Radio,Masyarakat Adat dan Dunia Luar

KBR68H

03-04-2008
  Kasepuhan Cipta Gelar dan radio
<http://download.omroep.nl/rnw/smac/cms/suku_badui_cipta_gelar_20080403_44_1kHz.mp3>

 *Kasepuhan Ciptagelar, Masyarakat Adat Banten Kidul yang berada di rimba
Gunung Halimun, Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Cisolok, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat; selama ini terisolasi dari dengan dunia luar. Ini
mendorong Pemimpin adat Ugi Sugriwa Rakasiwi, memutar otak bagaimana caranya
Ciptagelar dapat terhubung dengan dunia luar, dengan adat tetap dipegang.
Dia membuat pemancar Radio yang menjadi media komunikasi dari adat kepada
warga. Seperti apa radio di tengah adat istiadat kesepuhan Ciptagelar yang
masih dipegang kuat? Suasana kampung Ciptagelar *


*[image: Badui120.jpg]*Kampung Ciptagelar berjarak lebih dari 100 km dari
Kota Sukabumi, Jawa Barat. Ke sana orang hanya bisa dengan sepeda motor atau
mobil jeep yang sudah dirancang khusus untuk medan sulit. Itu pun belum
sampai ke tujuan, karena masih perlu disambung jalan kaki sejauh tiga
kilometer.

Di Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, warga
hidup dengan aturan adat yang sangat mereka patuhi. Misalnya dalam membuat
rumah, mereka memakai atap ijuk, bukan genteng. Seorang warga, Jayadi,
menuturkan.

*Taat adat
*Jayadi: "*Saur sepuh kapungkur, tiang cagak hateu salak. (*Di sini itu
tidak menggunakan tembok, kenteng, seng, disesuaikan dengan adat di sini,*
red.)*"

Warga adat Kampung Ciptagelar tidak mau hidup di bawah genteng yang terbuat
dari tanah. Bagi mereka hanya orang mati yang berada di bawah tanah. Menurut
Jayadi, anggota baris koboi atau penghubung warga adat dengan warga luar,
adat di Kampung Ciptagelar juga diatur cara menanam padi.

Jayadi*:* "*Carana melak pare, abahkan pupuhuna. Sacanna abah nyibakkeun sri
kabumi. Jadi Incu putu anu seueur iue teu kenging mayunan Abah Anom
pimpinannya(C*aranya nanam padi, Abahkan pimpinannya. Sebelum Abah
menebarkan sri (padi) ke bumi, jadi cucu-buyut yang banyak ini tidak boleh
mendahului Abah Anom. Sama-sama, baru diikuti, bagaimana pun Abah Anom
adalah sesepuhnya,*red.)*"

Yang disebut Abah adalah Ugi Sugriwa Rakasiwi, Ketua Adat Kampung
Ciptagelar. Warga Kampung Ciptagelar seperti Hendi Suryana menilai, Ugi
Sugriwa adalah pemimpin yang bisa membawa perubahan, mengeluarkan warganya
dari ketinggalan dengan dunia luar.

Hendi Suryana: "Luar biasa pemberdayaan terhadap masyarakat, pertanian.
Sangat Bijaksana. Di Banten kidul ini cuma satu saja. Masyarakatnya sangat
patuh"

*Membawa perubahan
*Berbagai upaya pemberdayaan warga adat dilakukan. Di antaranya melalui
radio.

Oyon Ruhyat, salah satu penyiar Radio Suara Ciptagelar, menyapa warga
kasepuhan adat Ciptagelar, di tengah hujan rintik, udara yang makin dingin
dan hari yang makin larut. Suaranya memecah kesunyian malam kampung
Kasepuhan Ciptagelar.

Di lantai dua, berukuran 4 X 3 meter, ruang siaran radio sangat sederhana,
namun rapi. Meja panjang satu meter berada di pojok kanan ruangan, di atas
meja sebuah mixer, mikrofon yang berdiri kokoh, tape, VCD dan sebuah
komputer menyala, siap dengan urutan lagu yang akan diputar. Sebelah kiri
ruang itu digelar selembar tikar, untuk warga yang ingin melihat siaran
Radio Suara Cipta gelar.

Menurut Oyon, radio ini disambut baik warga Kasepuhan Ciptagelar. Kendati
daya pancar sangat terbatas, siaran mereka dapat memberikan wawasan dan
informasi kepada warga.

Oyon Ruhyat: "Radio ini sangat banyak memberikan manfaatnya, selain
memutarkan lagu untuk hiburan warga, radio ini juga bisa memberikan
informasi kepada warga"

Oyon mengaku belajar siaran otodidak sejak radionya resmi menjadi radio
siaran swasta niaga, dua tahun lampau. Radio ini hanya mengudara dari pukul
18.00 WIB sampai pukul 01.00 dini hari.

*Untuk kepentingan warga
*Ujang Sukardi, salah satu pengelola Radio Suara Ciptagelar mengatakan,
radio ini merupakan alat komunikasi dengan dunia luar dan hiburan warga.
Saat ini daya pancarnya baru 20 watt, dengan jangkauan 10 Kilometer. Radio
ini bisa berdiri antara lain berkat bantuan warga luar Kasepuhan adat Banten
Kidul.

