Mumpung lagi mau memperingati Hari Pendidikan nasional 2 Mei 2007, nih ada sedikit curhat ttg pendidikan kita....
Semua sepakat bahwa 'education is the best investment that offers the best gain in future', pendidikan adalah investasi terbaik yang menawarkan masa depan terbaik. Strata sosial dan ekonomi sebuah keluarga bisa terangkat secara drastis manakala anggota keluarganya mampu menyelesaikan pendidikan universitas. Bahkan status kelas seseorang akan diakui sebagai kelas menengah ketika mulai duduk di bangku kuliah. Dalam substansi yang paling mendasar, sistem pendidikan terbaik adalah yang mampu memotivasi manusia untuk bertahan hidup dengan bersendikan pada moralitas/budi pekerti. Agama telah memberikan petunjuk praktis bagaimana melakukan aktifitas luhur itu; berbuat baik dan mencegah keburukan. Tujuannya, apabila manusia konsisten dengan aktifitas luhur itu; semua substansi rasa kebahagiaan yang menjadi energi positif dalam hidup; percaya diri, senang, tenggang rasa, konsisten, bersemangat, bahagia, jujur. Sistem Pendidikan yang gagal adalah yang tak mampu menanamkan motivasi bagi peserta didiknya. Ketika kekerasan, kecurangan, korupsi, dan semua jenis energi negatif menjadi ouput dari sebuah pendidikan, maka kita bisa menganggap bahwa proses pendidikan yang ditempuhnya mengalami ketidaksempurnaan, atau secara sarkasme dikatakan sebagai failure of education atau kegagalan. Sejatinya, pendidikan tak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat. Justru dari kemandirianlah manusia mampu mencapai level self esteem dan aktualisasi dirinya sebagaimana diungkapkan dalam teori Kebutuhan Maslow. Betapa banyak produk benalu dalam masyarakat, deretan manusia yang menjadi pengangguran sejati, menjadi beban dalam keluarganya, dan buruknya, mengarah ke rawan kriminalitas. Pendidikan tak boleh menghasilkan masyarakat penghayal, hanya memimpikan kehidupan mewah bak sinetron, menghasilkan pseudo community, masyarakat pura-yang menjadikan kehidupan pribadi bak panggung sandiwara, memarginalkan peran lembaga pernikahan dengan gemar kawin cerai, atau hanya berharap datangnya superhero yang kemunculannya mampu mengatasi segala kesulitan hidup, tanpa perlu mengandalkan kekuatan diri pribadi. Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah ketika produk didik tak lagi memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas, sense of humanity. Padahal substansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan kemanusiaan pada derajat tertinggi dengan memaksimalkan karya dan karsa. Ketika tak lagi peduli, bahkan secara tragis, berusaha menafikkan eksistensi kemanusiaan orang lain, maka produk pendidikan berada pada tingkatan terburuknya. Kasus pembunuhan 35 praja di IPDN sejak tahun 1995 memberi satu contoh baik mengenai kegagalan pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan, bukannya mengeliminir kekerasan, bahkan membakukan secara sistematik praktek-praktek dehumanisasi di lembaga pendidikan yang dibiayai rakyat itu. Padahal, menurut Mohandes K Gandhi, kekerasan hanyalah senjata bagi yang jiwanya lemah. Sesungguhnya kita tak perlu berharap banyak bagi munculnya banyak ragam pendidikan hybrid yang lebih mengutamakan keunggulan kuantitatif daripada kualitatif secara short time/instant. Mungkin kita akan merasa kehilangan romantisme sistem pengajaran masa lalu yang lebih menekankan pada implementasi budi pekerti yang sudah tak tercantum lagi dalam slot kurikulum kita. Kita teramat berharap pada sistem pendidikan yang tak hanya optimal, tapi juga mampu menumbuhkan kearifan-kearifan lokal yang menyentuh nurani, membesarkan hati, mendewasakan sikap dan perilaku, namun juga mampu menghidupkan secara ekonomi. Satu hal yang mungkin teramat sulit bagi pemerintah kita saat ini. http://noertika.wordpress.com/2007/04/30/pendidikan-yang-mendewasakan/ <http://noertika.wordpress.com/2007/04/30/pendidikan-yang-mendewasakan/>