Waroeng Semawis

Bertambah lagi kawasan makan-makan yang menampilkan berbagai hidangan
khas setempat dalam nuansa daerah yang kental. Setelah Kya-Kya Surabaya
dan Kesawan Square di Medan - termasuk Pokanjari (Pondok Makanan
Jalan Teri) di Tegal yang sudah berusia 10 tahun lebih - sejak 15
Juli 2005 yang lalu hadir pula Waroeng Semawis, sebuah kompleks jajanan
baru di Semarang. Semawis sebetulnya merupakan penamaan yang salah
kaprah di masa lalu untuk menyebut nama kota Semarang dalam bahasa Jawa
halus (kromo inggil).

Pada malam hari, ruas jalan Gang Warung di Kawasan Pecinan Semarang
ditutup bagi semua kendaraan. Tenda-tenda digelar, dan berbagai jenis
makanan khas Semarang pun dihadirkan di sana.

Waroeng Semawis, Pusat Jajanan Semarangan, untuk sementara memang hanya
buka pada malam hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Tetapi, selama perayaan
600 Tahun Cheng Ho, kawasan jajanan ini buka setiap malam. Mungkin,
kalau animo masyarakat cukup baik, nantinya Waroeng Semawis akan buka
setiap malam.

JS-er Widya Wijayanti yang ikut menggagas Kopi Semawis (Komunitas
Pecinan Semarang untuk Pariwisata) mengatakan bahwa Waroeng Semawis
sebetulnya belum sempat didesain secara matang. Dalam kunjungan saya ke
sana, saya temukan masalah klasik yang dihadapi fasilitas serupa di
Indonesia, yaitu urusan kebersihan (higina dan sanitasi) yang
seharusnya menjadi urusan paling penting bila menyangkut soal makanan
yang akan kita masukkan ke dalam tubuh kita. Tampaknya, Pak Walikota
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan hadirnya wisatawan yang membanjiri
Semarang dalam rangkaian acara 600 tahun Cheng Ho awal Agustus ini.
Better something than nothing!

Apapun kekurangannya, Waroeng Semawis adalah sebuah langkah nyata untuk
melestarikan pusaka kuliner Indonesia yang patut diacungi jempol.
Masyarakat Semarang pun tampak menyambutnya dengan penuh semangat.
Sejak dibuka, Waroeng Semawis selalu ramai dikunjungi masyarakat.

Saya masih ingat cita-cita Kopi Semawis yang sejak dua tahun telah
menggelar acara tahunan Pasar Imlek Cap Kauw King di kawasan Pecinan
Semarang ini. Mereka ingin melakukan revitalisasi kawasan ini menjadi
salah satu andalan bagi objek pariwisata Semarang. Bangunan-bangunan
berarsitektur khas akan dipertahankan dan dipugar. Sedapat mungkin
warna kehidupan asli sebagai pusat niaga di kawasan itu juga akan
dihidupkan kembali. Tampak sekali keinginan mereka mereplikasi konsep
revitalisasi seperti kawasan Keong Saik di Singapura, misalnya, yang
sekarang telah menjadi salah satu objek wisata baru di sana.

Waroeng Semawis memang tidak sebesar Kya-Kya Surabaya maupun Kesawan
Square. Tetapi, mungkin justru itulah kekuatan Waroeng Semawis. Pecinan
Semarang memang punya kekhasan justru karena ukurannya yang tidak
terlalu luas, tetapi semuanya tampil secara padat. Salah satu contoh,
di dalam kawasan itu terdapat sembilan kelenteng (bio) yang saling
berdekatan jaraknya. Kepadatan tampilan elemen-elemen khas etnis itulah
yang justru dapat dikembangkan menjadi kekuatan.

Pendeknya ruas jalan yang dipakai juga menguntungkan dari satu segi,
yaitu pemilihan yang ketat terhadap jenis makanan yang ditampilkan. Ini
berbeda dengan Kya-Kya Surabaya maupun Kesawan Square yang
mengakibatkan kompetisi yang sangat tajam karena hadirnya berbagai
jenis makanan yang sama. Apa bedanya mi pangsit yang satu ini dibanding
yang lain, misalnya? Bagi pengunjung pun pengulangan seperti itu akan
cukup membingungkan.

Sekilas tampak bahwa kebanyakan penjaja makanan di Waroeng Semawis
adalah mereka-mereka yang sudah mengalami sukses penyelenggaraan dua
kali Pasar Imlek sebelumnya. Mereka merupakan stakeholders yang telah
ikut melestarikan pusaka kuliner Semarang dan menyadari pula bahwa
langkah positif itu ternyata membawa keuntungan ekonomis pula bagi
mereka.