Ujang Sukardi: "Sebenarnya radio ini didirikan untuk kepentingan warga, yang
mendapat bantuan dari warga luar Kasepuhan Adat. Kekuatannya hanya 20 watt.
Untuk kepentingan komunikasi dan informasi dari kasepuhan untuk warga di
sekitar, yang sifatnya untuk media hiburan yang masih bersifat tradisi. Yang
mengedepankan adat istiadat"

Karena keterbatasan daya listrik, radio mengudara dengan waktu terbatas
pula. Menurut Ujang, radionya hanya mengudara malam hari, karena kalau siang
warga banyak yang berada di ladang.

Ujang Sukardi: "Karena keterbatasan listrik jadi siarannya hanya malam saja.
Karena listriknya bukan dari PLN tapi dari turbin. Warga di sini juga banyak
yang bertani sehingga kalau siang informasinya tidak akan sampai kepada
warga"

Warga sangat merasakan manfaat radio. Hendi Suyana, salah satu warga Adat di
kampung Cisalimar, mengaku sejak ada radio warga tidak pernah ketinggalan
informasi. Mulai dari kegiatan adat sampai hiburan lagu sunda.

Hendi Suyana: "Banyak gunanya selain komoditas hiburan, tapi juga untuk
informasi antara Kasepuhan Ciptagelar. Bagaimana langkah dan tindak lanjut
kedepan masalah adat"

*Awalnya iseng
*Ugi Sugriwa Rakasiwi atau lebih dikenal sebagai Abah Anom adalah penggagas
Radio Komunitas di Ciptagelar. Awalnya Ugi membiayai sendiri stasiun radio
itu. Sekitar tahun 2002 ia mencoba mengotak-atik alat komunikasi tersebut.
Berbekal ilmu yang di perolehnya di luar lingkungan adat dan dengan
menyembunyikan identitas sebagai anak pemimpin adat, Ugi berhasil membuat
sebuah radio. Biaya yang dikeluarkan pada waktu itu hanya sekitar Rp. 10
juta. Uang itu adalah tabungan uang saku saat dia sekolah.

Ugi Sugriwa: "Radio ini udah berjalan sekitar dua tahun, waktu sekolah dulu
iseng-iseng membuat pemancar mini, sekitar tahun 2002-2003. Baru tahun 2004
mendapatkan respon dari ayahnya untuk membuat pemancar yang lebih besar.
Lalu dibuat dan diresmikan pada tahun 2004 tepatnya tanggal 4 Mei 2004"

Ugi merasa komunikasi kesatuan adat Banten kidul sangat tertinggal. Belum
ada telefon, intercom apalagi internet. Jadi, Ugi terdorong menciptakan alat
komunikasi buat warganya.

Ugi Sugriwa: "Abah menciptakan media komunikasi buat warga adat kesatuan
Banten kidul buat pengumuman kegiatan-kegiatan adat di sini. Kalau ada
pemberitahuan bisa lebih cepat. Sebelumnya hanya melalui surat sehingga
terlambat. Dengan radio ini lebih cepat dan dapat segera direspon oleh
warga"

*Bermanfaat
*Untuk sementara ini, Ugi masih membatasi siaran radionya.

Ugi Sugriwa: "Radio ada batasan, berhubung warga yang menggarap ada kegiatan
juga. Kalau siang harus ke sawah, harus menanam padi. Sehingga siarannya
malam saja. Ada adat istiadat yang harus dijalankan, terpenuhi buat bekal
hidup juga. Karena kalau malam tidak ada kegiatan"

Kendati daya pancarnya baru 10 kilometer, namun manfaatnya sudah dapat
dirasakan warga kasepuhan adat Banten. Dukungan warga luar adat, demikian
Ugi, sangat membantu memperbaiki radio. Bantuan di antaranya datang dari
sebuah LSM Jepang.

Ugi Sugriwa: "Kebetulan ada bantuan dari IBKA, berupa computer dan mixer.
Dulu masih mengguanakan tape dan VCD, tidak ada iklan. Sekarang lebih modern
dan cepat"

Dukungan warga, membuat Ugi makin berniat mengembangkan radionya. Dia ingin
mendirikan radio serupa di kampung Cisalimar. Ugi ingin warganya dapat
membuka diri untuk mendapatkan informasi dari luar, tanpa meninggalkan adat
istiadatnya.

Ugi memang bercita-cita meneruskan perjuangan ayahnya mempertahankan
kasepuhan Adat Banten Kidul. Pemuda berusia 22 tahun ini sekarang menjadi
pengganti ayahnya yang meninggal awal November lalu. Meski masih muda, Ugi
sudah menjadi panutan di Kasepuhan Ciptagelar. Sejak pertengahan Desember
lalu, Ugi dinobatkan menjadi sesepuh girang atau pemimpin adat kasepuhan
Banten Kidul. Tugasnya memimpin warga adat yang tersebar di Banten, Bogor,
Sukabumi, luar jawa hingga luar negeri.

*Wisata budaya
*Kasepuhan Ciptagelar sekarang memperoleh perhatian serius DPRD Sukabumi,
untuk dikembangkan menjadi wisata budaya. Menurut anggota DPRD, Muhamad
Erol, saat ini dewan sedang menggodok aturan bagaimana mempertahankan
kasepuhan.

Muhamad Erol: "DPRD sedang berpikir harus ada tanah ulayat, tanah adat yang
harus diperdakan. Makanya saya lagi berjuang dengan kawan-kawan, jadi tidak
terganggu budaya-budaya yang bisa merusak adat itu sendiri"
 <http://www.ranesi.nl/articlesbytag?tag=pemancar+radio>

citation: http://www.ranesi.nl/tema/masyarakat/dunia_luar080403


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke