Jadikan Jawa Barat Provinsi Domba

Oleh Rochadi Tawaf

Keberanian Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan dengan
mendeklarasikan sebagai provinsi sejuta sapi, sebenarnya merupakan
tekad atas keprihatinan provinsi tersebut terhadap merosotnya populasi
ternak sapi. Hal itu disebabkan kedua provinsi ini dalam sejarah
persapian di Indonesia dikenal sebagai gudang ternak nasional. Upaya
ini sangat efektif dilakukan guna menyadarkan semua pihak, terutama
pemangku kepentingan peternakan untuk memperbaiki kinerjanya guna
membangun kembali peternakan di kawasan itu. Selanjutnya, bagaimana
dengan Jawa Barat?

Jawa Barat sebagai provinsi dengan populasi ternak domba terbesar
secara nasional tidak kurang dari empat juta ekor atau sekitar 49%
dari populasi ternak domba nasional sehingga pantas dinyatakan sebagai
provinsi domba. Apalagi, domba yang ada di Jawa Barat dikenal sebagai
plasma nutfah domba garut yang tidak dimiliki negara lain.

Menurut tim peneliti Unpad (2002), pada 1864 pemerintah Belanda mulai
memasukkan domba merino yang pemeliharaannya diserahkan pada K.F.
Holle. Tahun 1869 domba-domba tersebut dipindahkan ke Garut dan secara
bertahap dilakukan penyebaran ke beberapa penggemar domba, antara lain
kepada Bupati Limbangan (satu pasang) dan Van Nispen seekor pejantan
merino yang pada saat itu kebetulan memiliki seekor domba kaapstad,
serta disebarkan ke beberapa daerah lain, seperti ke Kabupaten
Sumedang, Kabupaten dan Kota Bandung, serta Kabupaten Garut.
Penyebaran tersebut merupakan cikal- bakal terbentuknya ras domba
priangan atau domba garut. Persilangan telah berlangsung secara
terus-menerus antara domba merino X domba lokal, domba merino X domba
lokal X domba kaapstad.

Dalam rangka menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi domba, ada
beberapa pendukung yang dapat dipertimbangkan. Pertama, perkembangan
peternakan di mana pun di muka bumi ini harus menyatu dengan budaya
masyarakatnya. Misalnya, di Barat dikenal budaya cowboy si gembala
sapi. Di Jawa Barat, budaya memelihara domba lebih dikukuhkan dan
dilestarikan oleh kelompok HPDKI sebagai pencinta dan penggemar domba
garut yang setiap minggu melakukan kegiatan kontes dan ketangkasan
domba berkeliling di setiap wilayah.

Dalam rangka menyelamatkan plasma nutfah domba garut di Jawa Barat
sebenarnya tidak terlalu sulit. Para peternak Domba yang terhimpun
dalam HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia) dan
perkumpulan lainnya merupakan modal dasar yang tidak ternilai. Karena
hanya melalui kelompok inilah domba garut tidak akan hilang dari bumi
Priangan. Artinya, keberadaan peternak domba HPDKI sebenarnya
merupakan dewa penyelamat bagi hilangnya plasma nutfah domba garut.

Selain itu, alangkah lebih baiknya sejarah perjalanan domba garut
lebih dikukuhkan dalam bentuk "museum terbuka" seperti terdapat di
beberapa negara. Hal ini diperlukan untuk memperkuat keberadaan domba
garut di Jawa Barat. Misalnya, pemerintah daerah berdasarkan suatu
kajian menetapkan di mana rumah bupati Limbangan? Di mana rumah van
Nispen saat dia mengembangkan ternak domba garut? Di lokasi itu,
pemerintah layaknya membangun museum terbuka tentang sejarah domba
garut yang berkembang hingga kini. Di lokasi itulah nantinya setiap
tahun harus dilakukan kontes dan ketangkasan ternak nasional sebagai
grand final event tahunan bagi kontes-kontes yang diselenggarakan di
daerah.

Kedua, unsur peneliti, baik yang berasal dari perguruan tinggi (Unpad
dan IPB) juga lembaga-lembaga penelitian milik departemen pertanian
dan provinsi Jawa Barat pun berada di Jawa Barat. Telah banyak
penelitian yang dilakukan untuk menunjang program ini. Untuk
mendapatkan pengakuan dunia, kiranya tidak berlebihan seluruh hasil
penelitian yang ada dapat dipublikasikan melalui seminar domba garut
internasional yang digagas masyarakat peternak domba garut Jawa Barat.

Ketiga, unsur potensi fisik dan pola konsumsi daging domba yang
relatif lebih rendah sementara produktivitasnya jauh lebih baik
daripada ternak ruminansia lainnya. Daya dukung fisik Jawa Barat sudah
sangat tidak diragukan lagi dengan keadaan alam yang demikian sangat
cocok bagi kehidupan domba garut. Namun demikian, untuk menjaga
kelestariannya, pemerintah harus menetapkan berbagai kebijakan tentang
perwilayahan bagi pengembangannya.

Dalam kaitannya dengan pola konsumsi daging domba harus dihilangkan
stigma bahwa daging domba mengandung kolesterol tinggi. Oleh karena
itu, kebiasaan mengonsumsi daging domba harus dilakukan sejak usia
dini.

Berdasarkan berbagai potensi tersebut, dalam penetapan Jawa Barat
sebagai provinsi domba selayaknya dilakukan melalui peraturan daerah
yang harus didukung lintas sektor yang ada di Jawa Barat. Sebenarnya,
program ini akan mampu menjawab keinginan Gubernur Ahmad Heryawan agar
Jabar dapat mengekspor domba, meningkatkan daya beli masyarakat, dan
meningkatkan sektor wisata ke Jawa Barat.***

Penulis, dosen Fakultas Peternakan Unpad, Ketua II PB ISPI.
cite: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=83409

Kirim email ke