Di sepanjang ruas jalan yang pendek itu - kira-kira sepanjang Boat
Quay di Singapura - sebelum kita lelah berjalan, kita sudah akan
dibuat lelah melakukan decision game untuk menentukan hidangan apa yang
akan disantap. Sate sapi manis "Pak Kempleng"? Nasi pindang "Bu
Tris"? Soto kudus? Mi titee? Nasi campur hainan? Lontong capgomeh?
Bakmi jowo? Swiekee dan pimbak "Nyoto"? Pecel "Bu Sami"? Nasi
ayam Karangturi "Yu Atun"? Gudeg "Bu Umar"? Sate babi
"Sutikno"? Hiewan tahu?

Wis lah, pokoke angel tenan! Lha wong enak kabeh!

(Sekadar catatan, di Waroeng Semawis saya menemukan selebaran dari
restoran "Kit Wan Kie" yang merupakan langganan keluarga kami dulu.
Restoran ini sangat populer di masa lalu, tetapi sudah lama tutup di
tempat asalnya di Gang Pinggir. Ternyata, sekarang para penerusnya
membuka usaha jasaboga dari rumah mereka di kawasan Tanah Mas, khusus
untuk mereka yang merindukan masakan "Kit Wan Kie" yang
legendaris).

Selain makanan-makanan khas Semarang dan sekitarnya, hadir pula kios
"Es Marem" dan "Es Puter Cong Lik" yang memang mak nyess untuk
dinikmati setelah makan malam yang gurih, pedas, asin, maupun manis. Es
cao (es campur) yang terkenal di pojokan Gang Lombok juga menghadirkan
gerainya di kawasan jajanan baru ini.

Saya sangat surprised menemukan roti ganjel rel di Waroeng Semawis.
Dikemas dalam kotak putih bertulisan "Koewih Tempo Doeloe
Gandjelrel". Roti atau kue ini merupakan derivasi dari ontbijtkoek,
dengan rasa kayu manis (cinnamon), cengkeh, gula merah, dan ditaburi
wijen di atasnya. Rotinya sendiri bantat dan agak keras, sehingga agak
sulit ditelan. Karena kerasnya itulah dianggap sepadan dengan balok
kayu bantalan rel kereta api. Setiap kali makan, perlu didorong dengan
air minum. Di masa lalu, ganjel rel merupakan roti yang populer karena
dijamin membuat kenyang. Tentu saja, karena rotinya mengembang di dalam
lambung setelah digelontor begitu banyak air.

Selain roti ganjel rel yang memenuhi kerinduan warga lama Semarang,
hadir pula bolang-baling (kue bantal), wedang kacang, dan pisang plenet
yang masih cukup populer di kota ini. Pisang plenet adalah pisang kepok
dibakar, dipenyet di antara dua papan kayu, dan dioles dengan sedikit
margarin dan selai nanas. Masih kita tunggu kehadiran penjaja wedang
kembang tahu, serta jajanan pasar khas Semarang lainnya yang tak kalah
unik.

Di dekat pintu masuk ke kawasan Waroeng Semawis tampak toko "Cahaya
Bintang" yang menjual kue-kue kering dan pernak-pernik khas Tiongkok,
seperti lampion dan berbagai hiasan gantung. Toko-toko semacam ini
perlu ditambah keberadaannya, di samping tentunya juga ditingkatkan
jenis maupun kualitas benda-benda yang dijajakan. Mungkin perlu juga
ada warung teh khas Tiongkok, sekaligus untuk memasyarakatkan budaya
minum teh yang menyehatkan.

Komunitas Koja, Arab, Pakistan, dan India di Semarang boleh bergembira
bahwa di Waroeng Semawis juga hadir representatif mereka. RM
"Larashati" yang sudah punya nama di Semarang menampilkan nasi
kebuli-nya yang legendaris. Di gerai lain juga ada nasi pela, yaitu
nasi pakistan yang disantap dengan kari kambing.

Tetapi, sayangnya, mengapa di Waroeng Semawis justru belum tampil nasi
goreng babat dan tahu pong yang sangat khas Semarang? Sementara itu
perlu juga dipertanyakan mengapa harus ada sate padang, tahu sumedang,
mi keriting medan, dan bubur ayam jakarta di sana? Supaya tidak terasa
out of place, mungkin perlu ada sektor tersendiri untuk menampilkan
hidangan nusantara di luar Semarang dan sekitarnya.

Tentu saja saya sangat keberatan dengan hadirnya kios yang berjualan
masakan dari daging ular kobra dan biawak di Waroeng Semawis. Blaik,
nyamari banget!

Bondan Winarno
- Penulis -
Penulis adalah seorang pengelana yang telah mengunjungi berbagai tempat
dan mencicipi makanan-makanan khas, dan masih akan terus melakukan
pengembaraannya. (E-mail: [EMAIL PROTECTED])

Jumat, 05 Agustus 2005, 17:18 WIB
Copyright @ PT. Kompas Cyber Media





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h8j46l1/M=323294.6903899.7846637.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123660196/A=2896125/R=0/SIG=11llkm9tk/*http://www.donorschoose.org/index.php?lc=yahooemail";>Take
 a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who 
cares about public education</a>!</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke