mantap, kira-kira ada lagi ngak desa yang seperti itu?, khususnya di sulsel?
Pada 11 Mei 2010 07:06, deNun <daeng.c...@gmail.com> menulis: > > > *Cahaya Batang Uru, "Kami Tidak Byarpet Seperti PLN"* > > Beberapa orang sibuk mengatur letak CPU dan monitor komputer. Ada yang > memegang kabel, ada pula memeriksa colokan. Mereka serius, Mereka > bersemangat. Penonton yang memenuhi ruangan berukuran tidak lebih delapan x > delapan meter itu juga tak kalah seriusnya. > > Lalu, kamera menyorot wajah seorang dari para pria yang sibuk memasang > komputer tersebut. Komputer telah terinstal, wajah pria ini sumringah. Tapi, > pria ini dengan polos berujar,”Yang mana yang ditekan,?” dengan aksen > Toraja. Penonton tergelak. Suasana jadi riuh. > > *** > > Adegan pertama di film berjudul “Cahaya Air Dari Batang Uru” ini > mengisahkan manfaat sejak berjalannya pembangkit listrik mini tenaga hidro > yang dirintis oleh Ir.Linggi dan warga desa setempat. Linggi adalah alumni > jurusan Mekanisasi Pertanian Unhas yang bertanggungjawab di balik inisiatif > murni swadaya warga tersebut. Wajah Linggi dan suaranya yang dominan dalam > film itu. > > Tanggal 10 Mei 2010, sejak pukul 16.30 puluhan orang yang hadir di ruang > utama kantor Yayasan Bakti di jalan Dr. Soetomo menikmati alur cerita dari > film berdurasi tiga puluh menit tersebut. Mereka datang dari berbagai > kalangan seperti mahasiswa, staf proyek donor, wartawan, pegiat LSM, Bappeda > Propinsi, Penanaman Modal, bahkan staf Perusahaan Listrik Nasional. Mereka > antusias mengikuti pemutaran film istimewa yang dibesut oleh Rumah Ide asal > Makassar. > > Yang lebih istimewa karena Ir. Linggi, pria berperawakan sedang dan > sederhana , warga Batang Uru, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat itu hadir di > tengah para penoton. Setelah pemutaran film, dialog pun digelar. Linggi yang > juga terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Mamasa karena prestasinya ini > terlihat cekatan menyampaikan pengalaman kerjanya. > > Dari cerita film tergambar bagaimana warga memanfaatkan aliran sungai > sebagai sumber energi listrik. Tugas Linggi mendisain dan menyiapkan mesin > pembangkit yang dapat mengubah energi dari alam tersebut. Material dan > tenaga murni swadaya Linggi dan beberapa warga desa. Lampu menyala, rumah > warga terang benderang. Kegiatan ekonomi juga berjalan. Warga dapat membuka > usaha meubel, menikmati masakan dari rice cooker, dan tentu saja anak-anak > dapat belajar pada malam hari dengan cahaya melimpah. > > “Kami over tenaga listrik,” Kata Linggi kalem. > > Rupanya, Linggi mempunyai kelebihan tersendiri dan cita-cita mulia. Dia > mengelola pengetahuan dan keterampilannya untuk memproduksi mesin > pembangkit mikro hidro. Bersama dia, kini bekerja 20an karyawan lulusan SD > asal kampung tersebut. Dia merintis jaringan kerjasama dengan perusahaan di > Bandung yang juga memiliki fokus kerjaan yang sama. > > “Di Batang Uru, saya tidak mempekerjakan lulusan SMA karena mereka > potensial menjadi pegawai pemerintah. Saya memberi kesempatan kepada yang > hanya tamat SD,” kata Linggi diplomatis. > > Dari satu bagian film yang diputar terlihat bagaimana Linggi memimpin > pertemuan antar warga membahas instalasi, pengaturan dan rincian pembiayaan > dan pembayaran bagi setiap pemakai. “Kami kini menggaji karyawan setiap > bulan dengan total gaji 20an juta,” Katanya bangga. Darinya puluhan mesin > pembangkit hidro telah didistribusi ke beberapa wilayah lainnya di Sulawesi. > “Biaya pembuatan satu unit pembangkit tidak sampai Rp.50 Juta. Ini di luar > biaya instalasi dan kebutuhan lainnya”. Dari usaha inilah Linggi memberikan > nilai ekonomi kepada kampung halamannya. > > Linggi memanfaatkan sarana ibadah gereja sebagai forum diskusi, membangun > kesepakatan dengan warga. Linggi terlihat optimis dengan apa yang telah > dilakukannya. Warga menikmati limpahan energi listrik dari pemangkit dan dia > mengembangkan usaha perakitan pembangit listrik tenaga hidro. > > Biaya operasional listrik warga ini telah berjalan langgeng tanpa kendala > pembiayaan. Jika pada proyek bantuan listrik di beberapa desa terpencil > gagal karena warga tidak membiayai biaya operasional maka pengelola listrik > di Batang Uru telah surplus pemasukan. Linggi layak diganjar sebagai > inovator pembangunan desa mandiri energi. Cahaya mengalir dari Batang Uru di > atas jerih payah mereka. > > Kreasi Linggi dan cahaya yang mengalir dari air sungai Batang Uru muncul > karena solidaritas dan kerjasama antar warga. Sekaligus menjadi bukti bahwa > perpaduan keahlian, keterampilan dan sumberdaya alam yang tersedia adalah > kombinasi yang apik dan dapat melanggengkan kehidupan warga, bahkan menuju > kegemilangan generasi. > > Di Batang Uru, desa penerima gelar desa mandiri energi tahun 2008 dalam > ihwal kelistrikan, fungsi pelayanan negara menjadi pengecualian karena > mereka dapat memenuhi kebutuhan energinya dengan leluasa. Betul sekali, > sebagaimana pesan ending film itu yang dengan angkuh mengakui kelebihannya > dari PLN yang kelimpungan karena krisis listrik. Menurut cerita Linggi dari > kreasi ini, desa mampu menghasilkan listrik hingga 50 kilowatt. Besaran > listrik yang dihasilkannya tergantung debit dan elevasi aliran air sungai. > Seperti terlihat dari film itu, warga desa sedang menyiapkan fasilitas > turbin untuk menghasilkan listrik hingga 100 kilowatt. > > “Walau tinggal di desa, kami lebih baik dari warga kota yang selalu > mengalami byar pet karena PLN yang defisit, ” begitulah kurang lebih pesan > Linggi dari film tersebut. > > Gowa, 11052010 > > > -- > _____________ > www.denung.wordpress.com > www.denun.net > > > > > -- http://haerulsohib.blogdetik.com http://haerulsohib.blogspot.com Senyum manis, senyum cerah, senyum bahagia, dan senyum keihklasan, bukan senyum SINIS.