Mas, ini semua adalah proses berbangsa. Yang namanya proses itu 
selalu bergerak, walau kadang kadang sangat lamban.

Satu contoh. Waktu ortu saya kecil, dizaman Olanda, mereka semua 
sekolah Belanda, bergaul dengan orang Belanda. Tetapi, yang menduduki 
strata menengah kala itu, adalah justeru orang Tionghoa (bukan yang 
totok, tetapi yang berlatarbelakang pendidikan Belanda), lalu orang 
Manado, dan Ambon. Juga Indo. 

Orang Jawa, yang bangsawan juga tergolong atas. Tetapi yang 
kebanyakan adalah dibawah, bahkan dibawah orang Tionghoa, India dan 
Manado. Juga suku suku lain. Apalagi yang agamanya Muslim. Mereka 
jarang sekolah Belanda, kebanyakan madrasah, surau dan pesantren. Dan 
ini menyulitkan menaiki jenjang karier.

Orang Manado, Ambon, Tionghoa, India kebanyakan memasukkan anak anak 
ke sekolah Eropa (Belanda), biasanya jurusan niaga atau tekhnik, dan 
mudah membuat titian karier. Juga dalam dinas pemerintahan Hindia 
Belanda. Begitu juga dari kalangan pribumi yang bangsawan (menak, 
kepala suku, dsb). Anak anak bangsawan pribumi menduduki jenjang 
pemerintahan daerah.

Nah, begitu zaman Jepang datang, semua terbalik. Pemerintahan Jepang 
memusuhi orang Tionghoa yang elit, karena dianggap berkolaborasi 
dengan Belanda. Mereka dekat dengan massa pribumi, yang kala itu meng-
elu elukan kedatangan Jepang. Disini, perubahan strata dimulai.

Banyak pemuda pemuda dari kalangan bawah yang menjadi prajurit dan 
bintara pasukan buatan Jepang (PETA, Heiho). Antaranya pak Harto, dan 
abnyak militer lainnya. Disinilah, mulai masyarakat pribumi naik 
keatas. 1943an keatas.

Ketika Indonesia merdeka, perkembangan ini diteruskan. Massa dari 
pribumi yang tadinya berjuang, naik tingkat semua. menggantikan 
pegawai pegawai Belanda. Polisi, bea cukai, militer, pamong praja.  
Bea cukai diisi dengan anggauta Brigade 17 dan anggauta TRIP (pasukan 
pejuang pemuda dari Jawa Timur). Kelas elit Tionghoa dan juga India, 
banyak yang meninggalkan Indonesia dikurun 50an, terutama disebabkan 
oleh PP no 1. Juga dokter gigi saya, Tionghoa, meninggalkan Indonesia 
menuju Suriname.

Banyak dokter dokter dan insinyur serta pegawai tinggi Tionghoa, yang 
dahulu memenuhi kementrian kementrian kita, juga bank bank, 
perusahaan import export (al CTC), Borumij, dll, pindah ke LN, 
kebanyakan ke Negeri belanda.

Mulai dari sini terjadi pertukaran posisi.

Setelah reformasi, kita mempunya peluang untuk mendorong azas 
kesamaan hak, dimana kita harus mulai membangkitkan kesadaran baru. 
Kesadaran budaya maupun politis. Ini tak mudah, tapi harus dilakukan.

Elit Tonghoa pada tahun 50an didesak dengan paksa untuk meninggalkan 
tempat mereka, digantikan pribumi (juga elit Belanda dan Indo). Kini 
kita harus menyadarkan semua, bahwa tempat yang ada adalah milik kita 
semua.

Perusahaan perusahaan besar diganti management-nya. Dari Belanda, 
Tionghoa dan Indo, menjadi perwira perwira AD, yang datang dari 
pedalaman atau dari kalangan bawah. Proses ini terjadi antara 1955 
sampai 1960an awal.

Juga perwira perwira tinggi pribumi didikan Belanda, yang pada PD II 
bertempur di front Eropa (terutama dari Minahasa), meninggalkan 
Indonesia atau menjadi pengusaha swasta.

Ini sebuah proses yang bergulir dan harus terus kita tingkatkan 
menuju masyarakat Civil Society. Seperti di Malaysia dan Singapura.

salam
RM D Hadinoto




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Min Hui" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> > -----Original Message-----
> > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of ChanCT
> > Sent: Wednesday, August 03, 2005 11:14 AM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Cino medan e: Tionghoa bagi Moh. 
Yamin
> > 
> > Sahabat-sahabat sekalian,
> > 
> >     Nampaknya kita belum juga bisa lepas dari penyakit mudah
> > "menggeneralisasi", adanya beberapa orang atau segelintir orang 
yang
> > dilihatnya, begitulah semua orang Cina-Medan. Karena melihat 
orang melayu
> > disekelilingnya malas dan hanya suka minta duit, maka dibilang 
begitulah
> > semua orang Melayu.
> >
> 
> [MH]
> Benar pak, pandangan ini harus diubah karena sering menjadi pangkal
> pertikaian.
> 
> 
> >     Kita juga tidak seharusnya menutupi kenyataan, masih adanya 
pandangan
> > rasialis dikedua belah pihak, baik yang komunitas Tionghoa maupun 
yang
> > non-Tionghoa. Dan itulah yang harus selalu kita perangi bersama, 
untuk
> > mewujudkan kehidupan harmonis antar suku, etnis dan agama yang 
berbeda-
> > beda didalam masyarakat plural ini. Jangan lagi merasa diri lebih 
tinggi
> > dari orang lain, apalagi menghina suku atau etnis lain. Jangan 
juga merasa
> > agama yang dianutnya adalah agama yang paling benar dan mulai. 
Tapi
> > perlakukanlah sesama umat manusia yang hidup didunia ini 
sebagaimana
> > manusia yang sederajat, yang sama-sama harus kita hormati dengan 
segala
> > perbedaan yang ada.
> 
> [MH] Setuju sekali
> 
> > 
> > Jangan lakukan penghinaan pada orang lain seandainya anda hendak 
di-
> > hormati orang lain. Maka sudah seharusnya kita juga tidak 
mengunakan
> > istilah-istilah yang mengandung penghinaan pada suku lain, 
sebagaimana
> > juga kita tidak hendak di cina-cinakan oleh orang lain. Kalau juga
> > sebaiknya tidak men-"fankui", "tiko" kan mereka yang non-Tionghoa.
> > Sebutlah mereka sesuai deengan suku yang ada, entah Batak, 
Minang, Dayak,
> > Jawa, Bugis, ... dll.
> > 
> > Saya juga melihat kenyataan adanya orang yang dibilang Cina-Medan 
bisa
> > berjuang dan bekerjasama dengan baik dengan penduduk setempat. 
Bagaimana
> > cerita mereka dimasa Jepang, berjuang bersama penduduk setempat 
berkucing-
> > kucingan dan sembunyi dari pengejaran fasis-Jepang, menandakan 
hubungan
> > mereka cukup erat dengan penduduk setempat. Dan, ... lebih unik 
lagi
> > diantara mereka yang non-Tionghoa itu tidak hanya bisa bercakap 
bhasa
> > Tionghoa, tapi juga dialek Hokkiannya. Itu menandakan hubungan 
pergaulan
> > yang akrab dengan penduduk setempat. Bahkan, jangan merasa aneh 
kalau saya
> > 3 bulan sebelum terbang ke BeiJing, sempat les bhs. Tionghoa 
justru dengan
> > pemuda non-Tionghoa yang bernama Tarigan dari Medan!
> 
> [MH] Benar sekali pak :) jangan sekali-kali berbincang2 dengan 
bahasa
> hokkien apalagi menjelek-jelekan didepan orang batak di Sumut. 
Banyak rekan2
> batak di sumut yang sangat fasih berbahasa hokkien, hasil 
pergaulannya
> dengan masyarakat tionghoa.
> 
> 
> MH
> 
> 
> > 
> > Salam,
> > ChanCT





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h9hh4ja/M=323294.6903899.7846637.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123082183/A=2896125/R=0/SIG=11llkm9tk/*http://www.donorschoose.org/index.php?lc=yahooemail";>Take
 a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who 
cares about public education</a>!</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke