahunnya dari pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), membuat "kalangkabut" banyak kalangan di
sejumlah BUMN perkebunan. Pada akhirnya banyak BUMN perkebunan pun
memikirkan langkah cepat menghasilkan uang dengan memanfaatkan potensi
yang ada, sehingga berbisnis di luar usaha inti.

"Kami berharap, jika pembangunan resor di Kebun Panglejar jadi
dilakukan, pendapatannya dapat dikumpulkan untuk membeli unit
perkebunan swasta di Jabar. Ini setidaknya membuat PTPN VIII masih
dapat bertambah asetnya, walau sebagian lahan dialihfungsikan menjadi
sarana wisata," katanya.

Kendati demikian, diakui Muchlis, rencana pembangunan resor di Kebun
Panglejar "dihantui" terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)
terhadap sebagian karyawan kebun. Namun jika ini sampai terjadi,
kemungkinan terbesar terhadap mereka yang selama ini menjadi karyawan
musiman yang jumlahnya 50 persen dari 1.500-an karyawan Kebun
Panglejar.

Petani teh

Kendati rencana PTPN VIII tersebut sejak lebih setahun lalu, namun
cukup mengagetkan sejumlah pihak. Mereka tak mengira niat BUMN
perkebunan tersebut, karena sebelumnya gencar menyatakan akan
mempertahankan aset perkebunan dari alih fungsi.

Kebun Panglejar selama ini diketahui menjadi salah satu motor
penggerak usaha teh rakyat. Tak heran, banyak harapan digantungkan
kepada eksistensi pabrik teh di Kebun Panglejar, sebagai penyelamat
usaha teh rakyat yang kini menyedihkan.

Wakil Ketua Asosiasi Petani Teh (Apteh) Jabar, Endang Sofari,
mengatakan selama ini tak menduga adanya alih fungsi sebagian areal
Kebun Panglejar. Apalagi, selama ini pabrik teh Kebun Panglejar
menjadi salah satu andalan petani teh untuk menjual pucuk, dan
terbukti membuat harga pasarannya kini mencapai rekor di atas Rp
1.300,00/kg.

"Semoga saja, pada nantinya operasional pabrik teh di Kebun Panglejar
sepenuhnya dapat mengandalkan produksi pucuk teh rakyat. Ini sebagai
pengganti areal teh di Kebun Panglejar yang dialih fungsi untuk resor,
sehingga produksi teh hijau yang umumnya dihasilkan petani dapat
terjaga stabilitas harga," ujarnya. (Kodar S./"PR")***

http://pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/28/pengusahaan01.htm

Kirim email ke